Data KPAI Bocor Dibobol Peretas, Pengamat Nilai Ini Yang Harus Dilakukan
Ia lalu menanyakan sebetulnya data apa yang dicuri atau disebar itu? KPAI harus umumkan ke publik.
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Budi Sam Law Malau
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Konsultan Yayasan Lentera Anak, Reza Indragiri Amriel, yang juga pakar Psikologi Forensik, menilai terkait bocornya data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) oleh peretas, maka ada sejumlah hal yang harus dilakukan dan tidak cukup dilaporkan ke polisi saja.
"Ribut-ribut tentang kebocoran data di KPAI, KPAI seharusnya melakukan apa? Sepanjang media beritakan, pimpinan KPAI sudah melapor ke kepolisian. Itu sudah betul. Tapi masih jauh dari cukup," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Senin (25/10/2021)
Ia menjelaskan pihak-pihak yang menyalahgunakan data tersebut bisa dipidana. "Tapi jangan lupa, sebatas menyebarkan identitas anak (rahasia) pun sudah merupakan persoalan pidana. Jadi, tidak perlu kita berimajinasi jauh tentang ragam viktimisasi terhadap anak-anak itu nantinya. Sejak momen data itu dibocorkan pun, pidana sudah bisa diaktifkan," katanya.
Ia lalu menanyakan sebetulnya data apa yang dicuri atau disebar itu? "KPAI harus umumkan ke publik. Tujuannya, agar masyarakat, terutama anak-anak yang datanya dibocorkan, bisa melakukan precaution atau pencegahan terjadinya situasi buruk berikutnya," kata dia.
Baca juga: Data KPAI Dibobol Peretas, Senator: Tidak Patut Dipandang Enteng
Baca juga: KPAI Dorong Proses Hukum Tragedi Susur Sungai Yang Reggut Nyawa 11 Siswa MTs Harapan Baru
Jadi, menurut Reza, KPAI jangan bersikap menyerahkan masalah keamanan yang sangat rawan ini sepenuhnya ke kepolisian untuk melakukan penanganan situasi. "KPAI sampaikan ke publik, seraya meminta maaf secara terbuka, agar anak-anak juga bisa menjaga diri mereka," ujar Reza.
Membayangkan risiko buruk yang bisa dialami oleh anak-anak yang datanya bocor tersebut, kata Reza, kepada mereka semestinya diberikan perlindungan khusus.
"Tapi anak-anak itu masuk dalam kategori apa? Dari lima belas kategori anak yang memperoleh perlindungan khusus sebagaimana tercantum pada UU Perlindungan Anak, nampaknya anak-anak yang datanya diretas atau pun dijual itu tidak masuk dalam kategori manapun," paparnya.
Alhasil, menurut Reza, boleh jadi ada kekosongan hukum yang dibutuhkan untuk memberikan perlindungan khusus bagi mereka.
Baca juga: Dugaan Pemerkosaan 3 Anak di Luwu Timur, KPAI Rekomendasikan 5 Hal
Baca juga: KPAI Dorong Proses Hukum Tragedi Susur Sungai Yang Reggut Nyawa 11 Siswa MTs Harapan Baru
Kevakuman hukum itu kata dia harus ditambal selekasnya. "Caranya bukan dengan merevisi UU Perlindungan Anak karena butuh waktu panjang untuk pembahasan antara Pemerintah dan DPR," katanya.
"Sebagai gantinya, agar cepat, Pemerintah bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) dengan isi tentang kewajiban dan tanggung jawab pemberian perlindungan khusus kepada anak-anak dalam kasus kebocoran data. Kewajiban dan tanggung jawab itu diembankan ke pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya," jelas Reza.
PERPPU, kata dia, sebagai solusi dengan nama populer PERPPU Kebiri, juga pernah dikeluarkan sebelum diberlakukannya UU 17/2016.
"Lagi-lagi, KPAI jangan menganggap bahwa dengan memolisikan kasus ini lantas kewajiban mereka sudah selesai. Laksanakan tugasnya agar Pemerintah menyusun perundang-undangan berupa PERPPU. Simultan, lakukan komunikasi ke DPR dan DPD RI agar PERPPU itu nantinya bisa naik kelas menjadi UU (revisi ketiga atas UU Perlindungan Anak)," tutup Reza. (bum)