Kerap Jadi Juru Damai, Jusuf Kalla: Pahala Mendamaikan Orang Itu Paling Tinggi, Malah di Atas Salat

Sebagai juru damai, sekurangnya ada tiga konflik besar dan berdarah di dalam negeri yang pernah ditanganinya, yakni konflik Poso, Ambon, dan Aceh.

TRIBUNNEWS/FITRI WULANDARI
Jusuf Kalla kerap diminta membantu penyelesaian konflik di antara tokoh negara tetangga, maupun konflik antar-negara, meski tidak semuanya berjalan mulus. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12, mengungkap motivasinya kerap terjun dalam berbagai upaya resolusi konflik, di dalam maupun luar negeri.

Sebagai juru damai, sekurangnya ada tiga konflik besar dan berdarah di dalam negeri yang pernah ditanganinya, yakni konflik Poso, Ambon, dan Aceh.

Jusuf Kalla juga mengungkapkan kerap diminta membantu penyelesaian konflik di antara tokoh negara tetangga, maupun konflik antar-negara, meski tidak semuanya berjalan mulus.

Baca juga: Kabareskrim Ancam Tutup Permanen Penyedia Jasa Tes PCR yang Pasang Tarif Lebihi Harga Pemerintah

Di balik kiprahnya tersebut, Jusuf Kalla mengungkapkan setidaknya ada empat hal yang memotivasinya untuk melakukan hal tersebut.

Jusuf Kalla mengungkapkan hal tersebut, karena kerap ditanya mengapa ia mau terlibat dalam persoalan yang berat seperti itu.

Pertama, kata dia, adalah agama.

Baca juga: Tulis Surat Terbuka, Muhammadiyah Minta Jokowi Pulihkan Nama Baik 75 Pegawai KPK dan Dijadikan ASN

Hal tersebut disampaikan Jusuf Kalla dalam webinar bertajuk Memperkokoh Jembatan Kebangsaan: Belajar Mediasi Konflik dari Pengalaman Jusuf Kalla di kanal Youtube PUSAD Paramadina, Kamis (19/8/2021).

"Saya bilang kan dalam agama, mendamaikan orang itu mendapat pahala yang paling tinggi, malah di atas salat," kata Jusuf Kalla.

Kedua, adalah menyangkut kemanusiaan.

Baca juga: Kapolda Metro Jaya: Pandemi Covid-19 Skenario Tuhan Supaya Kita Kembali ke Jati Diri Bangsa

Ia mengatakan, jika konflik berdarah yang memakan banyak korban jiwa tidak segera diselesaikan, maka dampaknya adalah korban akan terus berjatuhan.

"Jadi kalau kita terlambat menyelesaikannya, korbannya bisa bertambah," tutur Jusuf Kalla.

Ketiga, demi persatuan bangsa dan negara.

Baca juga: TPU Tegal Alur Tak Bisa Lagi Tampung Jenazah Pasien Covid-19 Maupun yang Bukan

"Saya tidak mau lihat negara ini terpecah belah karena prinsip-prinsip yang sebenarnya tidak terlalu besar," ucapnya.

Keempat, menjalankan amanat Undang-undang Dasar.

Menurutnya, apa yang ia lakukan di dunia internasional dalam upaya mendamaikan konflik antar-negara atau di negara lain, merupakan pelaksanaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Baca juga: Airlangga Hartarto: DKI Jakarta Provinsi Pertama Vaksinasi Covid-19 di Atas 100 Persen

"Justru kita menjalankan UUD."

"Dalam mukadimah UUD bahwa salah satunya Indonesia ikut melaksanakan perdamaian dunia."

"Jadi kalau kita tidak ikut serta melaksanakan perdamaian itu, kita tidak melaksanakan UUD," paparnya.

Baca juga: Satgas: 89 Persen Peneliti Sepakat Covid-19 Tidak akan Hilang Sepenuhnya

Mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla tak menyangka kelompok Taliban bergerak cepat menguasai Kabul, setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menarik tentaranya dari wilayah itu.

Pada konferensi pers, Senin (16/8/2021), JK mengatakan peristiwa di Afganistan di luar perkiraan semua orang, karena menurutnya Taliban tidak akan secepat itu masuk ke ibu kota Kabul.

Ia sudah memperkirakan, Kabul akan dikuasai Taliban, namun butuh satu hingga dua bulan untuk Taliban masuk Kabul, setelah AS menarik tentaranya dari negara itu.

Baca juga: Dari Sumatera Hingga Kalimantan, Densus 88 Ciduk 48 Tersangka Teroris dalam Waktu 4 Hari

“Ternyata sebelum akhir bulan ini mereka masuk dengan damai."

"Saya katakan damai, karena saya belum mendapat laporan adanya korban,” kata JK kepada wartawan, Senin (16/8/2021).

JK mengatakan, baik dari pemerintahan Afganistan maupun kelompok Taliban, tidak ingin ada korban.

Baca juga: Pemerintah Turunkan Harga Tes PCR: Maksimal Rp 495 Ribu di Jawa-Bali, dan Pulau Lainnya Rp 525 Ribu

Daerah lain di Afganistan telah dikuasai Taliban, hanya tinggal ibu kota Kabul.

“Semuanya menyerahkan diri tanpa syarat, itulah yang terjadi di Afganistan atau di Kabul pada hari ini, kita tahu semua,” ujarnya

JK mengatakan, selama ini Afganistan berjalan dengan bantuan Amerika, baik dari bantuan militer hingga ekonomi.

Baca juga: Ombudsman Nilai Capaian Vaksinasi Covid-19 Jakarta Ambigu, Pemprov Diminta Bersihkan Data

Dari mulai infrastruktur hingga gaji pegawai negeri, semuanya didukung AS.

Menurut JK, pada dasarnya Afganistan adalah negara yang kaya dengan sumber daya alamnya.

Taliban khawatir negara lain, seperti Cina dan Jepang, yang membutuhkan SDA, akan masuk dan ingin mendapat pengaruhnya di sana.

Akar Konflik

JK lantas menceritakan akar konflik yang terjadi di Afganistan.

Menurutnya, konflik antara kelompok Taliban dengan Amerika Serikat (AS) berkaitan dengan peristiwa 11/9 dan pemimpin kelompok Al-Qaeda, Osama bin Laden.

“Akar pemasalahanya Taliban tidak mau serahkan Osama bin Laden pada Amerika, sehingga Amerika menyerang Taliban,” bebernya, Senin (16/8/2021).

Baca juga: Modus Yayasan Milik Teroris JI Galang Dana, Tebar Kotak Amal Hingga Gelar Tablig Akbar

JK mengatakan, berdasarkan sejarahnya, Afganistan dikuasai oleh komunis 30 tahun yang lalu, kemudian datang pasukan dari Uni Soviet yang mendukung pemerintahan pada saat itu.

Namun, dilawan oleh kelompok Mujahidin yang mendapat dukungan dari Amerika Serikat.

Kelompok Mujahidin menang melawan Uni Soviet, dan memerintah Afganistan.

Baca juga: Teroris JI Himpun Dana Pakai Yayasan Syam Organizer, Bawa Isu Palestina untuk Hindari Kecurigaan

Namun, kelompok konservatif melawan kelompok Mujahidin, sehingga membentuk pemerintahan Taliban pada 1996 – 2001.

Pada 2001, terjadi peristiwa 9/11, di mana World Trade Center (WTC) diserang oleh kelompok Alqaeda yang dipimpin Osama bin Laden. Saat itu, Osama ada di Afganistan.

Amerika meminta Taliban menyerahkan Osama bin Laden, akan tetapi adat orang Afganistan tidak akan menyerahkan tamunya dan akan menjaga tamunya.

Baca juga: Densus 88 Ciduk Ketua Syam Organizer Jabar Terkait Kasus Dugaan Terorisme, 1.540 Kotak Amal Disita

JK mengatakan Taliban menganggap Osama bin Laden sebagai tamu di Afganistan, sehingga tidak diserahkan begitu saja oleh Taliban.

Maka sejak itu terjadi perang selama 20 tahun, yakni pada 2001 hingga 2021.

“Karena tidak menyerahkan Osama bin Laden dan tetap membantu Osama bin Laden, maka Amerika justru menyerang Afganistan atau waktu itu pemerintahan Taliban,” papar JK.

Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 di Delapan Kecamatan Kabupaten Bekasi di Bawah 10, Angka Kesembuhan 97 Persen

Menurut JK, akar permasalahannya yakni Taliban merasa diperangi oleh Amerika, sehingga mereka melawan lewat perang gerilya.

JK mengatakan, Amerika hanya bisa perang dengan negara besar, namun perang dengan gerilya selalu kalah.

“Apakah itu di Vietnam, Irak, Afganistan, di Somali, semuanya Amerika lari kalah dari perang itu."

"Dia tidak bisa perang dengan gerilya,” bebernya. (Gita Irawan)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved