Masih Pandemi, Rencana Kenaikan CHT Bakal Membebani Industri HPTL
Roy berharap pemerintah bijaksana menentukan kebijakan terkait cukai dengan mempertahankan beban cukai.
Penulis: Junianto Hamonangan | Editor: Agus Himawan
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah mengerek target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan sebesar 11,9% menjadi senilai Rp 203,9 triliun tidak hanya membuat was-was industri rokok.
Para pemangku kebijakan industri hasil produk tembakau lainnya (HPTL) ikut khawatir rencana kenaikan CHT karena bisa membebani mereka di tengah pandemi.
Ketua Asosiasi Pengusaha Penghantar Nikotin Indonesia (Appnindo) Roy Lefrans mengatakan pada Semester I-2021 penjualan HPTL anjlok sampai 50% dan akhir tahun ini diperkirakan penurunan penjualan bertambah sekitar 30%.
“Produsen juga mengurangi produksi sehingga kemampuan produsen untuk memesan pita cukai tetap terbatas. Produksi yang turun, otomatis membuat produsen mengerem pemesanan cukai,” ungkap Roy, melalui keterangan tertulis, Senin (13/9/2021).
Roy berharap pemerintah bijaksana menentukan kebijakan terkait cukai dengan mempertahankan beban cukai. Kebijakan itu juga dapat berguna untuk membatasi peredaran HPTL ilegal.
Baca juga: Helikopter Yang Jatuh di Bandar Udara Budiarto Curug, Sempat Terbang Mundur Sebelum Lepas Landas
Baca juga: Luncurkan Layanan Care Center 165, BPJS Kesehatan Ingin Lebih Mudah Diingat Masyarakat
“Untuk itu, jangan sampai kenaikan beban cukai malah menimbulkan polemik baru terkati HPTL ilegal,” ungkapnya.
Ketua Umum Koalisi Bebas TAR (Kabar) Ariyo Bimmo mengatakan pemerintah juga diharapkan membuat aturan cukai khusus bagi HPTL selain mempertahankan beban cukai untuk HPTL.
“Semangat pengawasan cukai adalah soal profil risiko. Pada saat risiko suatu produk lebih rendah, penghitungan seharusnya dibedakan dan lebih rendah,” kata Ariyo.
Ariyo bahkan mendukung diberikannya insentif untuk produk-produk HPTL supaya lebih mudah diakses perokok dewasa agar dapat menurunkan prevalensi merokok.
“Kenaikan CHT bisa diimbangi dengan insentif untuk pelaku HPTL yang terus melakukan inovasi agar produknya bisa jauh lebih rendah risikonya. Sehingga perokok dewasa bisa mendapat akses produk rendah risiko,” ujar Ariyo.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan ada urgensi keberadaan regulasi HPTL karena pengguna HPTL yang ditaksir sampai 2 juta orang.
Baca juga: Pemkot Jakbar Beri Pelatihan Digitalisasi ke Pelaku Usaha Kecil dan Menengah
Baca juga: Marak Penjual Daging Anjing di Pasar Jaya, Anak Buah Anies di DKPKP Jadi Sorotan, Ini Kata Pakar
“Jumlah pengguna HPTL makin banyak sehingga perlu dibuat regulasi tersendiri agar ekosistem industri juga bisa berkembang. Karena produk ini juga merupakan produk yang berbeda dari rokok, sehingga perlu diatur pula secara berbeda,” ujar Trubus.
Trubus menambahkan insentif juga menjadi hal penting karena pelaku HPTL mayoritas adalah UMKM dan bersifat padat karya yang berperan penting dalam aspek penyerapan tenaga kerja.
“Produk HPTL ini merupakan substitusi rokok konvensional, dengan risiko yang lebih rendah. Sehingga industri ini perlu didorong. Pungutan untuk pelaku usaha juga jangan dinaikan karena saat ini sudah relatif tinggi,” katanya.
Kebijakan cukai ramah terhadap pertumbuhan industri yang dapat mendorong kepatutan pelaku usaha terhadap pungutan. Sehingga peredaran produk ilegal juga dapat ditekan dan penerimaan negara meningkat.