Dugaan Korupsi Pengadaan QCC

Akhirnya Ditahan KPK, RJ Lino: Saya Senang Sekali Setelah Lima Tahun Menunggu

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost (RJ) Lino.

TRIBUNNEWS/ILHAM RIAN PRATAMA
KPK akhirnya menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino, Jumat (26/3/2021), setelah menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (Qcc) di Pelindo II Tahun 2010, sejak Desember 2015. 

"Saya cuma bilang satu hal ya."

"Saya waktu masuk Pelindo II asetnya Rp 6,5 triliun."

Baca juga: Besok Sidang Rizieq Shihab Digelar Offline, 1.985 Personel Aparat Gabungan Bakal Jaga PN Jaktim

"Waktu saya berhenti asetnya Rp 45 triliun, itu 6,5 tahun."

"Saya bikin kaya perusahaan," tegasnya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum membuka peluang menyetop kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.

Baca juga: DAFTAR Terbaru 16 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Bali Terbanyak, Jakarta Nihil

Tersangka kasus ini adalah mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino.

UU 19/2019 tentang KPK menyebutkan lembaga antikorupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan, terhadap perkara yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

Sementara, RJ Lino telah menyandang status tersangka sejak akhir 2015, atau lebih dari lima tahun lalu.

Baca juga: DAFTAR Terbaru 16 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Bali Terbanyak, Jakarta Nihil

"Untuk SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) di situ memang dua tahun, tapi di situ kan dapat dihentikan."

"Ini kami belum sampai kesimpulan akan menghentikan," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata lewat keterangan tertulis, Rabu (3/3/2021).

Penyidikan kasus ini terkendala perhitungan kerugian keuangan negara.

Baca juga: Kenapa Penyintas Covid-19 Baru Bisa Divaksin Setelah 3 Bulan Sembuh? Ini Penjelasannya

RJ Lino dijerat pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang salah satu unsur perbutannya merugikan keuangan negara.

Hambatan menghitung kerugian keuangan negara ini disebabkan pihak Huangdong Heavy Machinery (HDHM) yang menjadi pelaksana proyek, enggan menyerahkan dokumen harga QCC yang mereka jual kepada PT Pelindo II.

Belakangan, KPK meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian keuangan negara kasus ini.

Baca juga: DAFTAR Terbaru 14 Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Ada di Papua, Nias, Maluku Utara, dan Bengkulu

Alex mengakui, penyidikan kasus ini tinggal menunggu informasi kerugian keuangan negara.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved