UMP 2022 DKI

Meski Diabaikan Kemnaker, Gubernur Anies Baswedan Tetap Menaikkan UMP DKI 2022 Menjadi Rp 4,6 Juta

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi 2022.

Warta Kota
Komisi B DPRD DKI Jakarta menggelar rapat dengan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) DKI Jakarta terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Tahun 2022, Senin (27/12/2021). 

WARTAKOTALIVE.COM GAMBIR - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 sebesar Rp 4.641.854.

Penetapan itu tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1517 Tahun 2021 tentang  Upah Minimum Provinsi 2022.

"Menetapkan upah minimum provinsi tahun 2022 di Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 4.641.854," bunyi Keputusan Gubernur Nomor 1517 Tahun 2021 tentang UMP Tahun 2022.

Orang nomor satu di Ibu Kota ini meneken Kepgub tersebut pada 16 Desember 2021.

Baca juga: Polisi Mengamankakn Enam Buruh yang Duduki Kantor Gubernur Banten Saat Demo Menuntut Revisi UMP 2022

Baca juga: Dirasa Kurang Adil Jadi Alasan DKI Revisi Kenaikan UMP 2022 dari 0,85 Persen Jadi 5,1 Persen

Baca juga: Kemnaker Bersikap Tegas, Abaikan Surat Revisi UMP DKI yang Diajukan Anies Baswedan

UMP Tahun 2022 sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU mulai berlaku terhitung sejak tanggal 1 Januari 2022 dan hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.

Adapun disebutkan dal Kepgub tersebut, pengusaha wajib menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas sebagai pedoman upah bagi pekerja atau buruh dengan masa 1 tahun kerja atau lebih.

"Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari UMP. Pengusaha yang telah memberi upah lebih tinggi dari UMP dilarang mengurangi atau menurunkan upah," tulis Kepgub Anies.

Sebelumnya diketahui, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta menolak keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang merevisi penetapan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP DKI Jakarta tahun 2022 menjadi sebesar 5,1 persen atau Rp 4.641.854.

BERITA VIDEO: Kabar Duka Datang dari Dunia Lawak Indonesia Jimmy Gideon alias Abdul Aziz Meninggal Dunia

Anies angkat bicara terkait Apindo yang keberatan dengan kenaikan UMP DKI.

Dikarenakan keberatan Apindo akan melayangkan upaya hukum dan berencana menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Menurut Anies, keputusan ini sudah masuk akal dan mengedepakan keadilan bagi semua.

Terlebih kenyataan bahwa DKI Jakarta tak memiliki UMP Kota dan UMP Kabupaten membuat pengusaha harusnya menyadari kenaikan UMP DKI yang sebelumnya.

Dimana hanya naik 0,85 persen atau lebih kecil dari inflasi yang sudah mencapai 1,1 persen.

"Jadi ketika diputuskan dilevel provinsi maka itu final. Kalau provinsi lain ada UMP Provinsi lalu ada upah minum kota dan upah minimum kabupaten yang bisa berubah tempat," ucap Anies di Masjid Sunda Kelapa saat menghadiri Milad Ke-24 Jakmania, Minggu (19/12/2021).

"Kalau Jakarta satu kesatuan, karena itulah untuk memberikan rasa keadilan pada semua, bagi buruh ada pertambahan pendapatan yang masuk akal, bagi pengusaha dengan pertambahan pertumbuhan ekonomi yang ada saat ini, dia menjadi ukuran yang masuk akal, karena toh biasanya naik 8,6 persen, sekarang malah 5,1 persen," jelasnya.

Tak hanya itu, formula sebelumnya memang sudah dikatakan Anies tidak cocok jika digunakan di Ibu Kota.

Pasalnya kenaikan UMP biasanya merujuk juga dengan inflasi yang ada, atau dengan kata lain kenaikan harus lebih besar dari inflasi di kita tersebut.

Terlebih, kata Anies, sebelum pandemi kenaikan UMP sudah mencapai 8,6 persen.

"Maka itu kami merasa formula yang diberikan kepada kami di provinsi indonesia khususnya di Jakarta tidak memberikan rasa keadilan. Saya rasa pengusaha bisa merasakan kok bahwa nilai pertambahannya berdasarkan formula sangat kecil," tutupnya.

