Viral Media Sosial

Gus Miftah Masuk Gereja Picu Polemik, Ketua MUI Pusat Paparkan Hukumnya

Gus Miftah Masuk Gereja Picu Polemik, Ketua MUI Pusat Paparkan Hukumnya. Berikut Selengkapnya

Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dwi Rizki
Dokumentasi KH Cholil Nafis
KH. Cholil Nafis, Lc., Ph D, Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat dan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PB NU. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Polemik mengenai sosok Gus Miftah yang hadir dalam peresmian Gereja Bethel Indonesia beberapa waktu lalu disoroti Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH M Cholil Nafis.

Cholil menyebut banyak pendapat yang disampaikan para ulama mengenai hukum seorang muslim memasuki tempat peribadatan agama lain.

Hal tersebut disampaikan Cholil lewat akun twitternya @cholilnafis; pada Kamis (6/5/2021). 

Dalam postingannya, Cholil mengungkapkan persoalan mengenai seorang muslim masuk tempat ibadah lain, seperti gereja selalu menjadi perdebatan. 

Baca juga: Gus Miftah Dikafirkan Karena Masuk Gereja, Habib Ahmad bin Novel Sebut Itu Tidak Dilarang Agama

"Seringkali karena melihat sesuatu dari sebelah saja, sehingga sebelah (pendapat) yang lain tak terlihat. Ulama berbeda pendapat tentang orang yang masuk gereja," tulis Cholil. 

"Apakah haram, makruh atau boleh. Itu pun kalau tak ada kepentingan atau karena kepepet ke gereja," tambahnya. 

Menurut Mazhab Hanafi dan Syafi’iyah, hukum masuk gereja dijelaskannya dilarang. 

Karena itu, menurut Hanafiyah, lanjut Cholil masuk ke dalam gereja ditetapkan mutlak haram. 

"Karena banyak syaitannya," imbuhnya.

Hukum serupa juga ditegaskan mahzab Syafi’iyah yang menyebut masuk ke dalam gereja haram. 

Alasannya karena ada gambar patungnya. 

"Jadi kalo tak ada gambar patungnya hukumnya boleh. Ini pendapat yang menolak," jelasnya.

Sedangkan, merujuk pendapat hanabilah, masuk gereja yang ada gambar patung hukumnya makruh, yakni tidak disukai oleh Allah, tetapi tapi tak diancam dengan siksa.

Pendapat tersebut katanya juga diambil oleh Ibnu Taimiyah. 

Dalilnya diungkapkan Cholil merujuk Nabi Muhammad SAW yang pernah menolak masuk ke dalam sebuah rumah yang ada gambar patungnya.

"Pendapat Hanabilah, secara mutlak boleh orang masuk gereja. Berargumen dengan cerita Sayyidina Umar yang diundang kaum nasrani ke gereja untuk dijamu, lalu ia meminta Sayyidina Ali menghadirinya bersama orang muslim lainnya," ungkap Cholil.

"Begitu juga saat Nabi isra’ ke Masjid Aqaha sebagai rumah ibadah," tambahnya.

Merujuk riwayat tersebut, dirinya menyampaikan perbedaan hukum seorang muslim masuk ke dalam rumah peribadatan agama lain apabila terdapat kepentingan.

Hukumnya pun haram apabila di dalam gereja terdapat gambar.

"Jadi yang muncul perbedaan hukum itu kalo tak ada kemaslahatan, haram karena adanya gambar. Kalo ada hajat besar seperti untuk kerukunan umat beragama dan bukan saat ibadah mereka tentu boleh saja, selama ia bisa menjaga aqidahnya," jelas Cholil.

"Kalo tak ada kepentingan ya tak usah masuk gereja," tutupnya.

Menurut Habib Ahmad bin Novel bin Jindan

Kehadiran Gus Miftah dalam peresmian Gereja Bethel Indonesia (GBI) Amanat Agung di Penjaringan, Jakarta Utara pada Kamis (29/4/2021) menuai polemik. 

Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta itu bahkan dituding sebagai kafir hingga sesat. 

Alasannya karena masuk ke dalam gereja dilarang dalam ajaran agama Islam. 

Terkait hal tersebut, Sayid Machmoed lewat akun twitternya @sayidmachmoed; pada Kamis (6/5/2021) mencoba meluruskan lewat rekaman video kajian Habib Ahmad bin Novel bin Jindan

"Penjelasan bijak tentang ceramah di gereja, 'Kakek saya Habib Salim bin Jindan, pernah di undang untuk ceramah di gereja'-Habib Ahmad bin Novel bin Jindan @ahmadnsj," tulis Sayid melengkapi video yang diunggahnya.

Baca juga: Gus Miftah Dituding Kafir dan Sesat, Ustaz Adi Hidayat Beberkan Hukum hingga Fatwa KH Hasyim Asyari

Dalam video tersebut, Habib Ahmad bin Novel bin Jindan mencoba menjawab pertanyaan salah satu jemaahnya yang bertanya tentang dakwah di dalam gereja. 

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Habib Ahmad bin Novel bin Jindan memaparkan ilmu fiqih mengenai seorang muslim masuk ke dalam tempat ibadah agama lain.

"Dakwah di dalam gereja? Ini kembali kepada hukum fiqih, boleh nggak kita masuk gereja? Tapi sebelum kita ngomong 'boleh nggak kita masuk gereja?', tanya 'dia (nasrani) boleh nggak masuk mesjid kita?'," tanya Habib Ahmad bin Novel bin Jindan mengawali kajian. 

Dalam hukum Islam dijelaskannya orang non muslim diperbolehkan masuk ke dalam masjid atas izin seorang muslim. 

Sekalipun izin diberikan hanya dari satu orang muslim, bukan dari ketua masjid atau lainnya. 

Sehingga siapapun katanya boleh masuk ke dalam masjid asalkan ada penjamin seorang muslim, walau kafir sekalipun. 

Baca juga: Ustaz Adi Hidayat Ungkap Asal Usul Hari Minggu, Berasal dari Santo Dominggo-Seorang Imam Katolik

Hal tersebut katanya pernah terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW. 

Orang-orang kafir diungkapkan Habib Ahmad bin Novel bin Jindan bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di masjid ketika berada di Madinah. 

Bahkan, rombongan dari Nasharah yang bertemu dengan Rasulullah diizinkan untuk beribadah di salah satu sudut masjid. 

"Nah sekarang sebaliknya, kita masuk ke dalam rumah peribadatan mereka, boleh nggak? Kalau kita masuk untuk beribadah, ya dilarang. Kita masuk untuk beribadah dengan ibadahnya mereka itu nggak boleh," ungkap Habib Ahmad bin Novel bin Jindan

"Namun beda halnya kita masuk bukan untuk beribadah dengan ibadahnya mereka, maksudnya beribadah dengan agama mereka, bukan, Tapi untuk kepentingan tertentu," lanjutnya.

"Di dalam agama nggak dilarang, dan ini terjadi oleh Sayyidina Umar Bin Khattab tatkala membebaskan-menaklukkan Baitul Maqdis atau Al Aqsha," jelas Habib Ahmad bin Novel bin Jindan.

Baca juga: Orasi Kebangsaan Gus Miftah Picu Polemik, BJ Habibie Sebut Gereja Tempat Menenangkan Ketika Bersedih

Ketika itu, lanjutnya, penguasa Baitul Maqdis adalah kaum nasrani. 

Sehingga ketika Baitul Maqdis direbut, kunci-kunci Baitul Maqdis kemudian diserahkan kepada Sayyidina Umar Bin Khattab. 

Sayyidina Umar pun keliling melihat Masjid Aqsha-Baitul Maqdis bersama pemimpin nasrani saat itu, termasuk masuk ke dalam gereja. 

Tatkala Sayyidina Umar ada di dalam gereja, adzan waktu salat ashar berkumandang. 

Pihak gereja katanya menggelarkan selembar sajadah dan mempersilahkan Sayyidina Umar salat di dalam gereja. 

Baca juga: Closing Statement Gus Miftah di GBI Amanat Agung Bikin Bergetar, Beda Keyakinan Namun Tetap Mencinta

"Apa yang terjadi? Sayyidina Umar menolak. Kenapa menolak? Apakah menolak salat di situ? Nggak-bukan, beliau menolak bukan karena alasan dilarang agama salat di dalam situ (gereja)," ungkap Habib Ahmad bin Novel bin Jindan.

"Tapi beliau menolak, beliau bilang 'saya khawatir, kalau saya salat di sini datang satu masa, umat Islam akan merebut gereja kalian karena ini sudah menjadi tempat salatnya saya'," jelasnya. 

Jadi lanjutnya, Sayyidina Umar Bin Khattab tidak salat demi kepentingan pihak gereja saat itu. 

Sayyidina Umar Bin Khattab kemudian memilih berpindah ke tempat yang kemudian dibangun masjid hingga saat ini. 

