Opini
21 Mei 1998, Runtuhnya Rezim Soeharto, Menyaksikan Kejatuhan 3 Presiden RI
Soeharto tidak mau bicara dengan Habibie, menteri kesayangannya selama bertahun tahun. Konon karena menolak tuntutan Soeharto supaya mereka mundur.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Hari itu, 21 Mei 1998, hari Kamis, hari libur nasional, Hari Kenaikan Isa Almasih.
Sekitar jam 9 pagi, Presiden Soeharto datang ke Istana Merdeka bersama putri sulungnya, Mbak Tutut.
Wakil Presiden BJ Habibie sudah lebih dahulu tiba.
Seingat saya Habibie berjalan bersama Jenderal (bintang 3) Sintong Pandjaitan dari Wisma Negara ke Istana Merdeka.
Soeharto tidak mau bicara dengan Habibie, menteri kesayangannya selama bertahun tahun.
Konon karena menolak tuntutan Soeharto supaya mereka mundur bersama.
Baca juga: Moeldoko: Kita Patut Berterima Kasih pada Soeharto dan Tien Bangun TMII yang Jangkau Masa Depan
Baca juga: Pemerintah Ambil Alih TMII Setelah 44 Tahun Dikelola Yayasan Milik Keluarga Soeharto
Presiden mengumumkan pengunduran dirinya. Habibie yang baru 2 bulan menjadi wakil presiden, langsung dilantik jadi Presiden RI ketiga.
Saya mengikuti mantan Presiden Soeharto keluar dari istana ditemani putrinya.
Tidak ada lagi pengawalan Paspampres. Mereka berdua menunggu mobil.
Orang kuat yang memimpin Indonesia selama 32 tahun itu, memandangi Istana Merdeka. Sempat bertanya ke puterinya ke mana tujuan mereka selanjutnya.
"Kita ke mana mbak."
Pulang sebagai warga negara biasa.
Baca juga: Sejarah Imlek di Indonesia, Dilarang Soeharto, Diizinkan Gus Dur, Dijadikan Hari Libur oleh Megawati
Sopirnya sering bercanda bahwa dia hanya perlu mengerem ketika sudah tiba di tujuan.
Hari itu setelah sekian puluh tahun, mobil Mercedes Benz itu harus berhenti di lampu merah.