Berita Nasional

Larangan Ekspor CPO Dicabut, Harga Sawit Anjlok, APPKSI Minta Pemerintah Perhatikan Nasib Petani 

Muhammadyah meminta pemerintah turun tangan agar bisa mengembalikan harga Tandan Buah Segar (TBS) pada harga kewajaran sesuai harga CPO dunia

Editor: Feryanto Hadi

Selain itu, kata dia, penerapan pajak pungutan ekspor CPO yang tinggi pajak dan pungutan ekspor (levy) menyebabkan jatuhnya harga tandan buah segar petani sawit. Di mana total pajak ekspor dan levy yang dibayarkan pelaku usaha sawit mencapai USD 575 per ton CPO yang di ekspor.

"Beban yang besar ini pada akhirnya juga akan ditanggung oleh petani sawit karena harga TBS tidak akan pernah bisa pararel dengan harga CPO di pasar internasional," jelas dia.

Ia mengungkapkan komoditas sawit dipaksa untuk menanggung beban pungutan hingga setengah harga barangnya yang ujung-ujungnya dibebankan ke petani.

Selain harga yang masih rendah, penjualan TBS petani sawit masih susah dan bernilai rendah akibat kebijakan kebijakan DMO dan DPO yang justru membuat ekspor CPO untuk masuk ke pabrik sulit.

Dan harus mengantri 2-3 hari karena beberapa pabrik masih menerapkan pembatasan pembelian TBS untuk petani swadaya. Harga TBS anjlok saat ini yang tinggal Rp 500 - 1.000 per kilogram padahal keran ekspor sudah mulai dibuka.

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 98/PMK.010/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar kata dia menjadi salah satu penyebabnya.

Dimana dalam aturan itu, Minyak Sawit atau Crude Palm Oil (CPO) yang akan dikirim ke luar negeri dikenakan pajak yang sangat tinggi yakni 32,5 persen hingga 49,9 persen.

Jika dibandingkan dengan negara tetangga yaitu Malaysia pajak atau pungutan yang diberlakukan disana hanya 6 sampai 8 persen. Itulah kenapa harga TBS kelapa sawit di Malaysia memiliki harga Rp 4.000 - 5.000 per kilogram.

"Kami minta pemerintah sekarang mempercepat ekspor CPO, dipermudah agar harga TBS bisa cepat normal," ujarnya.

Selain itu, kata dia, perlu semakin dimaksimalkan pengawasan di pabrik-pabrik kelapa sawit yang beralasan tangkinya penuh supaya petani tidak menjadi korban dimana ini merupakan kondisi darurat.

Ia mengungkapkan dalam kondisi alamiah setiap bulan produksi minyak sawit sekitar 4 juta ton, ekspor 3 juta ton. Lalu stok akhir akan sekitar 2-3 juta ton.

"Tapi karena ada DMO dan DPO, apalagi dengan rasio 1:5, dimana DMO 300 ribuan ton, berarti yang bisa diekspor adalah 1,5 jutaan ton. Artinya, ada akumulasi penumpukan di tangki CPO. Karena kondisi penuh, maka PKS mengurangi pembelian TBS, sehingga membuat petani sawit merugi," pungkas Muhammadyah.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved