Ariza: Anies Minta Jaga Perasaan Masyarakat yang Sensitif Akibat Pandemi Covid-19

Menurut Anies, petugas harus mengedepankan perspektif hak asasi manusia (HAM) dalam melakukan tugasnya di lapangan.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Agus Himawan
Tangkap Layar akun YouTube Kadin Indonesia
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengusulkan sanksi pidana dalam usulan perubahan Perda Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Apabila usulan tersebut disetujui, Anies meminta agar pelaksanaan di lapangan dilakukan secara humanis.

“Saya berharap penegakkan pelanggaran prokes Covid-19 tidak menimbulkan benturan antara masyarakat dengan aparat penegak Perda,” kata Anies melalui pidato yang dibacakan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di DPRD DKI Jakarta pada Rabu (21/7/2021)

“Penegakkan Perda secara humanis harus dikedepankan sehingga tidak terjadi kegaduhan yang menyita perhatian publik,” tambah Anies.

Menurut Anies, petugas harus mengedepankan perspektif hak asasi manusia (HAM) dalam melakukan tugasnya di lapangan. Dengan begitu, konflik di lapangan bisa dihindari.

Baca juga: Tak Layak Dikonsumsi karena Banyak Cacing, Tujuh Kilogram Organ Sapi Hewan Kurban Dibuang

Baca juga: Orang Terkaya Sejagat Jeff Bezos Jungkir Balik di Dalam Kapsul dengan Nol Gravitasi

“Perasaan masyarakat yang senseitif akibat dampak pandemi Covid-19 merasuk ke kehidupan mereka, jadi harus dijaga,” ujar Anies.

Dalam kesempatan itu, Anies juga memandang penegakkan sanksi pidana bagi pelanggar protokol kesehatan (prokes) pencegahan Covid-19 memang perlu melibatkan Polri. “Dalam hal ini, penyidik Polri diberikan wewenang untuk melakukan penyidikan selain penyidik PPNS dalam hal terjadi tindak pidana pelanggaran terhadap prokes,” ucapnya.

Menurut dia, kewenangan PPNS dalam melakukan penyidikan telah diatur secara rigid dan rinci. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Permendagri Nomor 3 tahun 2019 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah.

“Pengaturan sanksi administratif dapat dilakukan secara berjenjang dan atau tidak berjenjang. Dalam memberikan pengenaan sanksi administratif, perangkat daerah dapat langsung memberikan sanksi yang lebih berat sesuai dengan akumulasi kesalahannya dan rinciannya akan diatur dalam SOP pada masing-masing perangkat daerah,” ujarnya.

Baca juga: Sudah Kembali BLIND COMPETITION, Ini 24 Formasi Jabatan NOL Pelamar di Pemprov DKI

Baca juga: Pemerintah Akan Tingkatkan Testing dan Tracing Covid-19 dalam Waktu Dekat

Kemudian, ujar dia, untuk penambahan ketentuan pidana merupakan materi paling krusial dalam usulan perubahan Perda.

Pengaturan beberapa ketentuan pidana diatur dengan ultimum remedium, yaitu ketentuan pidana setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak memakai masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif.

Selanjutnya ketentuan pidana bagi subjek hukum tertentu yang mengulangi perbuatan pelanggaran prokes pencegahan Covid-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin.

“Subjek hukum yang dimaksud berlaku untuk beberapa sektor antara lain pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab dari perkantoran/tempat kerja, tempat industri, perhotelan/penginapan dan tempat wisata.

Kemudian di bidang transportasi umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi daring serta rumah makan, kafe dan restoran di Jakarta.

Baca juga: Kisah Korban PHK Imbas Pandemi, Dua Kali Diberhentikan Kini Aktif Bikin Konten dan Berbisnis Online

Baca juga: Warga Tanah Abang Jalani Isolasi Mandiri Terima Bantuan Makanan dan Alat Pelindung Diri

“Prinsip ultimum remidium diterapkan ketika sanksi administratif tidak menimbulkan efek jera bagi pelanggar prokes,” imbuhnya.

“Kita dapat melihat sendiri bahwa sanksi administratif belum dapat mengetuk hati masyarakat dalam menerapkan prokes pencegahan Covid-19,” tambahnya.

Dia mengatakan, prinsip ultimum remidium juga sejalan dengan teori relatif sebagai tujuan pemidanaan. Adapun pimadanaan terhadap pelanggar prokes tidak hanya untuk menjerakan si plaku, tapi juga bertujuan untuk melindungu individu sendiri dan masyarakat dari penularan Covid-19 di tengah pandemi ini.

“Delik pidana pelanggaran tersebut dikonstruksikan untuk masyarakat yang melakukan pengulangan pelanggaran setelah yang bersangkutan pernah dikenakan sanksi administratif,” jelasnya.

Karena itu, dia berharap agar penerapan sanksi pidana dalam usulan perubahan Perda Nomor 2 tahun 2020 tidak menimbulkan kepanikan. Masyarakat juga harus memahami ketika abai prokes, penegakkan hukum dalam bentuk sanksi pidana akan menunggu mereka.

“Usulan perubahan Perda Nomor 2 tahun 2020 ini merupakan salah satu ikhtiar dalam penanggulangan Covid-19 melalui jalur penyusunan regulasi.

Baca juga: Tawuran Antar Pemuda di Pasar Manggis, Empat Pelaku Berstatus DPO Kini Diburu Kawanan Polisi

Baca juga: CdM Rosan Roeslani Sebut Tim Indonesia Dipisahkan Saat Makan Bersama Oleh Panitia

Dalam penerapannya, ketentuan pidana yang diusulkan seharusnya dapat diterapkan sesuai tujuan pemidanaan itu,” katanya.

Kata Anies, tujuan pemidanaan dipahami tidak untuk menghukum masyarakat, melainkan tercapainya tujuan bersama dari masyarakat itu sendiri.

Bahwa, penanggulangan Covid-19 dapat secara efektif dijalankan, sehingga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat terjamin seperti saat sebelum pandemi Covid-19.

“Penegakan huum tidak dijalankan secara tajam ke bawah, tumpul ke atas. Sekali lagi, penegakkan prokes ini merupakan salah satu ikhtiar bersama dalam menuntaskan penanggulangan Covid-19,” tegasnya.

Sent from my iPad

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved