Penembakan

Kematian Brigadir J Timbulkan Polemik, Pengamat: Kesalahan Polri Tak Buka Hasil Autopsi secara Jelas

Bambang Rukminto menilai kesalahan Polri yaitu tidak membuka hasil autopsi Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat ke publik.

Editor: Feryanto Hadi
Wartakotalive/Miftahul Munir
Aparat kepolisian sedang olah tempat kejadian perkara (TKP) penembakan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Pol Ferdy Sambo pada Rabu (13/7/2022). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Meninggalnya ajudan Irjen Ferdy Sambo menimbulkan polemik berkepanjangan.

Penjelasan polisi sebelumnya yang menyebut bahwa Brigadir J tewas dalam baku tembak dengan Bharada E, diragukan pihak keluarga.

Terlebih, adanya penjelasan soal dugaan percobaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo.

Kini, penyidikan kasus itu masih berlanjut.

Tim Khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit masih bekerja mencari fakta-fakta meninggalnya Brigadir J.

Bahkan, permintaan keluarga agar jenazah Brigadir J mendapat persetujuan polisi.

Sementara itu, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai kesalahan Polri yaitu tidak membuka hasil autopsi Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat ke publik.

Baca juga: Kasus Dugaan Pembunuhan Berencana Terhadap Brigadir Yosua Disidik, Polri: Timsus Kerja Sangat Cepat

"Kesalahan kepolisian di awal, tidak membuka fakta-fakta terkait otopsi ini dengan jelas," kata Bambang saat dihubungi wartawan pada Jumat, 22 Juli 2022.

Menurut dia, Kepolisian Republik Indonesia hanya menyampaikan narasi-narasi tanpa menunjukkan bukti-bukti otentik yang ada terhadap kasus penembakan sesama anggota polisi yakni Brigadir J dengan Bharada RE (E).

"Polisi hanya menyampaikan narasi-narasi tanpa bukti otentik. Pada akhirnya, memunculkan kejanggalan-kejanggalan yang dirasakan publik," jelas dia.

Ia melihat adanya permintaan adanya autopsi ulang atau proses ekshumasi terhadap Brigadir J ini sebagai komitmen Polri serius mengusut kasus tersebut secara terbuka.

Tentu, hal ini selaras dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar terbuka dan tidak ditutup-tutupi.

"Ini lebih pada untuk menjaga obyektifitas, transparansi dan kepercayaan saja," ujarnya.

Baca juga: Terjadi Lagi, Anak Kiai Terpandang di Tuban Setubuhi Santriwati 14 Tahun hingga Lahirkan Bayi

Bukan cuma hasil autopsi saja, kata Bambang, Polri juga harus membuka rekaman CCTV yang sudah ditemukan di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) kasus baku tembak sesama anggota polisi pada Jumat, 8 Juli 2022.

"Pasti lah. Kalau CCTV itu benar yang berada di kediaman saat terjadi peristiwa, polisi harus membukanya. Ini memang ujian yang relatif berat bagi polisi yang tidak profesional, tetapi sangat mudah bagi yang memiliki integritas dan profesional," tandasnya.

Diketahui, Presiden Jokowi memerintahkan Polri dan tim khusus untuk mengusut kasus ini agar transparan dalam melakukan penyelidikan. Menurut dia, jangan sampai ada yang ditutup-tutupi mengenai kasus Brigadir J.

"Saya kan sudah sampaikan, usut tuntas. Buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Transparan. Udah," kata Jokowi di NTT pada Kamis, 21 Juli 2022.

Menurut dia, pengungkapan secara transparan perlu dilakukan agar masyarakat tidak berspekulasi terhadap kasus yang terjadi ditangani oleh Polri.

“Itu penting agar masyarakat tidak ada keragu-raguan terhadap peristiwa yang ada. Ini yang harus dijaga, kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga," tandasnya.

Baca juga: Rencana Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J, TNI AL Ikut Turun Tangan, KSAL Kirimkan Dokter Terbaik

Naik Status

Bareskrim Polri menaikkan status kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, dari penyelidikan menjadi penyidikan.

