Berita Jakarta
Anggota Dewan Saling Selisih Paham, Interpelasi Formula E Dianggap Bikin Pusing Warga Ibu Kota
Anggota Dewan Saling Selisih Paham, Interpelasi Formula E Dianggap Bikin Pusing Warga Ibu Kota. Berikut Alasannya
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dwi Rizki
WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Pimpinan DPRD DKI meminta anggotanya untuk menghentikan selisih paham tentang penggunaan hak interpelasi Formula E.
Pimpinan mengakui, rencana perhelatan Formula E memang menuai pro dan kontra di interal DPRD DKI Jakrta.
“Perdebatan kita bukan solusi untuk warga. Rakyat pusing lihat dewan selisih paham terus,” kata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PAN Zita Anjani pada Sabtu (21/8/2021).
Zita mengatakan, pembahasan soal Formula E sebetulnya bisa dibicarakan secara terbuka di rapat Komisi.
Karena itu, dia mempertanyakan rencana anggota Fraksi PDI Perjuangan dan PSI yang ingin memakai hak interpelasi.
“Selama ini Gubernur dan jajarannya sangat kooperatif, semua data terbuka tidak ada yang ditutupi,” ujar putri dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan ini.
Baca juga: Sirkuit Formula E Belum Tentu di Monas, Arena Balap akan Dibuat Sementara dan Ikuti Kondisi Lapangan
Menurutnya, pandemi sudah cukup banyak mendatangkan masalah.
Banyak tenaga kesehatan yang gugur, korban jiwa berjatuhan, ekonomi terganggu dan rakyat putus kerja.
“Sebagai anggota dewan, harusnya kita mampu menunjukkan karakter wakil rakyat yang mengedepankan kepentingan rakyat,” ujarnya.
Karena itu dia berharap kepada anggota dewan yang lain, sesama wakil rakyat harusnya mampu menjaga empati.
Anggota dewan harus tampil menjadi teladan yang terdepan memberi solusi untuk kepentingan-kepentingan rakyat.
“Di tengah kondisi serba sulit, warga butuh aksi-aksi konkret yang bisa membantu ekonominya, yang bisa mengenyangkan perutnya dan yang bisa menjaga kesehatannya,” ucapnya.
Tak Jatuhkan Anies Baswedan
Pimpinan DPRD DKI Jakarta memastikan hak interpelasi yang digulirkan oleh sejumlah anggota bukan untuk menjatuhkan sosok Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Namun hak itu dipakai hanya untuk meminta klarifikasi kepala daerah terkait kebijakan yang telah dikeluarkan di Ibu Kota.
“Ini hak anggota dewan, bukan mau menjatuhkan Pak Gubernur, bukan itu tujuan kami tapi hanya mempertanyakan saja,” kata Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi di DPRD DKI Jakarta pada Jumat (20/8/2021)
Baca juga: Kasus Dugaan Prostitusi di Hotel G2, Plt Wali Kota Jaksel Masih Tunggu Hasil Penyelidikan Polisi
Baca juga: Kasus Dugaan Prostitusi Hotel G2, Plt Wali Kota Jakarta Selatan: Tidak Kita Tolerir
Menurut Prasetyo, interpelasi merupakan hak setiap anggota dewan sebagai pengawas pemerintah, sehingga kurang tepat bila hak itu diklaim mengatasnamakan fraksi.
Nantinya anggota dewan bakal mempertanyakan beberapa hal, terutama terkait temuan dan rekomendasi dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.
Misalnya temuan tentang adanya pegawai negeri sipil (PNS) yang masih diberikan tunjangan, padahal mereka sudah meninggal dunia. Termasuk soal pembayaran Formula E yang rencananya bakal digelar pada Juni 2022 mendatang.
“Formula E kan (rencananya) sedang berjalan, makanya kami pertanyakan dalam hak interpelasi nanti. Itu akan dijawab di situ dan akan terang benderanglah. Saya akan buka dalam pembahasan, nanti kalau itu terjadi,” ujar Prasetyo.
Baca juga: Pencabutan Izin Hotel G2, Disparekraf DKI Jakarta Tunggu Hasil Penyelidikan Polisi
Baca juga: Terbukti Terlibat Dalam Praktik Prostitusi, Pemprov DKI Bakal Cabut Izin Operasional Hotel G2
Hingga kini, Prasetyo belum mengetahui ada berapa banyak anggota dewan yang sepakat mengajukan hak interpelasi.
Sementara, tercatat ada sebanyak 15 anggota dewan yang ingin mengajukan hak interpelasi pada Rabu (18/8/2021) lalu.
Mereka terdiri dari Fraksi PDI Perjuangan sebanyak tujuh orang dan Fraksi PSI sebanyak delapan orang. Jumlah anggota dewan yang ingin mengajukan hak interpelasi sebetulnya telah memenuhi syarat.
Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan DPRD DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD DKI Jakarta. Dalam Pasal 12 ayat 2 dijelaskan, hak interpelasi bisa terwujud bila ada 15 anggota dewan yang mengajukan, dan lebih dari satu fraksi.
“Itu (rencana hak interpelasi) sedang berjalan, saya kan nggak tahu karena itu hak mereka (anggota dewan),” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Prasetyo juga belum mengetahui secara pasti detail pertanyaan yang bakal diajukan anggota dewan kepada gubernur saat hak interpelasi dapat terlaksana. Dia menyebut, pada saatnya seputar pertanyaan itu akan terungkap dan masyarakat dapat menyaksikannya.
“Saya nggak tahu nanti diskusi dalam interpelasi, mana yang prioritas dan mana yang tidak prioritas. Nanti akan terjadi diskusi, masyarakat juga bisa melihat karena bukan apa-apa, sekali lagi kalau ada permasalahan harus diberesin,” jelasnya.
Baca juga: Kasus Dugaan Prostitusi Hotel G2, Plt Wali Kota Jakarta Selatan: Tidak Kita Tolerir
Baca juga: Gandeng Polisi, Satpol PP Jaksel Dalami Kasus Dugaan Prostitusi Berkedok Pijat di Hotel G2
Baca juga: Tidak Kunjung Jera, Hotel G2 Kembali Tawarkan Belasan Terapis Siap Dibooking di Tengah Masa PPKM
Seperti diketahui, 15 anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan sebanyak tujuh orang dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mencapai delapan orang bersedia mengajukan hak interpelasi.
Hak tersebut digunakan untuk meminta klarifikasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal rencana ajang balap Formula E di tengah pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan Ima Mahdiah mendesak Pemerintah DKI untuk membatalkan turnamen Formula E.
Selain karena masih pandemi Covid-19, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta juga menemukan adanya potensi kerugian penyelenggaraan Formula E sebesar Rp 106.000.000.000.
Kemudian dalam studi kelayakan yang diterbitkan, Pemprov DKI Jakarta tidak memasukkan komponen nilai biaya komitmen atau commitment fee sebagai biaya balapann.
“Dalam situasi pandemi Covid-19 ini hendaknya Pemerintah DKI Jakarta lebih fokus dan berkomitmen untuk melakukan penanggulangan dampak pandemi Covid-19, bukan malah memaksakan penyelenggaraan Formula E,” katanya.
Sementara Pemprov DKI Jakarta melalui PT Jakpro dan Dinas Pemuda dan Olahraga DKI telah melakukan pembayaran biaya penyelenggaraan Formula E kepada FEO senilai 53 juta pound sterling atau setara Rp 983.310.000.000.
Rinciannya, sebesar 20 juta pound sterling atau setara Rp 360.000.000.000 dibayar tahun 2019 dan 11 juta pound sterling atau Rp 200.310.000.000 dibayar tahun 2020.
Duit sebanyak itu dibayar Dispora kepada FEO, sedangkan bank garansi 22 juta pound sterling atau Rp 423.000.000.000 dibayar PT Jakpro.
Ajang balap mobil listrik ini rencananya digelar di Kawasan Monas, Jakarta Pusat, namun karena adanya pandemi Covid-19 diundur menjadi tahun 2022 mendatang.
Berikut Rincian perkiraan biaya penyelenggaraan Formula E melalui penyertaan modal daerah (PMD) PT Jakpro
1. Tahun 2020 sebesar Rp 344.400.000.000
2. Tahun 2021 sebesar Rp 218.000.000.000
3. Tahun 2022 sebesar Rp 221.000.000.000
4. Tahun 2023 sebesar Rp 226.000.000.000
5. Tahun 2024 sebesar Rp 230.000.000.000