Virus Corona
IPW Nilai Jika Kapolda Sumsel Tak Disanksi Bisa Timbulkan Kecemburuan di Lapisan Bawah Polri
Sebab, tambah Teguh, Kapolri melakukan pembiaran terhadap Kapolda Sumsel yang sudah secara jelas dan tegas telah mengakui kesalahannya.
Penulis: Budi Sam Law Malau |
WARTAKOTALIVE, SEMANGGI - Plt Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan sanksi kepada Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Heri.
Hal itu terkait sumbangan fiktif putri Akidi Tio, Heryanty, senilai Rp 2 triliun, yang tidak kunjung cair. Meski, Indra sudah meminta maaf dan mengakui kesalahannya.
"Apabila Kapolri tidak menetapkan sanksi pada Kapolda Sumsel, maka bisa dikatakan Kapolri telah melakukan praktik impunitas," kata Teguh, Jumat (13/8/2021).
Baca juga: Megawati: Mengapa Sumatera Barat yang Pernah Saya Kenal Sepertinya Sekarang Sudah Mulai Berbeda?
Sebab, tambah Teguh, Kapolri melakukan pembiaran terhadap Kapolda Sumsel yang sudah secara jelas dan tegas telah mengakui kesalahannya.
Kapolda Sumsel mengaku "tertipu" melalui pernyataan pers karena dirinya tidak hati-hati.
"IPW menilai 'pengakuan dosa' dari Kapolda Sumsel bukanlah alasan pemaaf bagi bebasnya tanggung jawab sebagai insan Bhayangkara."
Baca juga: Pembeli Sepi di Masa PPKM, Pedagang Keliling: Tidak Ikut Perang, Masa Beli Bendera Saja Tidak Bisa?
"Yang tidak menjunjung tinggi kode etik profesi Polri (KEPP) seperti tercantum pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri," ujarnya.
Karena, kata Teguh, dalam pasal 34 ayat 1 Undang-undang Kepolisian itu, tegas dikatakan, sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Sehingga untuk menegakkan Undang-undang kepolisian, kesalahan dan ketidak hati-hatian yang dilakukan oleh Kapolda Sumsel, tidak boleh dibiarkan oleh Kapolri," tutur Teguh.
Baca juga: Tak Berani Proses Azis Syamsuddin, Formappi Nilai MKD DPR Tak Berguna dan Mesti Ditinjau Ulang
Hal ini menurutnya merujuk kepada Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) sebagai turunannya.
Pasal 3 huruf d menegaskan prinsip-prinsip KEPP kesamaan hak, yaitu setiap anggota Polri yang diperiksa atau dijadikan saksi dalam penegakan KEPP, diberikan perlakuan yang sama tanpa membedakan pangkat, jabatan, status sosial, ekonomi, ras, golongan, dan agama.
"Kalau Kapolri tidak menuntaskan kasus yang menimpa Kapolda Sumsel, dengan cara terus mempertahankan jabatan Kapolda oleh Irjen Eko Indra Heri, IPW khawatir peristiwa ini akan menimbulkan kecemburuan di lapisan bawah Polri."
Baca juga: Megawati: Bapak Saya Tak Mau Punya Wakil Lagi Setelah Bung Hatta Mundur, Itu Persahabatan Sejati
"Sebab, Kapolri melakukan diskriminasi dengan melindungi anak buahnya yang telah melanggar KEPP dan UU Polri," tambah Teguh.
Hal ini katanya sangatlah bertolak belakang dengan Kapolri sebelumnya, Idham Azis, yang dengan cepat mencopot Kapolda Metro Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufahradi.
"Keduanya dicopot karena dinilai tidak melaksanakan tugas menegakkan aturan protokol kesehatan di wilayah hukumnya dalam mengatasi kerumunan Rizieq Shihab," papar Teguh.
Baca juga: Petinggi KAMI Syahganda Nainggolan Bebas dari Rutan Bareskrim Usai Dihukum 10 Bulan Penjara
Sehingga, menurut Teguh, kalau Kapolri Jenderal Listyo Sigit tidak mencopot Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Heri, akan menimbulkan keresahan di level bawah.
"Akibatnya, adanya kesan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas bukan saja menjadi jargon yang ada di masyarakat, namun juga ada di kalangan internal kepolisian sendiri," urai Teguh.
Minta Maaf
Tim Itwasum dan Propam Mabes Polri telah memeriksa Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri di Mapolda Sumsel, terkait kisruh sumbangan Rp 2 triliun, Kamis (5/8/2021) lalu.
Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Hari sudah meminta maaf kepada masyarakat atas kasus janji hibah Rp 2 triliun dari keluarga almarhum Akidi Tio, yang belakangan ternyata dananya tidak ada.
Kapolda juga mengaku tak mengecek terlebih dahulu mengenai ada tidaknya dana Rp 2 triliun seperti yang dijanjikan oleh keluarga Akidi Tio.
Kamis (5/8/2021) sore, Kapolda Sumsel dijadwalkan diperiksa oleh Irwasum Polri.
Namun sebelum diperiksa, pagi harinya Kapolda terlebih dahulu menyampaikan permohonan maafnya kepada masyarakat terkait hebohnya kasus ini.
"Oleh karena itu saya meminta maaf kepada masyarakat Indonesia, kepada Kapolri, dan kepada seluruh anggota Polri," ucap Eko.
Dia juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Sumatera Selatan.
"Kelemahan saya sebagai individu, manusia biasa."
"Ini terjadi karena ketidak hati-hatian saya selaku individu"
"Ketika mendapatkan informasi dari awalnya ibu Kadinkes menghubungi saya yang menyatakan ada sumbangan dari keluarga Akidi yang disampaikan oleh Bapak Profesor Hardy," jelasnya.
Irjen Eko Indra Hari lalu menyatakan ia bersedia menerima amanat itu, karena janji pemberi untuk menanggulangi Covid-19 di Sumsel.
Kapolda juga mengaku memang mengenal keluarga Akidi utamanya Ahong, anak pertama Akidi.
"Sementara Ibu Heriyanti saya tidak begitu kenal," akunya.
Kapolda menceritakan, dia bertemu langsung dengan Profesor Hardy dan Kadinkes, sementara Heriyanti tidak ada.
"Profesor Hardy bilang ada sumbangan Rp 2 triliun dan uang itu berbentuk cek."
"Kemudian dia bilang ini kepercayaan kepada saya dan harus disampaikan," beber Kapolda.
Selanjutnya Kapolda mengatakan tak terlalu mengecek atau memeriksa ada tidaknya dana tersebut.
Namun, Heriyanti menjanjikan dana cair pada Senin 2 Agustus 2021.
Belakangan diketahui dana tersebut belum ada.
Kapolda mengaku terlepas dari ada tidaknya dana tersebut, ia menegaskan sudah memafkan keluarga besar Akidi Tio maupun pihak lain yang terlibat perkara ini.
"Saya juga mengucapkan terima kasih kepada mereka-mereka yang berempati pada saya atas kejadian ini," cetusnya.
Kapolda lalu menegaskan agar menghilangkan kegaduhan ini dan berkonsentrasi pada penanggulangan Covid-19. (*)