"Betul, sudah (laporan pembunuhan berencana Brigadir Yosua naik penyidikan," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi, Jumat (22/7/2022).

Ia menuturkan, peningkatan status perkara itu dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Jumat (22/7/2022) sore.

"Barusan selesai gelar perkaranya," ungkap Andi.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat melaporkan dugaan kasus pembunuhan berencana yang dialami kliennya, ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

Pantauan Tribunnews, empat orang tim kuasa hukum tiba sekitar pukul 09.45 WIB di Bareskrim Polri.

"Kedatangan kita hari ini dalam rangka sebagai tim penasihat hukum, dan atau juga kuasa dari keluarga almarhum Yosua Hutabarat."

"Untuk membuat laporan polisi tentang dugaan tindak pidana pembunuhan berencana, sebagaimana dimaksud dalam pasal 340 KUH Pidana."

"Juncto pembunuhan sebagaimana dimaksud pasal 338 KUHP, juncto penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain juncto pasal 351," kata Kamarudin Simanjuntak, salah satu kuasa hukum Brigadir Yosua.

Selain pembunuhan berencana, kata dia, pihaknya juga melaporkan dugaan kasus pencurian atau penggelapan ponsel milik Brigadir Yosua.

Mereka juga melaporkan dugaan kasus peretasan yang dialami keluarga Brigadir Yosua.

"Dugaan pencurian dan atau penggelapan handphone sebagaimana dimaksud dalam 362 KUH Pidana juncto pasal 372 374 KUH Pidana."

"Kemudian tindak pidana meretas dan atau melakukan penyadapan, yaitu tindak pidana telekomunikasi," tuturnya.

Kamarudin menyatakan, pihak terlapor dalam kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan.

"Terlapornya lidik," ucapnya.

Tim kuasa hukum Brigadir Yosua membawa bukti foto luka jenazah yang dialami kliennya.

Kamarudin menjelaskan, luka-luka tersebut diduga akibat penganiayaan terhadap kliennya. Dengan kata lain, kasus tersebut tidak murni kasus tembak-menembak.

"Yang kami temukan adalah memang betul ada luka tembakan, tapi ada juga luka sayatan."

"Ada juga perusakan di bawah mata, atau penganiayaan," beber Kamarudin.

Baca juga: Pejabat Kementerian ATR/BPN yang Terlibat Kasus Mafia Tanah Bakal Disidang Etik

Kata Kamarudin, ada sejumlah luka lain yang diduga akibat penganiayaan yang dialami Brigadir Yosua. Luka-luka tersebut berada di sekujur tubuh jenazah kliennya.

"Kemudian ada di hidung ada dua jahitan, kemudian di bibir, kemudian di leher, kemudian di bahu sebelah kanan."

"Kemudian ada memar di perut kanan kiri, kemudian ada juga, di apa namanya itu, perut kanan dan kiri."

"Kemudian juga ada luka tembakan, ada juga perusakan jari atau jari manis."

"Kemudian ada juga perusakan di kaki atau semacam sayatan-sayatan begitu," paparnya.

Kamarudin menyatakan, pihaknya juga membawa bukti perbedaan keterangan polisi mengenai kronologi kasus yang dialami oleh Brigadir Yosua.

Baca juga: Tim Khusus Batal Gelar Rapat Analisa dan Evaluasi Kasus Penembakan Brigadir Yosua

"Bukti-buktinya sudah kami bawa, antara lain perbedaan keterangan konpers Bareskrim Polri atau Mabes Polri, dalam hal ini Karo Penmas Polri," paparnya.

Kamarudin pun mempertanyakan ponsel kleinnya yang sampai saat ini belum ditemukan.

"Handphonenya almarhum ada tiga, itu sampai sekarang belum ditemukan," cetusnya.

Kamarudin juga mempertanyakan dugaan peretasan yang dialami oleh keluarga Brigadir Yosua.

"Peretasan itu, yaitu meretas atau menyadap orang tua almarhum ayah, ibunya berikut dengan adiknya," terang Kamarudin.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved