Berita Jakarta

Dirjen Kekayaan Intelektual Sebut UU Merek Terlampau Luas Pengertiannya dan Butuh Banyak Pembuktian

Dirjen Kekayaan Intelektual Sebut UU Merek terlampau luas pengertiannya dan butuh banyak pembuktian.

Penulis: Dodi Hasanuddin | Editor: Dodi Hasanuddin
Wartakotalive.com/Dodi Hasanuddin
Dirjen Kekayaan Intelektual Sebut UU Merek terlampau luas pengertiannya dan butuh banyak pembuktian. 

Demikian juga dengan CocaCola yang cukup dikenal luas dengan sejarahnya, kendati sesuai kriteria di pasal 18 ayat 3 sudah terkenal, lantas bagaimana jika didaftarkan merk lain.

“Apakan CocaCola Zero adalah merk lain terkenal ketika dilekatkan dengan CocaCola atau stand alone sebagai merek baru,” pungkas Freddy.

Oleh karena itu, Freddy menilai diperlukan pemahaman secara komprehensif kepada para pelaku usaha.

Baik pengusaha, produsen, konsultan, serta akademisi tentang kriteria merek terkenal yang berlaku di Indonesia, dan praktik terbaik mengenai pengujian dan identifikasi merek terkenal secara keseluruhan.

Baca juga: Jangan Sampai Jadi Klaster Baru, Pilkades Serentak 4 April 2021 Ini Tiru Pelaksanaan Pilkades 2020

Sebab, dari kasus-kasus seperti pemalsuan dan pembajakan terkait merek terkenal sudah kerap terjadi, akan mengganggu aktivitas bisnis.

“Perdaganan tidak akan berkembang baik jika suatu merek, termasuk merek tekenal, tidak memperoleh perlindungan hukum yang memadai di suatu Negara," tutur Freddy.

"Penegakan hukum yang tegas harus dilakukan terhadap pelaku-pelaku pemalsuan yang merugikan bagi para pemegang merek terkenal yang sebenarnya. Penegakan hukum terhadap tindakan pemalsuan merek terkenal tentu akan berimbas positif terhadap iklim perdagangan,” tegasnya.

Perlindungan Merek Terkenal Harus Penuhi Standar

Ketua Dewan Penasehat AKHKI, Dr. Cita Citrawinda Noerhadi, S.H., MIP dalam webinar yang sama mengatakan, praktik penegakan hukum dan perlindungan merek terkenal harus memenuhi standar minimum tertentu.

“Namun bagi merek yang memiliki reputasi harus dilindungi,” katanya.

Memang dalam UU No 20 tahun 2016, pasal 21 ayat 1 menegaskan bahwa permohonan ditolak jika merek tersebut memilki persamaan pada pokok/ keseluruhan dengan merek pihak lain untuk barang jasa.

Baca juga: VIDEO Partai Demokrat Kubu Moeldoko Konpres di Tempat Paling Bersejarah Wisma Atlet Hambalang

Lalu ada pasal ‘c’ disebut merek pihak lain untuk barang dan/jasa tidak sejenis dengan yang memenuhi persyaratan tertentu.

“Permohonan pada pokoknya tentunya juga harus dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat, reputasi merek, investasi di berbagai negara. Jadi kalau dilihat dalam praktik, yang penting adalah pendapat dan persepsi konsumen terhadap merek tersebut," kata Cita.

Sebab belum ada satu definisi pun tentang merek terkenal, bahkan konvensi Paris tidak mengatur pasal atau definisi dari merek terkenal,” tegasnya.

Dia mencontohkan, merek odol yang ditujukan untuk konsumen agar menjaga kesehatan gigi, tetapi kemudian berubah menjadi kata generik sehingga kehilangan daya pembedanya.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved