B30: Langkah Awal Reformasi Energi di Indonesia untuk Tinggalkan Energi Fosil
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengembangkan B30 sebagai langkah awal reformasi energi di Indonesia.
Efek lain dari penerapan B30 adalah peningkatan nilai tambah CPO menjadi biodiesel serta penghematan devisa.
Pengembangan biodiesel diharapkan dapat pemenuhi standar emisi sesuai P.20 tahun 2017 tentang baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N dan Kategori O (Setara Euro 4) atau minimal Euro 2 (Pertamina Dex dan Dexlite).
Profesor Riset Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Budi Leksono, menyatakan bahwa pada saat akan mengembangkan nyamplung dan malapari pada daerah tertentu tantangannya adalah perlu mengintegrasikan IPTEK hasil penelitian nyamplung dan malapari (hulu-hilir) yang menunjang kelestarian sumber bahan baku dan kemandirian pengolahan pada industri agar layak dimplementasikan pada skala industri.
Diperlukan strategi pemetaan wilayah yang tepat untuk pengembangan tanaman dan industri biodiesel berbasis tanaman nyamplung dan malapari.
"Melakukan inovasi dalam efisiensi pengolahan biodiesel, rekayasa sosial pemanfaatan limbah untuk meningkatkan nilai tambah dan ramah lingkungan, dan membuka pasar untuk produk-produk pengolahan biji nyamplung dan bioenergi dan pemanfaatan lainnya," ujar Budi.
Di akhir diskusi, Sarwono Kusumaatmadja menyampaikan bahwa B30 merupakan langkah awal reformasi energi karena kita menghadapi banyak pilihan dalam rangka membuat kebijakan energi meninggalkan energi fosil.
Dengan ketekunan dan komitmen para pihak, reformasi energi akan terjadi dan Indonesia bisa menjadi negara yang menyumbangkan suatu yang substansif untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Diskusi yang dipandu oleh Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, Ditjen PPI, Emma Rachmawaty ini dihadiri oleh hingga 220 peserta yang terdiri dari Kementerian/Lembaga, organisasi non-pemerintah, perguruan tinggi, sektor privat dan individu.