Berita Nasional
Permenaker JHT Disebut Bertentangan dengan PP, Kemenaker Cuek, Mengaku Sudah Dapat Restu Jokowi
Indah Anggoro Putri menyebut, Permenaker tidak akan terbit jika tidak ada persetujuan dari presiden
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Aturan baru yang dibuat Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mengenai pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) masih menjadi pro dan kontra.
Sejumlah pihak mengecam aturan tersebut lantaran dianggap tidak berpihak kepada buruh.
Selain itu, muncul dugaan-dugaan mengenai penggunaan dana JHT yang dikumpulkan melalui BPJS Ketenagakerjaan.
Adalagi tudingan yang menyebut bahwa Permenaker Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2015.
Baca juga: Aturan Baru Pencairan JHT Diprotes Buruh, Puan Maharani: Jangan Sampai Ada yang Dirugikan
Baca juga: Said Didu Mengendus Aturan Baru Pembayaran JHT karena Pemerintah Sudah Sulit Dapatkan Utang Baru
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memberikan penjelasan soal tudingan terakhir.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Said Iqbal menganggap Permenaker terbaru dengan PP sebelumnya bertentangan.
Hal tersebut dikarenakan, menurut Said, Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum mencabut PP Nomor 60 Tahun 2015.
Hal ini sempat diungkapkan Said ketika diskusi di acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV pada Rabu (16/2/2022).
“Yang jadi persoalan, Permenaker kan bertentangan dengan PP Nomor 60 (Tahun 2015) dan itu yang jadi persoalan.”
“Ibu (Menaker, Ida Fauziyah), harus menjaga wibawa pemerintah. Presiden belum mencabut PP Nomor 60 Tahun 2015 sedangkan Menteri kemudian sudah menerbitkan Permenaker yang tidak mengacu pada PP Nomor 60 Tahun 2015,” ucap Said.
Mengenai tanggapan tersebut, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengatakan sudah mendapat persetujuan dari Presiden Jokowi.
Selain itu, Indah juga menjelaskan jika Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dianggap bertentangan dengan aturan Presiden maka Sekretaris Kabinet (Setkab) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tidak akan menyetujui Permenaker ini.
“Setelah harmonisasi, itu harus mendapatkan izin dari Sekretariat Kabinet, boleh tidak seorang menteri menerbitkan regulasi tersebut.”
“Izin itu sendiri kan pasti dilihat hirarkinya dan kalaupun ada diskresi pasti Bu Menteri pasti ditanya. Akhirnya terbit itu berarti ada izin,” jelas Indah.
Baca juga: Bakal Gugat Permenaker 2/2022 ke PTUN, Presiden KSPSI: JHT Hak Buruh
Sementara mengenai apakah akan adanya revisi atau pencabutan Permenaker ini, Indah mengungkapkan pihaknya akan melihat situasi terlebih dahulu.
“Nanti dilihat situasinya, apakah perlu dibawa ke presiden atau tidak. Apakah disetujui untuk dicabut atau diubah,” jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini menimbulkan kritik dari masyarakat khususnya buruh atau pekerja.

Bahkan muncul juga petisi untuk mendesak pemerintah dan Kemnaker mencabut Permenaker ini.
Selain itu pada hari ini, KSPSI menggela aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan dan Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan Jakarta.
Dikutip dari Tribunnews, para pengunjuk rasa menyuarakan dua tuntutan yaitu mencabut Permenaker dan menginginkan Ida Fauziyah dicopot sebagai Menaker.
Diketahui aksi unjuk rasa ini dihadiri berbagai aliansi buruh di wilayah Jabodetabek dan diperkirakan akan dihadiri oleh ribuan orang.
“Akan dihadiri KSPSI dan berbagai elemen lain. Aliansi buruh di wilayah Jabodetabek akan hadir, tetapi akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan,” jelas Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar Cahyono.
Said Iqbal pun juga mengatakan, aksi ini tidak hanya dilakukan di DKI Jakarta saja tetapi juga di seluruh Indonesia.
“Secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia aksi ini juga digelar, yaitu di Kantor Dinas Ketenagakerjaan setempat baik kabupaten atau kota maupun provinsi masing-masing dan juga kantor-kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Said Iqbal.
Mengenai pasal dari Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang menjadi sorotan dan menimbulkan desakan untuk mencabut adalah pasal 3.
Dalam pasal tersebut, manfaat JHT baru dapat dinikmati oleh pekerja atau buruh saat mencapai usia 56 tahun.
“Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huru a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
Baca juga: Ida Fauziyah Pastikan Pemerintah Tak Gunakan Dana JHT untuk Kepentingan Lain
Baca juga: Dugaan Said Didu Terbukti, Ratusan Triliun Duit JHT Milik Buruh Dipakai Pemerintah Melalui Skema SUN
Pasal tersebut dinilai merugikan para pekerja atau buruh dikarenakan ketika peserta terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun maka JHT tidak bisa diambil dan harus menunggu hingga mencapai usia tersebut.
Padahal pada aturan sebelumnya yang termahtub pada Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, JHT bisa diklaim satu bulan setelah pekerja mengundurkan diri dari tempat bekerja.
Investasi dana JHT
Sementara itu, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) Anggoro Eko Cahyo menyatakan dana jaminan hari tua (JHT) ditempatkan di instrumen investasi yang aman.
Hal itu disampaikan Anggoro, Kamis (17/2/2022) menanggapi pertanyaan soal bagaimana keamanan dana dan kemampuan BP Jamsostek untuk membayar JHT.
Pertanyaan itu mengemuka paska keluarnya Permenaker 22 tahun 2022 yang mengatur bahwa JHT baru dapat dicairkan oleh pekerja pada usia 52 tahun.
Permenaker tersebut menimbulkan polemik dan pertanyaan publik soal keamanan dana JHT yang diinvestasikan.
Namun Anggoro menegaskan dana JHT yang diinvestasikan berkembang dengan baik dan tidak terganggu dengan pembayaran klaim.
“Dapat dikatakan portofolio investasi JHT aman dan liquid,” ujarnya dikutip dari Kompas.tv.
Anggoro pun kemudian membeberkan data bahwa pada tahun 2021 total dana JHT tercatat Rp372,5 triliun.
Sementara itu hasil investasi JHT pada 2021 lalu sebesar Rp24 Triliun. Adapun iuran JHT pada tahun itu terkumpul sebesar Rp51 triliun.
Dia mengungkapkan pembayaran klaim JHT mencapai Rp37 triliun.
“Yang mana sebagian besar (pembayaran klaim) ditutup dari hasil investasi,” tukasnya.
Anggoro juga mengemukakan data ke mana saja dan untuk apa saja dana JHT yang dikelola BPJamsostek.
“Kami mengelola dengan sangat hati-hati dan menempatkan dana pada instrumen investasi dengan risiko yang terukur agar pengembangannya optimal,” ucap Anggoro.
Dia menyatakan sebagian besar atau 65 persen dari dana JHT diinvestasikan untuk obligasi dan surat berharga.
“92 persen adalah surat utang negara,” ungkapnya.
Sementara sebanyak 15 persen diinvestasikan dalam bentuk deposito di empat bank milik negara atau dikenal juga dengan nama Bank Himbara (Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BRI dan Bank BTN). Selain itu juga ditempatkan di bank pembangunan daerah.
Baca juga: Dugaan Said Didu Terbukti, Ratusan Triliun Duit JHT Milik Buruh Dipakai Pemerintah Melalui Skema SUN
Kemudian sebanyak 12,5 persen diinvestasikan dalam bentuk saham yang masuk dalam kategori saham blue chip.
Anggoro melanjutkan, sebanyak 7 persen diinvestasikan di reksa dana, di mana reksa dana tersebut juga berisi saham-saham kategori blue chip.
Terakhir, sebanyak setengah persen oleh BP Jamsostek diinvestasikan di sektor properti dan penyertaan langsung
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com