Berita Jakarta

Marak PHK di Masa Pandemi, BPS DKI Catat 261 Ribu Pekerja Nganggur Akibat Pagebluk Covid-19

Puncak pagebluk Covid-19 pada Agustus lalu, mengakibatkan 511.400 tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Andika Panduwinata
Seorang buruh PT Victory Chingluh, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang memposting foto dan menuai sorotan dari masyarakat. 

WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta mencatat ada selisih sekitar 261.500 tenaga kerja yang masih menganggur di Ibu Kota sampai Februari 2021.

Angka itu terungkap setelah BPS melakukan perbandingan antara kebijakan PSBB yang berlangsung sampai Agustus 2020, dengan PPKM berbasis mikro sampai Februari 2021.

Kepala BPS Provinsi DKI Jakarta Buyung Airlangga mengatakan, puncak pagebluk Covid-19 pada Agustus lalu, mengakibatkan 511.400 tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan.

Baca juga: Empat Pria Bersenjata Celurit Begal Warga di Tanjung Duren, Polisi Kantongi Identitas Pelaku

Baca juga: Said Didu Sindir Janji Jokowi Bangun Kereta Cepat Tanpa APBN, Kini Malah Mau Ngutang ke Bank China

Namun dengan adanya pelonggaran aktivitas masyarakat melalui PPKM berbasis mikro, secara perlahan jumlah tenaga kerja kembali terserap pada Februari 2021 mencapai 249.900 pekerja.

“Seiring dengan pelonggaran kemarin, pada Februari tahun ini telah terjadi sedikit recovery (perbaikan) terhadap penyerapan tenaga kerja. Dari 511.000-an yang terkena PHK tersebut, masuk lagi ke dalam industri sebanyak sekitar 250.000-an tenaga kerja,” kata Buyung yang dikutip dari YouTube BPS DKI Jakarta pada Kamis (15/7/2021).

Walau jumlah tenaga kerja kembali terserap sekitar 250.000 tenaga kerja, namun masih ada selisih sekitar 261.000 lebih tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan sampai posisi Februari 2021.

Baca juga: KSPI: Ancaman Ledakan PHK di Depan Mata, Banyak Perusahaan Ajak Bicarakan Pengurangan Karyawan

Akibatnya, kata dia, tingkat pengangguran terbuka saat ini menjadi 8,51 persen.

Posisi ini dianggap lebih baik dibanding pada bulan Agustus 2020, di mana tingkat pengangguran di Jakarta saat itu mencapai 10,11 persen.

Tingkat pengangguran tersebut, tentunya berimplikasi pada daya beli masyarakat secara agregat di Jakarta selama pandemi Covid-19.

Untuk proporsi pada kelompok non makanan, telah terjadi kemerosotan konsumsi antara sebelum pandemi tahun 2019 dengan pandemi Covid-19 tahun 2020 dan 2021.

Baca juga: IBAS Prihatin Rakyat Rela Dipenjara karena Tak Bisa Bayar Denda PPKM, Ibaratkan Negara Sedang Sakit

Pada tahun 2019 tingkat konsumsi non makanan mencapai 75,09 persen, sedangkan tahun 2020 turun menjadi 73,43 persen dan tahun 2021 menjadi 73,54 persen.

Namun demikian, tingkat konsumi makanan di rumah tangga justru naik saat pandemi Covid-19.

Pada tahun 2019 tingkat konsumsi makanan menembus 24,91 persen, tahun 2020 saat awal pandemi naik menjadi 26,57 persen dan tahun 2021 turun sedikit menjadi 26,46 persen.

“Ini menunjukkan ada skala prioritas di dalam pengeluaran rumah tangga di DKI Jakarta untuk makanan dibanding non-makanan. Prioritas itu menunjukkan bahwa income (pendapatan) relatif stuck atau diam atau bisa juga daya beli dikatakan menurun,” ujar Buyung. 

KSPI Ingatkan ancaman ledakan PHK

Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah memiliki opsi memperpanjang masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat hingga 6 minggu.

Terkait hal itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, pada prinsipnya KSPI setuju dengan PPKM darurat, dengan pengaturan yang jelas dan tegas.

Namun demikian, KSPI meminta pemerintah juga memastikan agar tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak buruh.

Baca juga: Dari Jejak Bekas Makanan Curian, Satgas Madago Raya Sergap Kelompok Teroris MIT Poso di Hutan

Karena, kata Said Iqbal, tidak menutup kemungkinan dalam situasi PPKM darurat ini, perusahaan melakukan PHK terhadap buruh.

“Terus terang, saat ini ancaman adanya ledakan PHK sudah di depan mata."

"Karena saat ini sudah banyak perusahaan yang mengajak serikat pekerja berunding untuk membicarakan program pengurangan karyawan,” kata Said Iqbal kepada wartawan, Selasa (13/7/2021).

Selain itu, lanjut Iqbal, sudah ada pekerja yang dirumahkan dan bisa dipastikan upahnya terancam akan dipotong.

Oleh karena itu, para buruh meminta agar pengusaha nakal yang melakukan PHK di tengah pandemi dan memotong upah buruh, ditindak tegas.

KSPI juga meminta pelaksanaan PPKM darurat diikuti dengan perlindungan terhadap hak-hak buruh.

Baca juga: Terduga Teroris Babel Sempat Pasok Senjata kepada MIT Poso, Pakai Nama Abulebay di Akun Medsos

"Secara bersamaan, KSPI juga menegaskan dukungannya terhadap vaksinasi yang dibiayai oleh negara, dalam rangka untuk mempercepat berakhirnya pandemi Covid-19."

"Namun demikian, KSPI tidak setuju dengan adanya vaksinasi berbayar yang bisa dipastikan akan terjadi komersialisasi vaksin," tuturnya.

Said Iqbal menuturkan, hal lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah tingkat penularan Covid-19 di klaster perusahaan.

Di beberapa perusahaan, KSPI memperkirakan buruh yang terpapar Covid-19 angkanya mencapai 10 persen, bahkan tidak sedikit buruh yang meninggal.

“Persoalannya adalah, para buruh tidak mempunyai uang lebih untuk membeli vitamin dan obat-obatan saat isoman,” terangnya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved