Bulan Suci Ramadan
Apakah Membicarakan Kejelekkan Orang Lain Bisa Membatalkan Puasa? Ini Dia Kata Buya Yahya
Apakah membicarakan orang bisa membatalkan puasa Ramadhan? Berikut penjelasan dari Buya Yahya
Asy Syaukani rahimahullah kembali menjelaskan, “Dalam ayat di atas terkandung isyarat bahwa kehormatan manusia itu sebagaimana dagingnya. Jika daging manusia saja diharamkan untuk dimakan, begitu pula dengan kehormatannya dilarang untuk dilanggar.
Ayat ini menjelaskan agar seseorang menjauhi perbuatan ghibah. Ayat ini menjelaskan bahwa ghibah adalah perbuatan yang teramat jelek. Begitu tercelanya pula orang yang melakukan ghibah.”
Adapun yang dimaksud ghibah disebutkan dalam hadits berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?”
Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Baca juga: Tidur Cukup Meningkatkan Imunitas Tubuh saat Puasa Bulan Suci Ramadan
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.”
Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim no. 2589, Bab Diharamkannya Ghibah)
Ghibah dan menfitnah (menuduh tanpa bukti) sama-sama keharaman.
Ghibah yang dibolehkan
Namun untuk ghibah dibolehkan jika ada tujuan yang syar’i yaitu dibolehkan dalam enam keadaan sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah.
Ada 6 keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut:
1. Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Ahmad telah menzalimiku.”
2. Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar.