Ibu Kota Pindah

Pakar Hukum Tata Negara Nilai UU IKN Berpotensi Dibatalkan MK karena Tak Sesuai UUD 1945

Menurut Fahri, UU IKN yang disahkan melalui rapat paripurna itu berpotensi memunculkan masalah serius secara konstitusional.

Editor: Yaspen Martinus
Dokumentasi Pribadi
Pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid menyebut pengesahan UU IKN bisa saja dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - DPR sudah mengesahkan Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN).

Namun, pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid menyebut pengesahan UU IKN tersebut bisa saja dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Fahri, UU IKN yang disahkan melalui rapat paripurna itu berpotensi memunculkan masalah serius secara konstitusional.

Baca juga: Arteria Dahlan Singgung Bahasa Sunda, Lodewijk Paulus: Mari Saling Hormat dan Jaga Kearifan Lokal

Katanya, MK dapat menggunakan instrumen kewenangannya sebagai 'The Guardian of the Constitution' maupun sebagai 'the sole interpreter of the constitution.'

Jika, ada warga negara atau suatu badan hukum, baik publik maupun perdata, yang secara potensial maupun aktual merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya UU IKN ini, serta mengajukan judicial review ke MK.

“MK dapat saja membatalkan sebuah pengaturan terkait pranata yang tidak dikenal, baik dalam konteks tidak dikenalnya nomenklatur otorita dalam UUD NRI Tahun 1945."

Baca juga: Ombudsman Cium Potensi Malaadministrasi di Kasus Pelat Nomor Mobil Arteria Dahlan

"Maupun konsep serta paradigma yang memang sangat berbeda maupun tidak dikehendaki dalam rumusan konstitusi,” ujar Fahri ketika dihubungi, Sabtu (22/1/2022).

Fahri Bachmid menyampaikan, konsep Otorita IKN berpotensi tidak sejalan dengan paradigma pemerintahan daerah sesuai desain konstitusional sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 18 UUD NRI Tahun 1945.

Sebab, katanya, rumusan konstitusionalnya mengatur, konsep, struktur, bentuk serta mekanisme secara baku dan diatur dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) sampai ayat (7).

Baca juga: Mobil Arteria Dahlan Tunggak Pajak Rp10 Juta, Dirlantas Polda Metro Jaya: Kok Tanya Saya?

“Hal demikian itu menjadi sangat sulit secara teknis ketatanegaraan, jika pemerintah dan DPR RI mencoba untuk membangun rumusan serta konsep lain, dengan metode ekstensifikasi atau perluasan makna."

"Selain dari teks konstitusi yang ada, dengan menjadikan pijakan konstitusi untuk memaknai konsep Otorita seolah-olah masih berada dalam rumpun serta ekosistem konsep pemerintahan daerah, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 saat ini,” ulasnya.

Rumusan konstitusional berdasarkan ketentuan Pasal 18 tersebut, menurut Fahri, mengatur tentang pembagian dan susunan tata pemerintahan daerah Indonesia.

Baca juga: Satu dari Lima Mobil Arteria Dahlan di Basemen Gedung DPR Tunggak Pajak Hingga Rp10,8 Juta

Pembagian pemerintahannya terdiri dari provinsi, kabupaten dan kota, sebagaimana diatur UU.

Kemudian pada ayat (2), sebut Fahri, pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota mengatur pemerintahannya masing-masing sesuai asas otonomi dan tugas pembantuan.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved