Virus Corona
Jutaan Penyintas Bisa Jadi Benteng dari Varian Omicron, tapi Potensi Timbulkan Tsunami Long Covid-19
Namun, menurut Dicky, kalau pun keberadaan Omicron sudah ada di tanah air, tidak perlu dianggap sebuah bencana.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Dicky Budiman, epidemiolog dari Griffith University Australia mengatakan, ditemukannya varian Covid-19 Omicron di Indonesia, hanya masalah waktu.
Potensinya, kata Dicky, bahkan terbilang cukup besar.
Dicky mengatakan Indonesia bukan negara yang mengisolasi diri, dan masih pula memiliki akses penerbangan dengan Afrika, atau negara lain yang punya akses dengan Afrika.
Baca juga: Saat Lantik 44 Bekas Pegawai KPK, Kapolri Ungkap Niat Bentuk Kortas Tipikor
Sebelum Omicron dinyatakan WHO sebagai varian of concern (VOC), Dicky menyebutkan kemungkinan varian itu sudah ada. Ditambah, survelen genomocic yang terbatas.
Namun, menurut Dicky, kalau pun keberadaan Omicron sudah ada di tanah air, tidak perlu dianggap sebuah bencana.
"Kita diuntungkan dengan populasi muda. Sebagian besar sudah terinfeksi. Jutaan kita itu sudah terinfeksi."
Baca juga: Vaksinasi Dosis Lengkap Jadi Syarat Bepergian Antar Kabupaten/Kota di Jawa-Bali Saat Libur Nataru
"Dan itu di sisi ada positif, ada negatif juga," ungkapnya kepada Tribunnews, Kamis (9/12/2021).
Sisi positifnya adalah sebagian besar masyarakat sudah memiliki barrier atau benteng.
Setidaknya dari dua sampai tiga bulan ke depan, semenjak dinyatakan negatif setelah terinfeksi.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 10 Desember 2021: Dosis Pertama 145.085.912, Suntikan Kedua 101.794.596
"Namun hal tersebut tidak jadi andalan."
"Satu, berita buruknya bahwa sebagian besar berpotensi long Covid-19 yang bisa menurunkan kesehatan mereka," tuturnya.
Dan hal ini bisa menjadi beban bagi negara ini. Setidaknya lima sampai enam tahun ke depan. Situasi ini kata Dicky disebut sebagai tsunami long Covid-19.
Baca juga: Ini Hal-hal yang Bakal Dibahas Pansus RUU Ibu Kota Negara, Salah Satunya Soal Status Baru Jakarta
Di sisi lain, imunitas yang terbentuk dari infeksi Covid-19 tidaklah kuat dan konsisten.
Juga, tidak sekompleks imunitas yang divaksinasi. Sehingga mereka tetap harus divaksinasi. (Aisyah Nursyamsi)