Lifestyle
Banyak Waktu Luang saat Pandemi Covid-19 Membuat Risiko Diabates dan Prediabetes dapat Meningkat
Pandemi Covid-19 banyak mengubah gaya hidup. Sebagian membuat kesadaran akan kesehatan menjadi meningkat,ada juga yang sebaliknya
Penulis: LilisSetyaningsih | Editor: LilisSetyaningsih
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 banyak mengubah gaya hidup.
Sebagian membuat kesadaran akan kesehatan menjadi meningkat.
Namun sebaliknya ada yang membuat bertambah risiko penyakit.
Diantaranya akibat kurang gerak dan banyak ngemil membuat obesitas, jam tidur yang berkurang akibat banyak menonton, serta cemas yang meningkatkan stres.
Baca juga: Telemedicine Bagi Penderita Diabetes Agar Gula Darah Tetap Terkontrol saat Masa Pandemi Covid-19
Baca juga: Termasuk dalam golongan Rentan Terkena Infeksi, Ibu Hamil dan Menyusui Jangan Ragu Vaksinasi Covid19
Beberapa penyakit juga dilaporkan meningkat selama pandemi, diantaranya diabates melitus (DM) atau awam menyebut kencing manis.
Berdasarkan survei yang dilakukan Merck bekerjasama dengan YouGov, terungkap bahwa responden di Indonesia telah menerapkan perubahan gaya hidup yang dapat mengurangi atau bahkan meningkatkan risiko terhadap diabetes.
Hal ini, disebabkan oleh semakin banyaknya waktu luang di rumah.
Survei ini dilakukan pada 10-27 September 2021 dengan melibatkan 8.000 orang dewasa di Indonesia, Brasil, Meksiko, Rusia, Cina, Vietnam, Portugal dan Uni Emirat Arab.

Banyak responden yang mengatakan bahwa mereka melakukan perubahan yang lebih sehat, seperti 51 persen lebih banyak makan buah dan sayuran dan 40 persen semakin sering berolahraga selama pandemi Covid-19.
Namun, tidak sedikit pula responden yang lebih sering mengonsumsi makanan tinggi lemak dan gula (13 persen) dan semakin jarang berolahraga (19 persen).
Padahal, dari survei tersebut juga terungkap bahwa sebanyak 68 persen orang di Indonesia percaya bahwa perubahan gaya hidup yang dapat mengurangi risiko terhadap diabetes dan 73 persen menyadari bahwa asupan makanan tinggi gula memainkan peran utama dalam menyebabkan diabetes.
Selain perubahan gaya hidup, survei ini juga mengungkapkan bahwa kebanyakan orang (82 persen responden) di Indonesia tidak tahu harus bertanya kepada siapa atau mengakses sumber informasi yang dapat diperpercaya tentang risiko diabetes.
Baca juga: Pandemi Covid-19 mampu Jadi faktor yang mempercepat lahirnya inovasi dan teknologi kesehatan
Baca juga: Kelurahan Kebon Kacang Gelar Vaksinasi Covid-19 Berkerjasama dengan RSUD Tanah Abang
Sementara itu, hasil survei juga menunjukkan 67 persen akan mencoba mengakses informasi terpercaya tentang faktor risiko diabetes di internet, dimana 31 persen diantaranya akan mengakses informasi melalui media sosial.
Bukan hanya melalui internet, tidak sedikit responden yang akan menggunakan program TV (21 persen) dan akan berbicara dengan keluarga atau teman (35 persen) untuk mencari informasi tentang diabetes.
Melihat data tersebut, hadirnya berbagai inisiatif dan platform terpercaya sangat dibutuhkan agar dapat terus mengedukasi masyarakat tentang bahaya diabetes dan cara pencegahannya.
“Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan besar terhadap gaya hidup yang dapat menjadikan kita lebih sehat ataupun tidak," kata Evie Yulin, Presiden Direktur PT Merck Tbk, Sabtu (13/11/2021).

"Saat ini, kita sudah mulai beradaptasi untuk hidup berdampingan dengan virus ini dan perlu memahami kebiasaan yang dapat mengurangi ataupun meningkatkan risiko diabetes," imbuhnya.
Evie melanjutkan, kita dapat membuat pilihan yang tepat untuk mempertahankan yang gaya hidup yang sehat dan mengubah yang buruk menjadi baik.
Risiko terkena diabetes tipe-2 dapat dikurangi hingga 58 persen dengan perubahan gaya hidup, seperti pola makan yang seimbang, rutin berolahraga, dan menurunkan berat badan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa setiap penurunan berat badan hingga satu kilogram, risiko terkena diabetes pun ikut berkurang hingga 16 persen.
Baca juga: RSUD Tangerang Miliki Layanan Hearing Solution, Pemeriksaan Pendengaran dari Bayi Hingga Lansia
Sementara itu, dr. L. Aswin Pramono, M.Epid., Sp.PD dari Rumah Sakit St. Carolus Jakarta menyambut baik upaya Merck untuk melakukan edukasi kepada publik tentang pencegahan risiko diabetes.
Menurutnya, sebelum terjadi diabates, prediabetes pun harus dicegah.
Prediabetes merupakan kondisi gula darah yang tinggi, namun belum sampai menyentuh kriteria diagnosis diabetes.
Namun, tidak banyak orang yang menyadari kondisi prediabetes, karena memang gejalanya yang minim sampai kemudian berkembang menjadi diabetes dan menimbulkan komplikasi.
Baca juga: Seluruh Wisatawan dari Berbagai Daerah Sudah bisa Masuk ke TM Ragunan, Pengunjung naik 50 Persen
Untuk mencegahnya, sangat direkomendasikan untuk rutin berolahraga setidaknya 150 menit seminggu, atau 30 menit setiap hari selama 5 hari dalam seminggu.
Olahraga yang dilakukan misalnya berjalan kaki, naik sepeda, atau berenang.
Usaha lainnya dalam mengobati prediabetes adalah berusaha mengubah pola makan dengan diet yang bergizi seimbang dan mengelola stres.
"Untuk itu, sebuah kampanye yang dapat mendorong perubahan gaya hidup akan sangat diperlukan untuk membantu mengedukasi masyarakat," ujar dr. L. Aswin Pramono.
Baca juga: Kali Pesanggrahan dipenuhi Batang Pohon Pisang, Bambu, dan Sampah Rumah Tangga, Ini Penyebabnya
Untuk mencari tahu bagaimana perubahan gaya hidup dapat memengaruhi risiko diabetes, dapat mengikuti penilaian prediabetes online Merck dengan mengunjungi www.cekprediabetes.com.
Saat ini diperkirakan lebih dari 460 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes dan prediabetes yang sebenarnya dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup. (Lis)