Virus Corona
Lula Kamal: Kalau Molnupiravir Terbukti Jadi Anti Virus Covid-19, Pandemi Selesai
Hidup berdampingan dengan Covid-19 pun kini menjadi resolusi berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pandemi Covid-19 sudah berlangsung hampir dua tahun.
Hidup berdampingan dengan Covid-19 pun kini menjadi resolusi berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Praktisi kesehatan dr Lula Kamal MSc mengatakan, makna dari hidup berdampingan itu adalah mencoba menerima keberadaan Covid-19, sambil tetap menerapkan protokol kesehatan.
Baca juga: Lili Pintauli Dilaporkan ke Dewas KPK Lagi, Kali Ini karena Diduga Berkomunikasi dengan Cabup Labura
"Kita masih protokol kesehatan, kita harus pakai masker yang kadang-kadang sesak kalau kita bicara panjang lebar, karena udara untuk bernapas terasa kurang."
"Juga masih harus jaga jarak. Tapi bisa tidak, kita hidup berdampingan dengan Covid-19? Bisa," tutur Lula, dalam webinar Allianz Life Indonesia bertajuk 'Mungkinkah Kita Hidup Berdampingan dengan Covid-19?' Kamis (21/10/2021).
Kendati masih harus terus menerapkan protokol kesehatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan farmasi kini tidak hanya menghasilkan vaksin untuk virus tersebut.
Baca juga: Kementerian Kesehatan: Gelombang Ketiga Pandemi Covid-19 Adalah Keniscayaan
Namun, juga mulai menemukan obat yang diklaim bisa membuat Covid-19 menjadi penyakit yang tidak terlalu mengkhawatirkan.
Bahkan, Lula menyebut penyakit ini nantinya kemungkinan akan mirip seperti tifus, mereka yang mengalaminya bisa kembali pulih setelah mengonsumsi obat.
"Paling jelas seperti sakit tifus, kita kasih obatnya, selesai dan sembuh, ada antibiotiknya untuk menyelesaikan," papar dr Lula.
Baca juga: Tak Punya Partai, Anies Baswedan Dinilai Jagoan Try Out, Giliran Turnamen Diprediksi Takkan Lolos
Obat yang diklaim dapat mengurangi jumlah kasus rawat inap dan kematian di Amerika Serikat (AS) dan sedang diperbincangkan secara global itu disebut Molnupiravir, yang dikembangkan perusahaan farmasi AS, Merck.
"Kalau Covid-19 ada antivirusnya, yakni Molnupiravir untuk menyelesaikan, obatnya ketemu, maka selesai (pandemi ini), itu harapan kita semua," harap dr Lula.
Indonesia Rencanakan Uji Klinis
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya terus bekerja sama dengan BPOM dan berbagai rumah sakit vertikal, untuk melakukan review dan uji klinis obat-obatan dalam penanganan Covid-19 di tanah air.
Baik yang bersifat monoclonal antibodies (protein buatan yang meniru kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan patogen berbahaya), seperti obat-obatan besutan produsen Ely lili, Renegeron, maupun celltrion.
Juga, obat-obatan yang bersifat antivirus seperti Molnupiravir buatan perusahaan Amerika Serikat Merck.
Baca juga: Polri dan Mantan Pegawai KPK Bertemu Bahas Perekrutan Jadi ASN, Bakal Ada Pertemuan Selanjutnya
"Jadi obat-obatan tersebut sudah kita approach pabrikannya," ujar Budi dalam konferensi pers virtual Perpanjangan PPKM, Senin (4/10/2021).
Budi melanjutkan, Indonesia juga merencanakan memulai uji klinis sejumlah obat-obat itu.
"Diharapkan di akhir tahun ini kita sudah bisa mengetahui obat-obat mana kira-kira cocok untuk kondisi masyarakat kita," imbuh mantan Dirut Bank Mandiri ini.
Baca juga: HUT ke-76 TNI, Jokowi Minta Kebijakan Belanja Diubah Jadi Investasi Pertahanan yang Berkelanjutan
Sebelumnya, Pil antivirus Molnupiravir diklaim mampu mencegah kematian akibat Covid-19 hingga 50 persen.
Temuan ini pertama diumumkan pada Jumat (1/10/2021) lalu.
Obat antiviral ini dikembangkan oleh perusahaan Merck dan Ridgeback, Amerika Serikat.
Baca juga: DAFTAR Lengkap PPKM Jawa-Bali Hingga 18 Oktober 2021, Blitar Jadi Daerah Pertama Masuk Level 1
Hasil penelitian interim menunjukkan penurunan sebesar 50 persen angka perawatan di rumah sakit, juga mencegah kematian akibat Covid-19, pada pasien derajat ringan dan sedang.
Datanya menunjukkan 7.3 persen pasien (28 orang) yang mendapat molnupiravir (385 orang) dirawat di rumah sakit sampai hari ke 29 penelitian.
Sementara, pada mereka yang tidak mendapat Molnupiravir, artinya dapat plasebo saja (377 orang) ada 53 orang (14.1 persen) yang harus masuk RS, jadi sekitar dua kali lipat lebih banyak.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 5 Oktober 2021: Suntikan Pertama 94.939.217, Dosis Kedua 53.656.921
Selain data masuk rumah sakit pada mereka yang tidak dapat Molnupiravir, ada 8 orang yang meninggal.
Sedangkan yang mendapat molnupiravir memang tidak ada yang meninggal sampai hari ke-29 penelitian ini dilakukan.
Sampel penelitiannya adalah Covid-19 ringan dan sedang, dengan onset gejala paling lama 5 hari (tadinya pernah dirancang untuk 7 hari, lalu diturunkan menjadi 5 hari).
Baca juga: DAFTAR 3 Jenderal Bintang Lima di Indonesia, Cuma Ada Delapan Orang di Dunia
Data juga menunjukkan 40 persen sampelnya, memiliki efikasi yang konsisten pada berbagai varian yang ditemukan, yaitu Gamma, Delta, dan Mu.
Secara umum efek samping adalah seimbang antara yang mendapat Molnupiravir dan Plasebo, yaitu 35 persen dan 40 persen.
Sampel penelitian ini mempunyai setidaknya satu faktor risiko, atau yang biasa dikenal dengan Komorbid (seperti obesitas, diabetes mellitus, penyakit jantung dan juga usia tua (>60 tahun).
Baca juga: DAFTAR Lengkap Panglima TNI Sejak 1945: Dari AU dan AL Masing-masing Baru Ada Dua
Hasil interim uji klinik fase 3 ini kabarnya akan diproses untuk kemungkinan izin edar dalam bentuk Emergency Use of Authorization (EUA) ke BPOM Amerika Serikat (US-FDA), yang tentu nanti akan menilai semua data dan kelayakan.
Pada April 2021, uji klinik obat Molnupiravir ini pada pasien yang dirawat di rumah sakit dihentikan, karena tidak menunjukkan hasil yang baik pada pasien yang sudah masuk rumah sakit.
Sehingga, waktu itu diputuskan penelitian diteruskan hanya pada mereka yang belum masuk rumah sakit, yang hasilnya baru diumumkan pada 1 Oktober 2021. (Fitri Wulandari)