Mantan Gubernur Bengkulu

Kuasa Hukum PT TAC Bingung Polisi tak Menahan Mantan Gubernur Bengkulu yang Berstatus Tersangka

Sikap Polda Metro Jaya dipertanyakan saat menangani kasus dugaan penipuan yang dilakukan mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Valentino Verry
Istimewa
Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin dan mantan anggota DPR RI Raden Saleh Abdul Malik yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tapi belum dilakukan penahanan oleh Polda Metro Jaya. 

Saat itu, Gubernur Bengkulu periode tahun 2005-2011 itu mengaku memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

"Jadi tahun 2019 bulan Juni atau Juli, AG ajak bisnis klien saya dalam bidang perkayuan. Karena si AG mengaku punya HPH," ujarnya dihubungi Senin (22/11/2021).

Saat itu, klien Andreas memiliki pabrik, alat berat, dan kendaraan berat.

Agusrin pun meminta klien Andreas menjual pabrik, alat berat, dan kendaraan berat kepadanya dengan nilai Rp32,4 Miliar.

Keduanya pun resmi bekerjasama dan membentuk perusahaan bersama bernama PT Citra Karya Inspirasi (CKI).

Baca juga: Kenaikan UMP Tidak Sesuai Permintaan, Diana: Minta Para Buruh Untuk Memahami

Dimana 52,5 persen saham milik PT TAC dan 47,5 persen saham milik PT Anugerah Pratama Insipirasi (API) milik Agusrin.

Kesepakatan itu kata Andreas berlangsung di kawasan Jakarta Selatan. Dimana nilai jual beli mencapai Rp33 Miliar.

"Dari nilai Rp33 Miliar mereka baru DP sebesar Rp2,9 Miliar," jelasnya.

Sisanya Rp30,5 Miliar pihak Agusrin meminta tenggat waktu dua sampai tiga bulan.

Kemudian, sisa pembayaran dibayar Agusrin dengan cek senilai Rp20 Miliar dan Rp10,5 Miliar.

Baca juga: Pastikan Tak Ada Klaster Sekolah, Ariza: Sekalipun Ada, Langsung Kami Tutup

Namun, setelah dua cek tersebut jatuh tempo dan masuk ke bank, ada surat keterangan penolakan.

Akhirnya pihak Agusrin mentransfer sebagian uang tersebut.

Namun masih tersisa Rp25,8 Miliar kewajiban PT API yang belum dibayarkan.

Pihak PT TCI sudah mencoba melakukan penagihan sisa pembayaran. Namun upaya itu sia-sia sehingga mereka melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya.

Kata Andreas, meski semua aset ada di Bengkulu, namun perjanjian itu digelar di Jakarta Selatan sehingga pelaporan dilakukan di Polda Metro Jaya.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved