Info Balitbang Kemenag
Penelitian ini Ungkap Kerentanan Psikologis terhadap Ekstremisme Agama di Kalangan Pemuda
Ruang kerentanan psikologis sangat penting untuk dieksplorasi karena kaum muda adalah generasi muda dalam tahap mencari identitas diri.
Penulis: Ichwan Chasani | Editor: Ichwan Chasani
WARTAKOTALIVE.COM — Penelitian Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama mengonfirmasi bahwa kerentanan psikologis harus diperhitungkan dalam menjelaskan alasan mengapa pemuda mungkin berisiko terhadap masalah ekstrimisme agama.
Ruang kerentanan psikologis sangat penting untuk dieksplorasi karena kaum muda adalah generasi muda dalam tahap mencari identitas diri dan menunjukkan ide-ide mereka yang kadang-kadang diekspresikan dengan cara-cara ekstrim.
Penelitian ini merupakan penelitian survei kuantitatif. Dengan jumlah responden N = 367 yang merupakan pemuda Indonesia di empat kota yang memiliki indikasi ekstremisme keagamaan tingkat tinggi, yaitu: Banda Aceh, Padang, DKI Jakarta, dan Depok.
Jumlah sampel ditentukan menggunakan teknik pengambilan sampel kuota. Metode pengumpulan data menggunakan model Likert skala psikologis yang disusun berdasarkan konstruksi setiap variabel.
Skala kerentanan psikologis mengungkapkan dimensi makna pribadi dan identitas yang diperlukan, kebutuhan akan kepemilikan, ketidakadilan yang dirasakan/penghinaan (Borum, 2014).
Skala ekstremisme agama mengungkapkan dimensi teologis, dimensi ritual, dimensi sosial, dimensi politik (Wibisono et al., 2019). Teknik analisis data dalam penelitian ini digunakan Structural Equation Modeling (SEM) - Lisrel.
Hasil penelitian
Dalam crosstab analaysis antar profil partisipan (jenis kelamin; umur; kota, and pendidikan), tingkat kerentanan psikologis dan ekstremisme agama, penelitian ini hanya menemukan latar belakang gender mencapai nilai vulner dalam keadaan psikologis (skor yang diperoleh adalah >80).
Pria ditemukan memiliki skor yang lebih tinggi dalam kerentanan psikologis dibandingkan dengan wanita (88,68>86,30).
Sementara itu dalam hal ekstremisme agama, hasilnya menunjukkan bahwa pemuda Indonesia berada di tingkat Ekstrem (cukup esktrim) di mana laki-laki juga berada di tingkat yang lebih tinggi daripada perempuan (68,51>65,23).
Analisis structural equation model (SEM) membuktikan bahwa kerentanan psikologis memiliki efek korelasi positif yang signifikan pada ekstremisme agama 0,32 (t = -5,06)> (t = 1,96).
Dimensi sosial secara signifikan mendominasi konstruksi ekstremisme agama pemuda Indonesia (SLF=0,92, nilai-t= 11,22).
Ekstremisme dalam dimensi sosial tercermin dalam norma-norma bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
Para ekstremis pada dimensi ini biasanya memiliki pandangan bermusuhan tentang iman orang lain, mereka biasanya berpikir bahwa kelompok lain berusaha mempengaruhi mereka untuk mengikuti iman mereka.
Kebutuhan untuk memiliki adalah faktor dominan mempengaruhi ekstremisme agama di kalangan pemuda Indonesia (SLF= 0,89, nilai-t=16,19).
Dalam penelitian ekstremisme, banyak calon ekstremis tidak hanya menemukan rasa makna, tetapi mereka juga memiliki perasaan memiliki dan koneksi yang kuat dengan afiliasi mereka. Inilah sebabnya mengapa gerakan ekstremisme dianggap sebagai proses sosial.
Rekomendasi
Sekarang, ekstremisme agama terkait erat dengan masalah yang sering dibahas dalam skala dunia. Para pemuda mungkin beresiko karena para pemuda umumnya dalam kondisi yang sangat baik untuk dipengaruhi dalam kelompok gerakan kekerasan dengan nama agama atau diindoktrinasi dalam isu jihad.
Mereka berisiko, karena mereka dianggap memiliki kesehatan yang baik, energi yang baik, emosi yang berapi-api. Mungkin mereka memahami jihad sebagai satu-satunya cara untuk mengubah dunia yang tidak memuaskan sesuai dengan persepsi mereka.
Sementara, penelitian ini menemukan hubungan yang signifikan antara kerentanan psikologis dan ekstremisme agama, beberapa rekomendasi harus dicantumkan seperti di bawah ini:
Secara sistematis mengubah sistem pendidikan dan cara mengembangkan pikiran generasi kita. Ini dapat dilakukan melalui pengajaran nilai-nilai keragaman dan tidak pernah memberitakan pengucilan dan kebencian orang lain dalam penyebab perbedaan. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/kemenag-yaqut.jpg)