"Dari sini kita sudah paham bagaimana. Orang yang mau masuk gereja untuk menyembah selain Allah ya dilarang," ungkap Habib Ahmad bin Novel bin Jindan.

"Tapi kalau untuk kepentingan yang lain nggak dilarang, nggak dilarang sama sekali," jelasnya.

Dipertanyakan Ustaz Adi Hidayat 

Sosok Gus Miftah kembali viral di media sosial.

Dirinya dituding kafir dan sesat lantaran menyampaikan orasi kebangsaan dalam peresmian Gereja Bethel Indonesia (GBI) Amanat Agung di Penjaringan, Jakarta Utara pada Kamis (29/4/2021).

Beragam pertanyaan pun dilontarkan terkait kehadiran Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta itu di dalam gereja.

Banyak yang mendukungnya karena menghargai perbedaan.

Namun tidak sedikit yang mencelanya karena menyalahi syariat agama Islam yang menyebut haram bagi setiap muslim yang masuk ke dalam tempat ibadah agama lain. 

Jauh sebelum tudingan kepada Gus Miftah viral di media sosial, Ustaz Adi Hidayat sempat mengkaji hukum memasuki tempat ibadah agama lain.

Ceramah itu terekam dan diunggah kembali oleh akun @Dark_Anger1; pada Selasa (4/5/2021).

Dalam video tersebut, awalnya Ustaz Adi Hidayat membahas soal nama gereja yang berasal dari bahasa latin, yakni 'igereja'.

Selanjutnya, mengenai tata cara beribadah umat kristiani, hingga seorang pemuka agama terkenal bernama Santo Dominggo.

Baca juga: Ustaz Adi Hidayat Ungkap Asal Usul Hari Minggu, Berasal dari Santo Dominggo-Seorang Imam Katolik

"Berdasarkan perjalanan waktu, igereja-igereja-igereja lama-lama menjadi gereja. Jadi gereja itu bukan bahasa Indonesia, dari bahasa latin, asalnya igereja. Bagaimana cara ibadahnya?," tanya Ustaz Adi Hidayat.

"Pertama mereka datang ke situ itu dua hari setelah orang Islam ibadah. Orang Islam umumnya hari Jumat mereka ke mesjid, dua hari setelah itu, itu mereka berangkat ke igereja. Nah cara menyembah orang-orang katolik sampai sekarang itu nggak langsung menyembah tuhannya, lewat perantara," tambahnya.

"Jadi kalau mau ditebus dosanya datang kepada 'Bapa', gitu kan? minta pengakuan dosa dan sebagainya, disebut dengan Santo. Pada saat itu yang disembah Santo Dominggo. Jadi ketika berangkat ditanya mau ke mana mereka? nyembah Santo Dominggo ke igereja," jelas Ustaz Adi Hidayat.

Baca juga: Orasi Kebangsaan Gus Miftah Picu Polemik, BJ Habibie Sebut Gereja Tempat Menenangkan Ketika Bersedih

Kebiasaan menjadi perilaku, nama Santo Dominggu katanya lambat laut berubah menjadi 'Minggu'.

Kemudian menjadi nama hari Minggu hingga saat ini.

"Lisan orang kita suka menyingkat, 'Santo Dominggo-Dominggo-Dominggo-Dominggo menjadi Minggu sampai harinya. Tidak pakai 'o'," ungkap Ustaz Adi Hidayat tersenyum.

"Nah itu, disingkat jadi minggu, minggu itu nggak ada, itu bukan bahasa Indonesia asli, bukan! dulu Ahad, semua mengatakan Ahad. Santo Dominggo, disingkat jadi Minggu, orang kita kan suka menyingkat, bahkan kadang jauh ya? Dominggo-Dominggo-minggu-minggu, hadirlah sampai hari ini," paparnya.

Baca juga: Bedah Foto Jokowi Tinjau Para Ibu Tanam Padi Sendirian, Roy Suryo : Bocor di Belakang

Perubahan tersebut katanya terjadi pada era KH Hasyim Asyari sekira tahun 1911. 

Ketika itu, KH Hasyim Asyari diungkapkannya mengeluarkan fatwa haram mengenai umat muslim yang masuk ke dalam gereja hingga mengenakan pakaian serupa dengan umat Kristiani.

