Bupati Hulu Sungai Utara Ditetapkan Tersangka Suap dan Gratifikasi oleh KPK

Atas penetapan ini, KPK langsung melakukan penahanan terhadap Abdul Wahid dalam 20 hari ke depan.

Istimewa
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Penetapan tersangka terhadap Abdul Wahid ini merupakan pengembangan kasus yang telah menjerat Kepala Dinas PU Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi sebagai tersangka.

Atas penetapan ini, KPK langsung melakukan penahanan terhadap Abdul Wahid dalam 20 hari ke depan.

Hal itu dikatakan Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11/2021).

"Tim KPK telah mengumpulkan berbagai informasi dan data serta keterangan mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, sehingga KPK menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan KPK selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Firli Bahuri.

Firli menjelaskan, Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara dua periode menunjuk Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) pada 2019.

Maliki diduga memberikan uang kepada Abdul Wahid agar menduduki jabatan tersebut.

"Penerimaan uang oleh tersangka AW (Abdul Wahid) dilakukan di rumah MK (Maliki) pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh MK melalui ajudan tersangka AW," katanya.

Baca juga: Yayasan Kepemudaan Besutan Politisi PSI Michael Sianipar Ajukan Anggaran Miliaran Rupiah ke Anies

Baca juga: Terjaring Operasi Zebra Karena Tak Pakai Helm dan Masker, Dua Remaja Perempuan Diantar Pulang

Baca juga: Demo Buruh di Balai Kota DKI, Gubernur Anies: Kami Bantu Turunkan Biaya Hidup

Tak hanya soal jual beli jabatan Kepala Dinas PUPRP, Abdul Wahid juga diduga menerima suap dari proyek-proyek di Kabupaten HSU.

Pada awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas bupati untuk melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.

Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.

Abdul Wahid menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10% untuk dirinya dan 5% untuk Maliki.

Pemberian commitment fee yang antara lain diduga diterima oleh Abdul Wahid melalui Maliki berasal dari Marhaini dan Fachriadi senilai sekitar Rp500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima commitment fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yakni sebesar Rp 4,6 miliar untuk tahun 2019, sebesar Rp 12 miliar pada 2020 dan sebesar Rp 1,8 miliar pada 2021.

"Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli.

Baca juga: Banjir di Todipan Purwosari Solo Jadi yang Terparah dan Lama Surut, Begini Komentar Walikota Gibran

Baca juga: Berbaur dengan Buruh yang Gelar Demo di Balai Kota, Anies Janjikan Biaya Hidup Rendah di Ibukota

Baca juga: Demo Buruh di Balai Kota DKI, Gubernur Anies: Kami Bantu Turunkan Biaya Hidup

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved