Idul Adha
Kurban Online, Bolehkah? Berikut Dalil Hukumnya
Kurban online dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah kerumunan dan penyebaran Covid-19. Namun, bagaimanakan hukum kurban online?
Tujuan Kurban adalah Syiar Islam
Dalam berkurban, yang dilihat bukanlah bagaimana kita memakan daging hewan yang dikurbankan, bukan pula tentang seberapa banyak kenalan dan kerabat memakan hewan yang kita kurbankan.
Melainkan, Allah melihatnya dari ketakwaan, dari keikhlasan kita menjalani ibadah kurban.
Walaupun tidak dapat menyaksikan penyembelihan secara langsung, atau tidak dapat memakan dagingnya, itu bukanlah hal besar yang membuat kita jadi berdosa.
Allah berfirman dalam Quran Surat Al-Hajj ayat 37, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Walaupun kurban dilakukan secara online, walaupun tidak dapat merasakan langsung daging dari hewan yang kita kurbankan, setidaknya kita tahu bahwa daging kurban tersebut disebar secara luas.
Sebab tidak semua wilayah mengadakan kurban dengan binatang ternak yang mencukupi untuk dibagi rata kepada penduduk sekitarnya. Sehingga, manfaatnya dapat diperoleh dari menebar daging kurban lebih banyak.
Inilah salah satu bentuk syiar Islam. Menunjukkan bahwa dalam kurban, perilaku kita yang adil dan merata, ditunjukkan dari daging kurban yang kita tebar.
Tidak peduli orang kaya ataupun orang miskin, sama-sama merayakan Idul Adha dengan memakan daging kurban.
Pilih Lembaga Amanah Menjalankan Kurban Online
"Setelah kita simak ulasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa hukum kurban online tidak bernilai haram. Justru dengan melalui kurban online, kita dapat memperluas syiar Islam, serta menebar daging kurban lebih luas," tulisnya.
"Agar tujuan kurban online dapat berjalan dengan baik, alangkah lebih baik kita perlu memilih lembaga yang amanah dan tepat untuk menjalankan wakalah," tambahnya.
Imam Jalaluddin Al Mahali berpendapat tentang syarat lembaga yang menjalankan wakalah, dalam Syarah Mahalli ala Minhajut Thalibin yang berbunyi:
“Masing-masing dari mereka itu disyaratkan sudah tamyiz (mampu membedakan mana yang baik dan buruk), terpercaya, dan terduga kejujurannya. Pengertan ‘menyampaikan hadiah’ mencakup undangan pengantin, menyembelih binatang kurban, dan membagikan zakat.”