Partai Politik
MA Tolak Uji Materi AD/ART Partai Demokrat, Yusril Ihza Mahendra: Tugas Saya Sudah Selesai
Perkara itu tercatat dengan nomor 39 P/HUM/2021. Pemohon adalah Muh Isnaini Widodo dkk melawan Menkumham Yasonna Laoly.
WARTAKOTALIVE., JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menolak uji materi alias judicial review terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Tribunnews, Selasa (9/11/2021).
Perkara itu tercatat dengan nomor 39 P/HUM/2021. Pemohon adalah Muh Isnaini Widodo dkk melawan Menkumham Yasonna Laoly.
Baca juga: Rizieq Shihab Serukan Pengikutnya Boikot Kapolda Fadil Imran dan Pangkostrad Dudung Abdurachman
Para pemohon memberikan kuasa kepada Yusril Ihza Mahendra.
Majelis hakim yang menangani perkara tersebut adalah ketua majelis Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi.
Objek sengketa perkara tersebut adalah AD/ART Partai Demokrat tahun 2020.
LIVE REPORT: TOMMY SOEHARTO LUNCURKAN REST AREA MODERN
Baca juga: Kasubdit Resmob Polda Metro Jaya: Anggota FPI Berhasil Rebut Senjata Api dan Arahkan ke Terdakwa
AD/ART itu disahkan berdasarkan Keputusan Nomor M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan AD/ART, pada 18 Mei 2020.
Para pemohon pada pokoknya mendalilkan:
⦁ AD/ART Parpol termasuk peraturan perundang-undangan, karena AD/ART Parpol merupakan peraturan yang diperintahkan oleh UU 2/2008 jo UU 2/2011 (UU Parpol) dan dibentuk oleh Parpol sebagai badan hukum publik.
Baca juga: Andre Rosiade Beberkan Harga Tes PCR Bisa di Bawah Rp 200 Ribu, Begini Hitung-hitungannya
Pembentukan AD ART Parpol beserta perubahannya juga harus disahkan oleh termohon, sehingga proses pembentukannya sama dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UU;
⦁ Objek permohonan baik dari segi formil maupun materie bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu:
1. UU 2/2008 jo. UU 2/2011 (UU Parpol);
2. UU 12/2011 jo. UU 15/2019 (UU PPP), dan
3. Anggaran Dasar Partai Demokrat Tahun 2015.
Sementara pendapat MA:
MA tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan, karena AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 dan pasal 8 UU PPP, sebagai berikut:
• AD/ART Parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal parpol yang bersangkutan;
⦁ Parpol bukanlah lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau Pemerintah atas perintah UU;
⦁ Tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan;
"Menyatakan permohonan keberatan HUM dari para pemohon tidak dapat diterima," bunyi putusan majelis.
Yusril Ihza Mahendra tak sependapat dengan putusan MA.
Kata Yusril, AD/ART tidak sepenuhnya hanya mengikat ke dalam, tetapi juga keluar.
Sebab, kata dia, AD parpol mengatur syarat menjadi anggota partai.
"Syarat menjadi anggota itu mengikat setiap orang yang belum ingin menjadi anggota parpol tersebut."
"Parpol memang bukan lembaga negara, tetapi perannya sangat menentukan dalam negara seperti mencalonkan Presiden dan ikut Pemilu," kata Yusril lewat keterangan tertulis, Selasa (9/11/2021).
Kata ahli tata hukum negara itu, Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jelas mengatakan UU dapat mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
"Ketika UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada AD/ART partai, maka apa status AD/ART tersebut?"
"Kalau demikian pemahaman MA, berarti adalah suatu kesalahan apabila UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada AD/ART," paparnya.
Menurut Yusril, pertimbangan hukum MA dalam memeriksa perkara ini terlihat sangat elementer.
Dia menilai pertimbangan tersebut masih jauh untuk dikatakan masuk area filsafat hukum dan teori ilmu hukum, untuk memahami pembentukan norma hukum secara mendalam.
Karena itu, menurut Yusril, dia dapat memahami mengapa MA sampai pada keputusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima, tanpa memandang perlu untuk memeriksa seluruh argumen yang dikemukakan dalam permohonan.
"Walaupun secara akademik putusan MA tersebut dapat diperdebatkan, namun sebagai sebuah putusan lembaga peradilan tertinggi, putusan itu final dan mengikat," bebernya.
Mantan Menteri Sekretaris Negara itu tetap menghormati putusan MA, walau tidak sependapat.
Sebab, kata dia, putusan MA terlalu singkat alias sumir untuk memutuskan sesuatu yang rumit.
"Pertimbangan hukum MA terlalu sumir dalam memutus persoalan yang sebenarnya rumit, berkaitan dengan penerapan asas-asas demokrasi dalam kehidupan partai."
"Tetapi itulah putusannya, dan apapun putusannya, putusan itu tetap harus kita hormati," ucap Yusril.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 9 November 2021: 434 Orang Positif, 585 Pasien Sembuh, 21 Meninggal
Yusril mengatakan, dengan adanya putusan dari MA tersebut, maka tugasnya sebagai pengacara 4 kader PD telah selesai.
Sebab, kata dia, tidak ada upaya hukum lanjutan yang dapat dilakukan setelah ada putusan JR oleh MA.
Kalau ada persoalan politik yang muncul sesudah putusan itu, dirinya yang bertindak sebagai advokat tidak dapat mencampuradukkan antara masalah hukum dengan masalah politik.
"Tugas saya sebagai lawyer sudah selesai sesuai ketentuan UU Advokat," tegasnya. (Rizki Sandi Saputra)