"Di masa tahun 1330 hijriah berkembang itu, KH Hasyim Asyari memberikan fatwa, tidak boleh ikut-ikutan masuk ke gereja. Bahkan beliau ini menghukumi, maaf, menghukumi, 'siapa yang ikut ke sana-bahkan sekedar mengenakan simbol-simbol, pakai topi dan sebagainya-maka ikut dalam kekafiran mereka'," jelas Adi Hidayat.

"Itu keluar fatwa, jadi hati-hati bapak-ibu sekalian ini tidak mudah. Yang jadi persoalan sekarang kok bisa sekarang semakin berkembang?Saya nggak bisa memahami itu, saya tidak bisa memahami sampai hari ini," jelasnya.

Baca juga: Kasus Editan Foto Bocor Juga Pernah Terjadi, Roy Suryo Sebut Ada Penampakan Dalam Rapat Jokowi

Beragam pertanyaan pun disampaikan Ustaz Adi Hidayat terkait hal yang semula dilarang oleh KH Hasyim Asyari justru kini dilakukan banyak umat muslim.

"Kok bisa adzan bisa berkumandang di tempat ibadah agama orang lain? Buka puasa di tempat ibadah agama orang lain, ngapain? Pantesan orang-orang singgah di masjid, ininya (takjil) abis-itunya abis, dibawa ke tempat ibadah orang lain," ungkap Ustad Adi Hidayat.

"Salawatan di tempat ibadah agama lain, kan kacau kalau sudah seperti itu! Itu nggak tepat ya! itu nggak tepat!," jelasnya diakhir tayangan.

Baca juga: Beda Narasi Ketika Musrenbangnas Desember 2019, Jokowi Kini Sebut Pandemi Ubah Rencana Pembangunan

Dibantah Pastor Postinus Gulo

Pernyataan Ustaz Adi Hidayat secara langsung dibantah oleh Pastor Postinus Gulo.

Lewat akun twitternya @PostinusGul; pada Selasa (4/5/2021), Pastor Postinus secara tegas menyatakan kisah yang disampaikan Ustaz Adi Hidayat tidak benar.

Alasannya karena hari minggu dalam bahasa latin disebut 'domnca' yang berarti Tuhan.

Dalam serapannya ke sejumlah bahasa, termasuk bahasa Portugis, kata itu disebut Domingo atau dibaca 'Dominggo. 

"Dalam tradisi Kristiani, Minggu disebut domnca (bahasa Latin) atau doménica (bahasa Italia), yang berarti Hari Tuhan. Kata ini dalam bahasa Portugis disebut Domingo (jika dibaca terdengar seperti Dominggo), yang dalam bahasa Latin disebut dies Dominicus atau Dies Domini (Hari Tuhan kita)," tulis Pastor Postinus.

Alasan lainnya disampaikan Pastor Postinus merujuk sejumlah ayat dalam Al Kitab.

Salah satu jawabannya bisa kita temukan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) no. 2174 : 'Bagi warga Kristen, hari Minggu telah menjadi hari segala hari, pesta segala pesta, 'hari Tuhan' (he kyriake hemera, dies dominica) 'hari Minggu'.

'Pada hari Minggu kami semua berkumpul, karena itulah hari pertama, padanya Allah telah menarik zat perdana dari kegelapan dan telah menciptakan dunia, dan karena Yesus Kristus. Penebus kita telah bangkit dari antara orang mati pada hari ini' (Yustinus, apol. 1,67).

"Dalam Injil Matius 28:1; Mrk 16:2; Luk 24:1; Yoh 20:1, disabdakan bahwa Yesus bangkit dari kematian pada HARI PERTAMA MINGGU (bdk. KGK no. 2174)," tulisnya.

Walau menilai Ustaz Adi Hidayat tidak benar, Pastor Postinus memaafkan.

Dirinya berharap agar semua pihak, khususnya umat kristiani dapat memetik pelajaran dari peristiwa tersebut.

"Semoga dengan paparan ini, kita semakin memahami makna di balik peribadatan pada Hari Minggu," tulisnya diakhir utasan.

Jawaban Gus Miftah Soal Tudingan Kafir 

Dikutip dari Kompas TV, Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji Kalasan, Sleman, D.I Yogyakarta, Gus Miftah memberikan jawaban terhadap tudingan kafir dan sesat yang ditujukan pada dirinya lantaran berceramah di gereja. 

"Lalu kemudian ada yang bilang Gus Miftah kafir karena masuk gereja, silakan saja nggak masalah. Saya meyakini kok InsyaAllah iman saya masih utuh dan (tudingan) itu tidak akan meruntuhkan keimanan saya," kata Gus Miftah menjawab pertanyaan Pemimpin Redaksi KompasTV Rosianna Silalahi dalam tayangan Rosi. 

Dalam kesempatan itu, pemilik nama asli Miftah Maulana Habiburrahman meluruskan beberapa hal yang dianggapnya keliru.

Termasuk anggapan bahwa dirinya berceramah dalam kegiatan ibadah di gereja tersebut.

Menurut Gus Miftah, ceramah yang disampaikannya itu merupakan orasi kebangsaan dalam kapasitasnya sebagai undangan menghadiri peresmian Gereja Bethel Indonesia (GBI) Amanat Agung di Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (29/4/2021).

Ia mengaku tak sendiri hadir dalam kesempatan tersebut.

Bersamanya hadir juga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan serta Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal serta berapa anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) setempat lainnya. 

"Mereka ini tanda tangan prasasti kerukunan cuma saya sendiri yang tidak tanda tangan. Setelah itu saya diminta memberi orasi kebangsaan," tuturnya. 

Gus Miftah pun tak menampik saat Rosi bertanya terkait banyaknya kritikan yang mengarah padanya usai orasi kebangsaan di gereja.

Bahkan, ia mengakui bahwa kritikan tersebut sudah dalam tahap mengarah ke personal dirinya.

"Saya selalu katakan bahwa kita nggak bisa mengatur ombak tapi kita bisa belajar bagaimana berselancar. Kita tidak bisa mengatur omongan orang tapi bagaimana kita menghadapi omongan orang," jelasnya.

Ia pun kembali menegaskan bahwa kehadirannya ke gereja tersebut bukan dalam hal peribadatan melainkan memberi orasi kebangsaan dalam rangka peresmian gereja. 

"Kedatangan saya ke gereja itu cerminan untuk saling menghormati. Saya tinggal di lingkungan Nasrani, tetangga saya itu 60 persen Nasrani," ungkapnya. 

Lantas apakah tudingan kafir tersebut membuat Gus Miftah akan berpikir dua kali untuk melakukan hal serupa?

"Saya pikir tidak, yang penting aqidah saya tetap ada. Sebenarnya kalau kita lihat jejak digital, kyai yang beri ceramah dan orasi di gereja itu banyak. Kenapa yang dipersoalkan hanya Miftah. Tidak akan buat saya goyah," tegas dia. 

Orasi kebangsaan Gus Miftah Bikin Bergetar

Closing statement atau pernyataan akhir yang disampaikan Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) dalam peresmian Gereja Bethel Indonesia (GBI) Amanat Agung di Penjaringan, Jakarta Utara pada Kamis (29/4/2021) membuat bergetar.

Pesan tersebut seperti yang diunggahnya lewat akun instagramnya, @gusmiftah; pada Jumat (30/4/2021).

Mengenakan blangkon hitam yang dipadankan dengan kemeja putih serta sarung berwana hitam, Gus Miftah menyampaikan narasi yang kuat serta pesan yang sangat mendalam tentang persatuan.

Menurutnya, walau umat Islam dan Nasrani berbeda keyakinan, semua umat beragama katanya diungkapkannya sejatinya bersaudara.

Mereka tetap mencinta walaupun berbeda tujuan.

Hal tersebut dibuktikannya lewat harmonisnya umat beragama yang beribadah di Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, Gambir, Jakarta Pusat.

Kedua tempat ibadah itu katanya mampu berdiri saling berhadapan, menghilangkan perbedaan.

Berikut closing statement Gus Miftah selengkapnya:

Di saat aku menggenggam tasbihku dan kamu menggenggam Salibmu.

Disaat aku beribadah ke Istiqlal, namun engkau ke Katederal.

Di saat Bioku tertulis Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Biomu tertulis Yesus Kristus

Di saat aku mengucapkan Assalamualaikum dan kamu mengucapkan Salom.

Di saat aku mengeja Al-Quran dan kamu mengeja Al-Kitabmu.

Kita berbeda saat memanggil nama Tuhan

Tentang aku yang menengadahkan tangan dan kau yang melipatkan tangan saat berdoa.

Aku, kamu, kita.

Bukan Istiqlal dan Katederal yang ditakdirkan berdiri berhadapan dengan perbedaan, namun tetap harmonis.

Andai saja mereka bernyawa, apa tidak mungkin mereka saling mencintai dan menghormati antara satu dan yang lainnya.

Terima kasih, Assalamualaikum, Salom

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved