Opini
21 Mei 1998, Runtuhnya Rezim Soeharto, Menyaksikan Kejatuhan 3 Presiden RI
Soeharto tidak mau bicara dengan Habibie, menteri kesayangannya selama bertahun tahun. Konon karena menolak tuntutan Soeharto supaya mereka mundur.
Sempat ada rencana pesawat akan mendarat di Solo. Tetapi kemudian tetap ke Halim.
Masih pagi sekali. Dari udara, terlihat Jakarta masih terbakar.
Setahun kemudian Osdar menulis di Kompas tentang 1 tahun pengunduran diri Soeharto. Dan dengan pede menuliskan betapa gagahnya dia menghadapi peristiwa di Kairo.
Hari itu juga saya bertemu Tommy, Pemred Kompas. Menirukan gerakan tangannya yang diletakkan di antara pahanya.
Baca juga: MISTERI Kedekatan Letkol Untung dengan Soeharto, Inikah Penyebab Dia Tak Masuk Daftar Penculikan?
Tommy tertawa. "Kayaknya lu juga sama Purba."
21 Mei 1998, saya menyaksikan bagaimana orang yang paling berkuasa selama 32 tahun di Republik ini, harus pulang sendirian dari Istana Merdeka. Sebagai warga negara Indonesia biasa.
Presiden Habibie memimpin Indonesia melalui masa transisi ke demokrasi di tengah Krisis ekonomi yang mengerikan.
Habibie Mundur
Tanggal 14 Oktober 1999, Presiden Habibie berangkat dari kediaman pribadi di Patra Kuningan ke Gedung DPR/MPR.
Sangat terasa keyakinan kuat bahwa Pidato Pertanggungjawaban Habibie akan disetujui MPR.
Artinya kesempatan untuk terpilih kembali sangat kuat.
Apalagi Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR Akbar Tandjung adalah mantan Sekertaris Negara Habibie.
Tetapi ternyata pidato pertanggungkawqbam Habibie ditolak, termasuk oleh Golkar.
Saya bersama wartawan lain melihat Habibie kembali ke rumah dengan wajah sumringah. Seperti tidak ada masalah sama sekali. Tetap hangat kepada para wartawan.
Habibie mundur dari pencalonan setelah memimpin Indonesia selama 17 bulan.