Dugaan Korupsi Pengadaan QCC

Gugatan Praperadilan RJ Lino Ditolak Hakim PN Jaksel, Kuasa Hukum Kecewa tapi Menghormati

Putusan tersebut dibacakan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/5/2021).

TRIBUNNEWS/ILHAM RIAN PRATAMA
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Morgan Simanjutak menolak gugatan praperadilan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino, Selasa (25/5/2021). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Morgan Simanjutak menolak gugatan praperadilan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino.

Putusan tersebut dibacakan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/5/2021).

"Mengadili, menolak permohonan praperadilan," kata hakim tunggal Morgan Simanjuntak di ruang utama PN Jaksel.

Baca juga: Divonis 18 Tahun Penjara dan Bayar Kerugian Negara Rp 185 M, Maria Pauline Lumowa Masih Pikir-pikir

Morgan menilai proses penyidikan kasus yang menjerat RJ Lino, sah.

Lino berstatus tersangka sejak 2015, dalam dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.

Morgan mengatakan, penyidikan yang dilakukan KPK sesuai prosedur.

Baca juga: Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah: Jumlah Pengangguran Indonesia Berkurang 950 Ribu Orang

"Maka pengadilan berpendapat, penyidikan perkara ini hingga dilakukan penahanan terhadap termohon adalah sah."

"Maka permohonan praperadilan harus diputus pada Selasa 25 Mei 2021," ucap Morgan.

Dalam pembacaan putusan praperadilan itu, RJ Lino tidak hadir. Dia hanya diwakili sejumlah kuasa hukumnya.

Baca juga: Hari Ini KPK Bahas Nasib 75 Pegawai, Novel Baswedan: Masalahnya di Firli Bahuri, Bukan Lembaga Lain

Sementara, KPK selaku termohon juga hanya diwakili oleh dua kuasa hukum.

Menyikapi putusan ini, Agus Dwiwarsono selaku kuasa hukum RJ Lino, mengaku kecewa.

Dia menilai hakim tidak mempertimbangkan asas kepastian hukum dan asas penghormatan terhadap HAM, yang seharusnya dipedomani oleh KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, sebagaimana diatur dalam pasal 5 Undang-undang KPK.

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Akibat Mudik Lebaran Sudah Terlihat, Bisa Terus Meningkat Sampai Medio Juni

"Tapi kami menghormati sebagai sebuah putusan," kata Agus usai sidang, Selasa (25/5/2021).

Agus melanjutkan, dalam putusan ini juga tidak disinggung soal putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70 Tahun 2019.

Menurutnya, dalam rentang waktu dua tahun seharusnya KPK mampu melakukan penyidikan hingga pelimpahan berkas ke pengadilan, terkait kasus yang menjerat kliennya.

Baca juga: 596 Pemudik yang Hendak Kembali ke Jakarta Positif Covid-19, Polisi: Sampai Kapan Ini akan Selesai?

"Fakta hukumnya dan terbukti di persidangan sampai dengan hari ini, pembacaan putusan itu adalah lebih dari lima tahun."

"Artinya melewati dua tahun sebagaimana dibunyikan dalam pasal 40 ayat 1 UU 19 tahun 2019," tambahnya.

Konstruksi Perkara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino atau RJ Lino, Jumat (26/3/2021).

Ia merupakan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II Tahun 2010 sejak Desember 2015.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kembali membeberkan konstruksi perkara yang menjerat RJ Lino.

Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Akhirnya Tahan Mantan Dirut Pelindo II RJ Lino Setelah 6 Tahun Jadi Tersangka

Pada 2009, PT Pelindo II melakukan pelelangan pengadaan 3 unit QCC dengan spesifikasi single lift untuk cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak, yang dinyatakan gagal.

Sehingga, dilakukan penunjukan langsung kepada PT Barata Indonesia (BI).

"Namun penunjukan langsung tersebut juga batal, karena tidak adanya kesepakatan harga."

Baca juga: Akhirnya Ditahan KPK, RJ Lino: Saya Senang Sekali Setelah Lima Tahun Menunggu

"Dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada standar Eropa," jelas Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).

Kemudian, lanjut Alex, pada 18 Januari 2010, RJ Lino selaku Direktur Utama PT Pelindo II diduga melalui disposisi surat, memerintahkan Ferialdy Noerlan, Direktur Operasi dan Teknik, memilih langsung dengan mengundang tiga perusahaan.

Yakni, Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co Ltd (ZPMC) dari Cina, Wuxi, HuaDong Heavy Machinery Co Ltd (HDHM) dari Cina, dan Doosan dari Korea Selatan.

Baca juga: JADWAL Lengkap dan Link Live Streaming Misa Minggu Palma 28 Maret 2021 di Jakarta dan Sekitarnya

Selanjutnya, masih kata Alex, pada Februari 2010, RJ Lino diduga kembali memerintahkan untuk dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II tentang Ketentuan Pokok dan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo II.

Caranya, dengan mencabut ketentuan Penggunaan Komponen Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri.

"Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri."

Baca juga: BREAKING NEWS: Pemerintah Tiadakan Mudik Lebaran 2021, Jatah Cuti Cuma Sehari

"Ada pun Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II tersebut menggunakan tanggal mundur (back date), sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan," terang Alex.

Alex mengatakan, penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJ Lino dengan menuliskan disposisi 'Go for Twinlift' pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik.

Padahal, sambung Alex, pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis, karena barangnya merupakan standar Cina, dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar Cina.

Baca juga: Jadi Tersangka Sejak 2015, KPK Kembali Periksa RJ Lino dalam Kasus Dugaan Korupsi di Pelindo II

Maret 2010, ujar Alex, RJ Lino diduga memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik melakukan evaluasi teknis atas QCC Twin Lift HDHM.

Dan, memberi disposisi kepada Saptono R Irianto (Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha), juga untuk melakukan kajian operasional dengan kesimpulan QCC Twin Lift tidak ideal untuk Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.

Untuk pembayaran uang muka dari PT Pelindo II pada pihak HDHM, ujar Alex lagi, RJ Lino diduga menandatangani dokumen pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan dari Direktur Keuangan, dengan jumlah uang muka mencapai 24 juta dolar AS, yang dicairkan secara bertahap.

Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Tiadakan Mudik Lebaran 2021, Aturan Penunjang Bakal Diatur Kemudian

"Penandatanganan kontrak antara PT Pelindo II dengan HDHM dilakukan saat proses pelelangan masih berlangsung."

"Dan begitupun setelah kontrak ditandatangani masih dilakukan negosiasi penurunan spesifikasi dan harga, agar tidak melebihi nilai Owner Estimate (OE)," beber Alex.

Untuk pengiriman tiga unit QCC ke Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak, ungkap Alex, dilakukan tanpa commision test yang lengkap, di mana commission test tersebut menjadi syarat wajib sebelum dilakukannya serah terima barang.

Baca juga: Larangan Mudik Lebaran Berlaku pada 6-17 Mei 2021, Tak Boleh ke Luar Daerah Kecuali Mendesak

Ia membeberkan, harga kontrak seluruhnya 15.554000 dolar AS, terdiri dari 5,344,000 dolar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang.

Lalu, 4.920.000 dolar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang, dan 5.290.000 dolar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.

"KPK telah memperoleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) tersebut hanya sebesar USD2.996.123 untuk QCC Palembang."

Baca juga: Max Sopacua Bilang Ibas Belum Diraba dalam Kasus Hambalang, Begini Respons Partai Demokrat

"USD 3.356.742 untuk QCC Panjang, dan USD 3.314.520 untuk QCC Pontianak," ungkap Alex.

Akibat perbuatan RJ Lino, lanjut Alex, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan tiga unit QCC tersebut sebesar 22.828.94 dolar AS.

"Sedangkan untuk pembangunan dan pengiriman barang tiga unit QCC tersebut, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tidak menghitung nilai kerugian Negara yang pasti."

Baca juga: Gandeng Nazaruddin, Kubu KLB: Kalau Pakaiannya Kotor Ya Dicuci, Kalau Sudah Rapi Kita Pakai Lagi

"Karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh."

"Sebagaimana surat BPK tertanggal 20 Oktober 2020 perihal surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian Negara atas pengadaan Quayside Container Crane (QCC) Tahun 2010 pada PT Pelabuhan Indonesia II," jelasnya. (Reza Deni)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved