Berita Nasional
Dewi Tanjung Minta Wanita Bercadar dan Pria Bercelana Cingkrang Sebaiknya Keluar dari Indonesia
Dewi Tanjung mengaku geli melihat pria wanita bercadar dan pria bercelana cingkrang dan meminta mereka untuk keluar dari Indonesia.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Politikus PDI Perjuangan Dewi Tanjung kembali membuat pernyataan kontroversial.
Kali ini, dia mengaku geli meligat pria dengan celana cingkrang dan berjengkot.
Termasuk ketika ia melihat perempuan mengenakan cadar,
"Nyai Geli banget liat Kadrun Bercelana Cingkrang, berjenggot, berjidat hitam dan geli liat perempuan Bercadar. Liatlah tampang-tampang mereka seperti zombie hidup muka pucat dan pandangan mata mereka kosong," tulis Dewi di laman Twitter pribadinya, Jumat (2/4/2021)
Baca juga: Detik-detik Kelompok Kupang Bentrok Sengit dengan Pendekar PSHT di Tangerang, Empat Orang Terluka
Ia bahkan tidak segan meminta pria dan wanita bergaya seperti itu untuk keluar dari Indonesia.
"Kalo Kadrun Kilafah mau bergaya seperti ini sebaiknya keluar dari Indonesia," tulisnya
Di sisi lain, Dewi Tanjung juga menyebut para pelaku teroris berpakaian seperti yang dia sebutkan di atas.
Baca juga: Bentrokan Pecah saat Ratusan Warga Tutup Akses ke Lokasi Tambang di Bungo, Jurnalis Ikut Jadi Korban
Pernyataan pengurus MUI tentang polemik cadar
Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Zaitun Rasmin beberapa waktu menyebut, diskriminasi terhadap warga negara yang mengenakan cadar maupun celana cingkrang sangat mengusik umat muslim.
Sebab diyakinkannya, walau pakai cadar dan celana cingkrang, mereka tetap menjunjung tinggi Pancasila dan menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Hal tersebut disampaikan KH Zaitun Rasmin dalam Program Indonesia Lawyers Club (ILC) bertajuk 'Apa, Siapa, Radikal' di TV One pada Selasa (5/11/2019) silam.
Dalam paparannya, KH Zaitun Rasmin menekankan agar sejumlah pihak tidak menyampaikan penilaian sepihak, khususnya tentang penggunaan cadar dan celana cingkrang.
Baca juga: Markas Pemuda Pancasila Cibodas Digrebek, Polisi: Jadi Tempat Jualan Miras dan Pesta Sabu
Terlebih, penilaian tersebut jauh dari pendapat ulama ataupun organisasi Islam yang ada di Indonesia, yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
"Ada tiga ormas besar atau terbesar yang mempunyai kompetensi, kita kembalikan bagaimana penilaian-penilaian itu agar kita tidak bebas nilai. Nah, saya setuju bahwa kita juga jangan apologi, di dalam dunia Islam yang namanya radikal berdasarkan agama itu pasti ada, dari zaman awal ada Khawarij dan membawa korban tidak sedikit, ada syiah juga yang membawa korban waktu Qaramithah berkuasa, ada 30.000 orang dibunuh dari jemaah haji, Hajar Aswat dicuri dan ada liberalisme pemikiran ini juga tidak boleh kita tidak akui dalam dunia Islam," jelas KH Zaitun Rasmin.
"ya kalau Ahlussunnah saya akui flat dari dulu, ada kasus-kasus ahlussunnah membunuh dan sebagainya itu kasus yang lumrah terjadi di manusia, bukan karena berangkat dari pemahaman yang radikal tadi itu," tambahnya.