Kata Pakar Hukum Pidana Ini, Polisi Tak Bisa Setop Kasus Korban Bunuh Begal karena Alasan Bela Diri

Ia menyatakan, SP3 hanya bisa diterbitkan jika tidak ada unsur pidana di balik kasus tersebut.

TribunLombok
Amaq Sinta (kanan) ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan dua begal di Lombok Tengah, NTB. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan, Polri tidak bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus begal dibunuh korbannya karena alasan membela diri, di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ia menyatakan, SP3 hanya bisa diterbitkan jika tidak ada unsur pidana di balik kasus tersebut.

Kewenangan pembelaan korban, kata Fickar, harus dibuktikan di pengadilan.

Baca juga: JADWAL Lengkap Misa Malam Paskah 16 April 2022 di Jakarta dan Sekitarnya, Ada Live Streaming Juga

"Polisi hanya bisa SP3 jika peristiwanya bukan pidana, alat buktinya kurang."

"Kalau pembelaan terpaksa itu ranah kewenangan pengadilan," kata Fickar saat dikonfirmasi, Sabtu (16/4/2022).

Fickar menjelaskan, Polri memang mau tidak mau harus menetapkan korban begal sebagai tersangka, karena adanya pembunuhan dalam peristiwa tersebut.

Baca juga: UPDATE Covid-19 RI 15 April 2022: 26 Pasien Meninggal, 2.275 Sembuh, 922 Orang Positif

"Persoalannya ada orang mati dan matinya karena dibunuh."

"Dalam konteks itu korban begal diletakkan sebagai tersangka."

"Kalau matinya ketiban benda keras dan besar, pasti tidak ada tersangkanya."

Baca juga: Minta Jokowi Reshuffle Luhut, Masinton Pasaribu: Rintangan Demokrasi Harus Kita Singkirkan

"Tapi karena ada orang mati, maka hukum acara pidana dengan terpaksa menetapkan orang yang melakukan sebagai tersangka," jelas Fickar.

Namun demikian, kata Fickar, polisi harus memasukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP), argumen dan keterangan korban yang menyatakan pembunuhan itu terjadi dalam konteks pembelaan diri karena akan dirampok.

Hal itu termaktub dalam pasal 49 KUHP. Dalam beleid ayat 2 pasal tersebut berbunyi:

Baca juga: Tak Cuma Urusan Logistik Pemilu 2024, KPU Juga Butuh Kantor dan Gudang

"Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”

"Kita menunggu apakah hakim akan menerapkan pasal 49 KUHP atau pasal lainnya," papar Fickar.

Sebelumnya, dua jenazah pemuda ditemukan warga di Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, NTB, Minggu (10/4/2022).

Baca juga: Perawatan Pesawat TNI Dilakukan GMF, Gerindra: Menyelamatkan Garuda Sikap Resmi Prabowo

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved