Pemilu 2024
MK Wajibkan Parpol yang Tak Lolos ke Senayan pada Pemilu 2019 Diverifikasi Faktual, PBB Kecewa
MK memutuskan parpol yang tidak lolos ke Senayan pada Pemilu 2019, tetap harus menjalani verifikasi faktual.
Putusan itu dimulai dengan sebuah pertanyaan, apakah adil ketiga varian capaian perolehan suara dan tingkat keterwakilan suatu partai politik disamakan dengan partai politik baru yang akan menjadi peserta pemilu pada 'verifikasi' kontestasi pemilu selanjutnya?
Dalam perspektif keadilan, hal ini tidak dapat dikatakan adil, karena esensi keadilan adalah memperlakukan sama terhadap sesuatu yang seharusnya diperlakukan sama, dan memperlakukan berbeda terhadap sesuatu yang seharusnya diperlakukan berbeda.
"Memperlakukan verifikasi secara sama terhadap semua partai politik peserta pemilu, baik partai politik peserta pemilu pada pemilu sebelumnya maupun partai politik baru merupakan suatu ketidakadilan," demikian pertimbangan MK.
Maka itu, terhadap partai politik yang lolos/memenuhi ketentuan parliamentary threshold, tetap diverifikasi secara administrasi namun tidak diverifikasi secara faktual.
Adapun partai politik yang tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi/kabupaten/kota, dan partai politik yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi/kabupaten/kota.
Diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan secara faktual, hal tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru.
Tolak Uji Materi
MK menolak permohonan pengujian UU Pemilu yang dimohonkan oleh Akhid Kurniawan dkk, dan memberi kuasa kepada Fadli Ramadhanil serta Heroik Mutaqin.
Perkara bernomor 16/PUU-XIX/2021 ini menyoal norma UU pada Pasal 167 Ayat (3) sepanjang frasa 'pemungutan suara dilaksanakan secara serentak', dan Pasal 347 Ayat (1) UU 7/2017.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Ketua Majelis Konstitusi Anwar Usman membaca amar putusan, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (24/11/2021).
MK menilai dalil pemohon soal lima kotak suara menyebabkan beban kerja petugas penyelenggara Pemilu ad hoc sangat berat, tidak rasional dan tidak manusiawi berkaitan dengan manajemen pelaksanaan Pemilu yang merupakan bagian dari implementasi norma.
Menurut MK, dalil yang dipermasalahkan Pemohon sangat berkaitan dengan teknis dan manajemen tata kelola yang menjadi faktor penting kesuksesan penyelenggaraan Pemilu Serentak.
"Menurut Mahkamah, beban kerja yang berat, tidak rasional dan tidak manusiawi sangat berkaitan dengan manajemen pemilihan umum yang merupakan bagian dari implementasi norma," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Bahkan, MK memandang pembentuk UU dan penyelenggara Pemilu dengan struktur yang dimiliki saat ini, justru punya kesempatan mengevaluasi dan melakukan kajian berkala terhadap pelaksanaan teknis keserentakan Pemilu.
Evaluasi tersebut bisa berupa pembentuk UU, dan penyelenggara Pemilu bisa menyepakati jeda waktu antara pemilihan anggota DPR RI, DPRD Kabupaten/Kota dengan pemilihan anggota DPR, DPD dan Presiden/Wakil Presiden.