Kriminalitas
Kejagung Sebut Berkas Perkara KSP Indosurya Belum Lengkap, Alvin Lim: Modus Mengulur Proses Pidana
Kasus Tak Kunjung Disidangkan, Kejagung Ungkap Berkas Perkara Belum Lengkap, Kuasa Hukum Korban KSP Indosurya: Modus Mengulur Proses Pidana
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Penyelesaian kasus dugaan penipuan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya kembali tersendat.
Kali ini, pihak Kejaksaan Agung kembali mengirimkan berkas perkara kepada penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri.
Tujuannya agar penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri dapat melampirkan hasil audit auditor independen dalam berkas tersebut.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Dirinya mengungkapkan perkara masih dalam proses.
Namun, berkas perkara atas kasus yang merugikan 5.700 orang nasabah dengan total kerugian Rp 14,6 triliun itu dinyatakan belum lengkap.
Tim jaksa peneliti telah mengembalikan berkas kasus tersebut ke penyidik dengan meminta dilengkapi dengan hasil audit auditor independen.
"Berkas perkara telah dikembalikan dan telah diterima oleh penyidik untuk melengkapi petunjuk Jaksa Peneliti sebagaimana tertuang dalam P-19 serta Berita Acara Koordinasi dan Konsultasi dan penyidik akan melaporkan perkembangan penyidikan perkara secara berkala kepada Jaksa Peneliti," ungkapnya dalam siaran tertulis pada Kamis (9/12/2021).
Terkait hal tersebut, Ketua pengurus dan Founder LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim selaku kuasa hukum para korban angkat bicara.
Dirinya mengaku mengapresiasi atas informasi tersebut.
Namun demikian, Alvin berpandangan lain, khususnya tentang audit yang menurutnya hanya modus untuk mengulur-ulur proses pidana dugaan penipuan dan penggelapan KSP Indosurya.
Baca juga: Perkara Mandek, Korban Kasus Dugaan Penipuan KSP Indosurya Minta Jaksa Agung Turun Tangan
Baca juga: Pengadilan Tolak Permohonan Pembatalan Homologasi KSP Indosurya
“LQ apresiasi tanggapan Kapuspenkum Kejagung RI, pak Leonard atas penjelasannya. Tapi Jaksa peneliti tolong baca jelas, di mana dalam unsur Pasal 46 UU Perbankan tercantum unsur kerugian? Ini bukan kasus perdata, di mana jumlah kerugian harus akurat untuk proses ganti rugi," ungkap Alvin Lim pada Jumat (10/12/2021).
"Melainkan unsur Pasal 46 adalah ada atau tidak adanya izin perbankan menghimpun modal dari masyarakat," paparnya.
Hal tersebut dibuktikannya lewat Pasal 46 Undang-undang Perbankan yang berbunyi: 'barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)'.
Atas dasar itu, Alvin menilai upaya audit hanya sebagai modus untuk mengulur waktu dan menunda proses hukum.