Megawati: Kepemimpinan Strategik Tidak Bisa Berdiri Atas Dasar Pencitraan
Megawati menjelaskan, dalam perspektif kekinian, kepemimpinan strategik setidaknya dihadapkan pada tiga perubahan besar yang mendisrupsi kehidupan.
Megawati mengutip sejumlah pakar mengenai teori kepemimpinan strategik, seperti Stephen Gerras, dan pemikiran Olson dan Simmerson mengenai psikologi kognitif, system thinking, dan game theory.
Pendapat ini penting karena Megawati ingin menjelaskan bagaimana kepemimpinan strategik bekerja.
Yakni, harus memiliki kemampuan memahami sistem berperilaku, memiliki cara pandang multidimensional yang jernih untuk bisa menafsirkan interaksi dalam kerumitan realitas; hingga kemampuan mengalkulasi dengan cermat dengan setiap langkah dan pergerakan.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Jakarta Naik 300 Persen dalam Waktu 10 Hari, BOR Tembus 62,13 Persen
“Oleh karena itulah kepemimpinan bukan hanya disebut sebagai suatu ilmu, tetapi juga sebuah seni, karena sifatnya yang selalu ada dalam dialektika bersama dengan aktor lain,” ulas Megawati.
Dia juga mengutip pendapat John Adair, Hughes, dan Beatty, untuk menjelaskan bagaimana karakteristik kepemimpinan strategik yang dibutuhkan.
Menurut Megawati, kepemimpinan strategik memerlukan sense of direction, berupa keyakinan atas arah tujuan visi yang akan dicapai.
Baca juga: Rektor Universitas Pertahanan: Megawati Soekarnoputri Putri Terbaik Bangsa Indonesia
Ia juga memerlukan sense of discovery guna menemukan gagasan terobosan, membuka ruang kreatif, ruang daya cipta sebagai esensi peningkatan taraf kebudayaan masyarakat.
Kombinasi antara leadership, sense of direction, dan sense of discovery akan menentukan 'jalan perubahan' yang sering kali diikuti langkah terobosan.
“Jalan perubahan ini adalah proses migrasi dari taraf sebelumnya, bergerak progresif dalam peningkatan kemajuan."
Baca juga: Diminta Jaksa, Bareskrim Gelar Rekonstruksi Ulang Kasus Dugaan Unlawful Killing 6 Anggota FPI
"Dengan meminimalkan dampak, meminimalkan proses trial and error, atau proses berkemajuan yang berwatak progresif, berkelanjutan, namun bersifat sistemik sekaligus transformasional dan kontekstual.”
“Kristalisasi perubahan strategik tersebut pada akhirnya diharapkan dapat menjadi kultur strategik atau strategic culture yang menjadi profil identitas budaya dan karakter bangsa.”
“Identitas budaya dan karakter bangsa ini adalah Pancasila."
"Sebab, tidak ada bangsa besar yang maju dan kuat tanpa mengakar pada identitas dan budaya bangsanya,” tegas Megawati. (Chaerul Umam/Taufik Ismail)