Penjelasan Buya Yahya Kapan Kita Ungkapkan Kata Masya Allah dan Subhanallah yang Benar,
Kapan sebaiknya kita memakai ungkapan Masya Allah dan Subhanallah? Berikut penjelasan Buya Yahya
Penulis: Dian Anditya Mutiara | Editor: Dian Anditya Mutiara
Subhanallah diucapkan ketika melihat atau mendengar keburukan atau hal tidak baik.
Diantaranya, pertama ketika kita keheranan terdapat sikap.
Tidak kaitannya dengan keheranan terhadap harta atau fisik atau apa yang dimiliki orang lain. Tapi keheranan terhadap sikap.
Misalnya, terlalu bodoh, terlalu kaku, terlalu aneh, dst.
Baca juga: Apakah Membicarakan Kejelekkan Orang Lain Bisa Membatalkan Puasa? Ini Dia Kata Buya Yahya
Kita lihat beberapa kasus berikut,
Kasus pertama, Abu Hurairah pernah ketemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi junub. Lalu Abu Hurairah pergi mandi tanpa pamit.
Setelah balik, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, mengapa tadi dia pergi. Kata Abu Hurairah, “Aku junub, dan aku tidak suka duduk bersama anda dalam keadaan tidak suci.”
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ الْمُسْلِمَ لاَ يَنْجُسُ
Subhanallah, sesungguhnya muslim itu tidak najis. (HR. Bukhari 279)
Kasus kedua, ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan bagaimana cara membersihkan bekas haid setelah suci.
Beliau menyarankan, “Ambillah kapas yang diberi minyak wangi dan bersihkan.”
Wanita ini tetap bertanya, “Lalu bagaimana cara membersihkannya.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa malu untuk menjawab dengan detail, sehingga beliau hanya mengatakan,
سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِى بِهَا