Enggan Jawab

Di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) enggan menjawab surat revisi UMP tahun 2022 yang dilayangkan Anies.

Hal itu terungkap saat Komisi B DPRD DKI Jakarta meminta klarifikasi Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah terkait revisi kenaikan UMP dari yang awalnya 0,85 persen atau Rp 37.000 menjadi 5,1 persen atau Rp 225.000.

Dalam rapat itu, Andri mengungkapkan bahwa UMP direvisi karena adanya polemik di kalangan buruh terhadap nilai UMP yang hanya naik 0,85 persen pada 21 November 2021.

Penetapan UMP itu tercantum dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1395 tahun 2021.

“Sehari setelah pengumuman tersebut Gubernur mengeluarkan surat kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Jadi, sehari setelah diumumkan tanggal 21, pak gubernur mengirimkan surat terkait masalah kaji ulang dengan nomor 533/85.15,” kata Andri saat rapat kerja dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta pada Senin (27/12/2021).

Andri berujar, alasan Anies ingin merevisi UMP 2022 karena dia melihat kenaikan sebesar 0,85 persen tidak layak dan tidak memenuhi rasa keadilan.

Anies membandingkan dengan kenaikan UMP di daerah tetangga, yaitu Bekasi yang mampu menaikan UMP sebesar 4,8 persen.

"Di sini Gubernur menyatakan bahwa intinya sebagai wakil pemerintah pusat menjalankan PP (Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan) tersebut, tetapi sebagai kepala daerah juga harus bisa merespon apa yang menjadi aspirasi warga masyaraka, makanya pak Gubernur membuat surat tersebut,” jelas Andri.

Beberapa hari kemudian, kata Andri, buruh menggelar demonstrasi besar-besaran di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat pada 27 November 2021 lalu.

Di hadapan para buruh, Anies mengklaim pihaknya masih menunggu jawaban dari Kemnaker terkait usulan revisi kenaikan UMP.

“Tanggal 3 (Desember) kami Kadisnaker seluruh Indonesia dikumpulkan, dan disampaikan bahwa masih menunggu kajian dari Biro Hukum Kementerian Ketenagakerjaan,” ucap Andri.

“Di situ saya juga menanyakan terkait surat kami, surat Gubernur mempertanyakan. Nah waktu itu tanggapannya kementerian (Kemnaker) tidak menjawab, (tapi) yang menjawab nanti Kementerian Dalam Negeri, yah sudah kami tunggu,” terang Andri.

Hingga kini, kata Andri, Pemerintah DKI terus berkoordinasi dengan stakeholder lain di antaranya dengan Dewan Pengupahan Daerah yang terdiri dari pengusaha, pemerintah dan buruh. Andri juga sudah berkomunikasi langsung dengan Apindo dan Kadin DKI Jakarta untuk meminta jawabannya terkait kenaikan UMP tersebut.

“Sudah ada pembicaraan setengah kamar dengan Apindo, dengan Kadin, serikat pekerja,” ungkapnya.

Dari itu, Andri mengklaim Apindo dan Kadin tidak mempersoalkan kenaikan UMP berkisaar 5-10 persen. Hanya saja, organisasi tersebut menegaskan tetap menjalankan Peraturan Pemerintah PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

“Di situ (rapat setengah kamar) ketemulah angka tetap. Apindo dan Kadin bilang kami taat PP 36, kalau aturan 5 persen 10 persen it's okay. Bahkan, unsur serikat naik tuh tadinya 3,57 persen naik jadi 5,1,” ucap Andri.

Di sisi lain, Pemerintah DKI juga meminta kajian dan survei dari Bank Indonesia (BI) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) terkait perekonomian di Jakarta.

Pemerintah daerah juga menanyakan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta terkait pertumbuhan ekonomi dan inflasi, sehingga kenaikan UMP yang cocok mencapai 5,1 persen.

“Atas dasar itu kami merevisi SK Gubernur dengan melakukan revisi UMP dengan menggunakan data BPS itu 5,1. Tapi sekali lagi, perlu saya luruskan sudah ada pembicaraan dengan Apindo, Kadin, Serikat Pekerja dan setelah itu kami kumpulkan di Dewan Pengupahan,” jelas Andri.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved