Vaksinasi Covid19
Luruskan Informasi Sesat, Ahli Imunologi: Tak Ada Vaksin Covid-19 Pakai Virus Hidup, Terlalu Bahaya
Masih banyak informasi di media sosial yang menyebut vaksin Covid-19 berbahan dasar virus yang masih hidup.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Masih banyak informasi di media sosial yang menyebut vaksin Covid-19 berbahan dasar virus yang masih hidup.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imuniologi Indonesia (PP PERALMUNI) Iris Renggani lantas meluruskan pemberitaan yang mengandung informasi tidak benar itu.
Vaksinasi menjadi salah satu cara untuk mencegah penularan Covid-19, dan menciptakan herd immunity.
Baca juga: Angka Penularan Covid-19 di Indonesia 30 Persen, 15 Kali Lebih Tinggi dari India, Jarang di Dunia
Ada beberapa jenis vaksin yang telah dikembangkan untuk saat ini, salah satunya adalah vaksin Covid-19 Sinovac yang dikembangkan dengan metode inactivated.
Artinya, virus yang berada dalam vaksin sudah dimatikan dan tidak mengandung virus hidup atau yang dilemahkan.
Sementara, vaksin Sinovac menggunakan partikel virus SARS-CoV-2, yakni virus penyebab Covid-19 yang telah dimatikan, atau genomnya telah dirusak.
Baca juga: Warga Rawamangun: Saya Tidak Takut Divaksin, Saya Lebih Takut Keluarga Terpapar Covid-19
Partikel virus yang sudah dimatikan ini nantinya akan berinteraksi dengan sistem kekebalan tubuh tanpa risiko penyakit serius.
Terkait pemberitaan yang masih menyebut vaksin menggunakan Covid-19 yang masih hidup adalah salah besar, sebab menurutnya dapat berbahaya bagi manusia.
"Kalau untuk vaksin Covid-19 itu virus yang telah dimatikan, tidak ada vaksin hidup untuk Covid-19, karena terlalu berbahaya."
Baca juga: Ramai Ajakan Demonstrasi Tolak PPKM, Staf Presiden: Yang Dibutuhkan Saat Ini Empati
"Contohnya Sinovac, Sinopharm," tuturnya dalam siaran virtual, Sabtu (24/7/2021)
WHO juga menyebut metode inactivated virus ini sebagai salah satu dari tujuh teknologi pengembangan vaksin.
Ia kembali menegaskan vaksin sangat aman untuk disuntikkan kepada masyarakat, guna mencegah penularan Covid-19.
Baca juga: Target 181,5 Juta Warga Divaksin Covid-19 Hingga Akhir Tahun, Sentra Vaksinasi Jadi Andalan
Sebab, sebelum didistribusikan, vaksin telah melakukan beberapa fase, hingga akhirnya mendapat izin dari WHO.
"Aman karena telah melalui fase penelitian sebelum fase satu di uji penelitian untuk binatang, yang bertujuan untuk uji keamanan dan efektitivitas dari vaksin," beber Staf Divisi Alergi Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI itu.
"Fase dua untuk mengetahui lebih jauh keamanan dan efikasi, dan pada fase ketiga adalah melihat efek samping yang jarang terjadi serta semua keamanan dan efikasi," terangnya.
Update Vaksinasi
Sejak program vaksinasi Covid-19 dimulai pada 13 Januari 2021, pemerintah sudah menyuntikkan dosis pertama kepada 43.932.287 (21,09%) penduduk hingga Jumat (23/7/2021).
Sedangkan dosis kedua sudah diberikan kepada 17.253.709 (8,28%) orang.
Dikutip dari laman kemkes.go.id, rencana sasaran vaksinasi Covid-19 di Indonesia adalah 208.265.720 penduduk yang berumur mulai dari 12 tahun.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 22 Juli 2021: Naik Lagi, Pasien Baru Tambah 49.509 Orang, 36.370 Sembuh
Hal ini untuk mencapai tujuan timbulnya kekebalan kelompok (herd immunity).
Karena ketersediaan jumlah vaksin Covid-19 bertahap, maka dilakukan penahapan sasaran vaksinasi.
Untuk tahap pertama, vaksinasi Covid-19 dilakukan terhadap Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK).
Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Meroket Jadi 180, Jawa Masih Membara
Yang meliputi tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Berdasarkan pendataan yang dilakukan sampai saat ini, jumlah SDM Kesehatan yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 adalah 1.468.764 orang, sedangkan populasi vaksinasi sebanyak 12.552.001 orang.
Berikut ini sebaran kasus Covid-19 di Indonesia per 23 Juli 2021, dikutip Wartakotalive dari laman covid19.go.id:
DKI JAKARTA
Jumlah Kasus: 778.521 (25.3%)
JAWA BARAT
Jumlah Kasus: 556.181 (18.0%)
JAWA TENGAH
Jumlah Kasus: 343.210 (11.1%)
JAWA TIMUR
Jumlah Kasus: 266.638 (8.7%)
KALIMANTAN TIMUR
Jumlah Kasus: 103.063 (3.3%)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Jumlah Kasus: 101.005 (3.3%)
BANTEN
Jumlah Kasus: 100.605 (3.3%)
RIAU
Jumlah Kasus: 85.858 (2.8%)
SULAWESI SELATAN
Jumlah Kasus: 75.553 (2.5%)
BALI
Jumlah Kasus: 66.664 (2.2%)
SUMATERA BARAT
Jumlah Kasus: 64.524 (2.1%)
SUMATERA UTARA
Jumlah Kasus: 49.760 (1.6%)
KALIMANTAN SELATAN
Jumlah Kasus: 42.526 (1.4%)
KEPULAUAN RIAU
Jumlah Kasus: 40.117 (1.3%)
SUMATERA SELATAN
Jumlah Kasus: 40.015 (1.3%)
NUSA TENGGARA TIMUR
Jumlah Kasus: 32.676 (1.1%)
KALIMANTAN TENGAH
Jumlah Kasus: 31.749 (1.0%)
LAMPUNG
Jumlah Kasus: 30.388 (1.0%)
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Jumlah Kasus: 28.789 (0.9%)
PAPUA
Jumlah Kasus: 24.626 (0.8%)
KALIMANTAN BARAT
Jumlah Kasus: 22.765 (0.7%)
ACEH
Jumlah Kasus: 21.312 (0.7%)
SULAWESI UTARA
Jumlah Kasus: 21.060 (0.7%)
SULAWESI TENGAH
Jumlah Kasus: 18.437 (0.6%)
KALIMANTAN UTARA
Jumlah Kasus: 17.825 (0.6%)
NUSA TENGGARA BARAT
Jumlah Kasus: 17.778 (0.6%)
JAMBI
Jumlah Kasus: 17.710 (0.6%)
PAPUA BARAT
Jumlah Kasus: 16.927 (0.5%)
BENGKULU
Jumlah Kasus: 15.075 (0.5%)
SULAWESI TENGGARA
Jumlah Kasus: 14.718 (0.5%)
MALUKU
Jumlah Kasus: 12.792 (0.4%)
MALUKU UTARA
Jumlah Kasus: 8.890 (0.3%)
SULAWESI BARAT
Jumlah Kasus: 7.414 (0.2%)
GORONTALO
Jumlah Kasus: 7.103 (0.2%). (Fauzi Alamsyah)