Eksklusif Warta Kota
Imbas Covid-19, Inilah Pembangunan Infrastruktur DKI Jakarta yang Jadi Fokus Utama
Meski anggaran DKI Jakarta "terpukul" buntut pandemi Covid-19, namun sejumlah proyek tetap dikerjakan. Bahkan ada yang sudah rampung.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dian Anditya Mutiara
Jadi ada empat stasiun yang kami revitalisasi, pertama TOD Tanah Abang, kedua TOD Juanda dan sekitarnya.
Dari empat stasiun itu Alhamdulillah menjadi daya tarik luar biasa karena pada saat pandemi itu tahu-tahu sudah jadi.
Walaupun dengan dana sekian (terbatas), tapi bisa mengubah perilaku masyarakat yang tadinya pejalan kaki ini sekarang sudah terintegrasi lewat JakLingko, kereta api, dan ojek.
Kembali pada tahun 2021 ini, Alhamdulillah anggaran untuk trotoar naik meskipun tidak signifikan. Dari tahun lalu yang dianggarkan Rp 1 triliun, sekarang di tahun 2021 yah anggaran di bawah Rp 100 miliar.
Itu pun kami buat skala prioritas seperti di Kebayoran Baru, di Jalan Wolter Monginsidi, Jalan Senopati, dan Jalan Gunawarman karena ruas jalan itu masuk dalam kawasan TOD Blok M.
Harapannya ketika penumpang masuk Stasiun MRT Blok M, mereka dapat lebih mudah mengakses transportasi lain.
Dari TOD tadi kami juga membangun di lima wilayah yang memang menjadi KSD Pemerintah Kota. Contoh kami buat di kawasan Duri Kosambi dan Puri Wangi di Jakarta Barat.
Kemudian jalan di Jakarta Timur ada di Jalan Layur, Jakarta Utara ada di Danau Sunter, dan di Jakarta Pusat ada Jalan Raden Saleh untuk menghubungkan kawasan Cikini dan Salemba.
Kemudian Jakarta Selatan di sana ada TOD Tebet, kami buat di Jalan Raya Tebet untuk pedestriannya.
Jadi, artinya dalam pembangunan trotoar ini kami buatkan skala prioritas. Nanti kalau tahun 2022 misalnya dapat Rp 150 miliar, ya nanti kami skala prioritas kembali mungkin di daerah Juanda, KH Mas Mansyur, Proklamasi dan sebagainya.
Skala prioritas kami adalah untuk bisa mengimplementasikan bahwa pedestrian itu adalah suatu ciri khas kota modern, agar pejalan kaki merasa nyaman, aman, dan bisa menikmati mobilitasnya.
Bagaimana stigma masyarakat tentang pemerintah daerah yang mempersempit ruas jalan kendaraan, tapi memperlebar jalur untuk pedestrian?
Kami dapat image (dipandang) kok untuk kendaraan pribadi jalannya dipersempit, tapi trotoar dibikin lebar.
Itu sebenarnya kami bukan memperkecil badan jalan, kami hanya mengkonsistensi lajur jalan. Mungkin bisa dilihat lajur jalannya itu bervariasi, ada yang memiliki lima lajur, ada yang empat lajur dan tiga lajur. Nah kami mengkonsistensi lajur itu menjadi tiga lajur semua.
Jadi tiga lajur jalan mungkin rata-rata satu lajur sekitar 3,5 meter, sisanya kami buat untuk trotoar. Upaya mengonsistenkan lajur jalan bertujuan untuk menghindari kemacetan karena adanya penyempitan jalan seperti bottleneck.