Opini Warga

OPINI: Optimisme Kepemimpinan Baru Bawaslu Menjelang Pemilu 2024 yang Kompleks

Mengingat Pemilu 2024 sangat kompleks, dalam waktu yang sama juga digelar pilkada serentak.

Editor: Lucky Oktaviano
Istimewa
Penetapan lima anggota terpilih Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Periode 2022-2027 oleh Komisi II DPR. Mereka adalah Lolly Suhenty, Puadi, Rahmat Bagja, Totok Hariyono, dan Herwyn Jefler Hielsa Malonda. 

Secara empiris, mereka sudah teruji dalam kepemimpinan dan memiliki kemampuan manajerial yang mumpuni, keberanian dalam mengambil keputusan yang adil, kemampuan psikologis dalam hal menghadapi tekanan politik dan beban kerja berat, kemampuan koordinasi dan komunikasi dengan pelbagai pihak, serta kerja sama dalam tim yang inovatif.

Selain itu, mereka juga memiliki jam terbang tinggi. Mereka meniti karir sebagai pengawas pemilu dari bawah.

Mulai sebagai pengawas pemilu di tingkat kabupaten/kota, kemudian dipercaya sebagai pengawas pemilu di tingkat provinsi dan akhirnya diberi amanah sebagai “jenderal” pengawas pemilu di tingkat nasional.

Dengan demikian, optimisme untuk kepemimpinan baru Bawaslu Periode 2022-2027 tidak perlu diragukan lagi.

Tantangan pemilu 2024 memang sangat kompleks. Bawaslu perlu melakukan upaya mitigasi sejak dini, khususnya dalam hal problematika pengawasan daftar pemilih, politik uang, politisasi SARA dan hoaks, serta politisasi birokrasi.

Tahapan pemilu akan dimulai pada bulan Juli 2022, sehingga tahun 2023 akan menjadi tahun yang sibuk.

Karena itu, kepemimpinan yang baru ini perlu membuat rencana program, menyiapkan regulasi dan pengganggaran untuk peningkatan kualitas kinerja pengawasan pemilu 2024.

Salah satu fenomena tragis dalam pemilu 2019 adalah penggunaan tribalisme agama dalam kampanye.

Manipulasi sentimen tribalisme agama merupakan salah satu bentuk populisme yang marak digunakan dalam pemilu di berbagai macam tempat.

Dampak penggunaan sentimen tribalisme semacam ini, yakni masyarakat terluka oleh iklim ketidakpercayaan yang tinggi.

Tenunan kebangsaan yang telah dijahit dalam waktu yang lama dirusak oleh tindakan para petualang politik. Mereka menyalahgunakan sentimen tribalisme untuk memenangkan kekuasaan pemilu elektoral.

Pemilu hendaknya menjadi sarana perwujudan kedaulatan rakyat dalam semangat persatuan, bukan sebaliknya, justru memecah belah persatuan bangsa.

Dalam era demokrasi modern, pemilu merupakan instrumen rakyat memilih pemimpin secara langsung, umum, bebas dan rahasia, serta jujur dan adil.

Negara Indonesia telah memilih sistem demokrasi untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan keadilan sosial sesuai dengan Pancasila.

Akhirulkalam, penyair WS Rendra pernah berucap, kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved