Berita Nasional
Tokoh Pemerhati Papua Sebut Tumpas Gerakan Sparatis, Papua Itu Damai Tidak Ada Perang
Tumpas Gerakan Sparatis, pengamat Papua sebut bahwa Papua itu damai tidak ada perang. Damai adalah sesuatua yang ada dalam tubuh manusia.
Penulis: Dodi Hasanuddin | Editor: Dodi Hasanuddin
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Tokoh Pemerhati Papua Sebut Tumpas Gerakan Sparatis, Papua Itu Damai Tidak Ada Perang
Tokoh Pemerhati Papua Dubes Prof. Imron Cotan mengungkapkan, Papua merupakan wilayah damai.
Menurutnya, damai adalah sesuatu yang sudah ada dalam tubuh manusia.
Kita ada bibit ingin damai, dalam diri sendiri, dengan orang lain, dengan alam. Perang adalah konsekuensi dari orang lain yang tidak terakomodir.
Baca juga: Gelombang Tinggi dan Angin Kencang Penyebab Terbaliknya KM Elang Laut di Kepulauan Seribu
Dalam konteks Papua tidak ada perang, meski dalam kultur Papua ada perang antar suku itu dinamakan perang.
Dalam konteks kenegaraan perang itu melibatkan dua entitas atau dua negara. Misalnya RI dengan Malaysia, Indonesia dengan Belanda pernah terjadi.
Di Papua bukan perang tapi, low intensity conflict (konflik intensitas rendah-red).
Baca juga: Di Masa PPKM Level 3 Pengelola TMII Akan Uji Coba Tiga Wahana Untuk Umum
Hal itu disampaikan Prof. Imron saat menjadi narasumber Webinar Moya Instute Beda Buku karya anak asli Papua karangan Steve Rick E Mara berjudul “Kita Semua Ingin Hidup Damai”.
Prof. Imron menyatakan bahwa dalam berbagai kasus sparatis dimanapun saja ditumpas secara militer.
Misalnya, di Irlandia ditumpas, di Sri Lanka yang memakan banyak korban ditumpas, di Amerika Latin juga dibasmi.
Baca juga: Djonny Syafruddin Ketua GPBSI Sebut Bioskop di Jakarta Akan Buka Kembali 16 September Ini
Ia menambahkan, dalam menangani low intensity conflict di Papua ada tiga hal. Yaitu: melalui militer, dengan cara negoisasi atau cara kombinasi keduanya.
"Perlu ditegaskan, bahwa Papua itu bukan integrasi ke Indonesia. Tapi, Papua itu kembali ke ibu Pertiwi. Karena Belanda tidak bisa mempertahankan secara militer sebagai koloni. Di Belanda tidak ada dokumen yang menyatakan Papua pernah merdeka," tuturnya, Selasa (14/9/2021).
Baca juga: Bank DKI Raih Penghargaan Indonesia Top Bank Awards 2021
ia mengatakan, berdasarkan penelitian UGM bahwa KKB telah melakukan banyak kekerasan di Papua. Sejak April 2021 KKB tercatat melakukan pelanggaran HAM sebanyak 188 kasus, polri 19 dan TNI 13.
Bahkan, saat ini kasus yang dilakukan KKB bertambah, seperti menembaki TNI, Polri atau warga sipil. "Kita harus objektif dalam melihat Papua dan tidak bisa bias.
Kita harus akui kesalahan-kesalahan dari KKB, TNI maupun Polri yang lakukan. Perlunya rekonsiliasi dan kebenaran ada dalam UU.
Atau dengan cara lain untuk menuju jalan damai yang harus kita pikir bersama. Percayalah semua pemberontakan di Indonesia tidak direstui oleh Tuhan .
Pemberontakan kiri, Islam tertumpas, PRRI Permesta tertumpas.
Baca juga: Sudah Dapat Sertifikat CHSE, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Tunggu Kepastian Buka Kembali
"Maka saya katakan sebagai orang moderat, Nusantara, pulau interaksi yang berabad-abad sudah terbentuk Indonesia. Dialog adalah salah satu pendekatan sebagai solusi jalan menuju damai,"paparnya.
John Al. Norotow merupakan mantan anggota OPM dan sekarang telah menyadari kekeliruannya dan menyatakan kesetiaannya kepada NKRI.
Baca juga: Komnas HAM Besok Akan Meminta Keterangan Pimpinan KPI dan Kepolisian
Menurutnya, apa yang dilakukannya dulu dengan para KKB sangat jauh berbeda.
Papua bagian dari Indonesia sudah final karena diakui oleh PBB. Bahkan pihak-pihak yang mau memerdekakan Papua tidak mampu mencabut resolusi atau keputusan PBB ini.
"Tidak punya dan tidak mampu mencabut resolusi itu, karena dipilih dari suara (negara berdaulat) di PBB," tuturnya.