Berita Nasional
Sama-sama Bekerja di KSP, Ngabalin Ucapkan Selamat kepada Moeldoko Terpilih sebagai Ketum Demokrat
Ngabalin memastikan, keputusan Moeldoko bersedia ditunjuk menjadi ketua umum Partai Demokrat tidak ada kaitannya dengan jabatannya sebagai kepala KSP
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Tenaga ahli KSP Ali Mochtar Ngabalin mengapresiasi sekaligus memberikan ucapan selamat kepada Kepala KSP Moeldoko yang secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa Deli Serdang.
Ngabalin memastikan, keputusan Moeldoko bersedia ditunjuk menjadi ketua umum Partai Demokrat tidak ada kaitannya dengan jabatannya sebagai kepala KSP.
"Sikap dan keputusan diambil Moeldoko ketika didatangi kemudian diminta menjadi ketua umum partai Demokrat dalam KLB kemarin itu adalah keputusannya tidak mungkin dan mustahil kalau beliau tidak memberikan pertimbangan yang sangat serius," kata Ngabalin, dalam program Apa Kabar Indonesia Malam, Minggu (7/3/2021).
Baca juga: Dijanjikan sebagai Capres saat Diajak KLB Demokrat, Gatot Nurmantyo Tak Sampai Hati Khianati SBY
Baca juga: Terekam Aksi Bagi-bagi Uang seusai KLB, Massa Pro Moeldoko Kerubuti Korlap karena Belum Dapat Jatah
Ngabalin mengakui, saat menjalankan tugas di KSP, dirinya sama sekali tidak pernah diajak bicara Moeldoko tentang keputusannya bergabung ke Partai Demokrat sebagai ketua umum.
"Karena jujur saya mau katakan dan ini saya sampaikan bahwa kami tidak pernah membahas dan membicarakan tentang masalah Partai Demokrat di kantor staf presiden. Begitu juga beliau juga beliau tidak pernah membicarakan kepada kami mengenai organisasi HKTI sangat proporsional Pak Moeldoko itu meletakkan posisinya," katanya.
Baca juga: Mahfud MD Bilang Pemerintah Tak Bisa Larang KLB Deli Serdang, Sama Ketika SBY Diam Saat Dualisme PKB
"Beliau mampu menempatkan mana tugas-tugas yang harus dilakukan terkait dengan memback up kebijakan Bapak Presiden di kantor staf presiden dan mana urusan beliau yang tidak mengajak kami bicara," ujarnya.
Ngabalin pun mengapresiasi sikap Moeldoko yang mampu memisahkan antara tugasnya di KSP dengan hal yang bersifat pribadi.
"Itu sebabnya saya memberikan apresiasi kepada beliau dan saya kira sah sah saja kalau kemarin begitu beliau secara aklamasi dipilih kemudian sayapun sebagai kawan sahabat dan anak buah saya harus memberikan apresiasi dan selamat atas amanat dan tanggung jawab yang diberikan kepada Pak Moeldoko," ujarnya.
Moeldoko disarankan mundur dari KSP
Pada kesempatan sebelumnya, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya meminta agar Moeldoko mengundurkan diri dari jabatan Kepala Kantor Staff Kepresidenan (KSP) terkait diusungnya dirinya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa Deli Serdang, Sumatera Utara.
Yunarto menyebut, tak elok apabila seorang kepala KSP merangkap jabatan sebagai ketua umum sebah partai politik.
"Yang jauh lbh penting dari urusan internal partai demokrat, alangkah baiknya Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) tidak boleh merangkap Ketua Umum Partai," tulis Yunarto Wijaya di akun Twitternya, Sabtu (6/3/2021).
Baca juga: Jangan Sampai Konflik Demokrat seperti Peristiwa Kudatuli, Sejarah Kudeta Parpol Paling Berdarah
Baca juga: Jokowi Serukan Benci Produk Asing, Para Petinggi E-Commerce di Indonesia Bereaksi
Terlebih, kata dia, kepala KSP merupakan representasi dari pemerintah.
"Menteri saja seeloknya bukan pengurus partai, apalagi Kepala KSP yang jelas-jelas mewakili wajah kepala pemerintahan/negara," ungkapnya.
Ada skenario khusus
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani turut prihatin dengan tindakan pengambilan kepengurusan Partai Demokrat yang dilakukan dengan Kongres Luar Biasa (KLB) hingga pengangkatan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat.
Saiful Mujani menilai, kini 'hidup dan mati' partai Demokrat ada di tangan Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM.
"Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua partai Demokrat lewat KLB maka selanjutnya tergantung negara, lewat menkumham dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak," tulisnya di akun Twitter, dikutip pada Sabtu (6/3/2021).
Dalam beberapa kasus pengambilalihan parpol sebelumnya, Yasonna memenangkan pihak yang menggelar KLB atau yang dituding 'mengambilalih paksa' sebuah parpol.
Baca juga: Mahfud MD sebut Pemerintah Tak Bisa Larang KLB Demokrat, Singgung Sikap Diam SBY saat PKB Pecah
Terakhir terjadi pada kasus Partai Berkarya dimana Tommy Soeharto hampir saja disingkirkan setelah kubu KLB disahkan oleh Kemkumham.
Beruntung, saat menggugat ke pengadilan, partai Berkarya yang dirintis Tommy berhasil kembali.
Apabila nantinya Yasonna mengakui kepengurusan Demokrat versi Moeldoko, Saiful Mujani menyebut, bahwa itu pertanda Partai Demokrat akan benar-benar mati.
"Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD Ahy, lonceng kematian PD makin kencang," jelasnya.
Saiful Mujani menyebut, seandainya Yasonna mensahkan kepengurusan Demokrat versi Moeldoko dan kubu AHY mempermasalahkannya ke pengadilan, itu juga bukan perkara mudah.
Sebab, ia menilai akan ada proses panjang meskipun kubu AHY memiliki legalitas sekalipun.
Baca juga: Jangan Sampai Konflik Demokrat seperti Peristiwa Kudatuli, Sejarah Kudeta Parpol Paling Berdarah
"PD Ahy selanjutnya akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?" jelasnya.
Saiful Mujani membayangkan seandainya Partai Demokrat benar-benar dikuasi oleh Moeldoko dan kelompoknya, maka Demokrat tidak akan lagi sebesar ketika dipimpin oleh SBY.
"Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? seperti mantan jendral-jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dr Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai," tandasnya
Baca juga: Saiful Mujani: Ini Ironi Luar Biasa, Kejadian Pertama Sebuah Partai Dibajak Orang Luar Partai
Baca juga: Partainya Dikudeta, SBY Bakal Pimpin Demo ke Istana, ProDem Siap Kerahkan Anggota Lawan Penindasan
"Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu," terangnya.
Ia pun menduga, skenario terakhir dari apa yang dilakukan Moeldoko tersebut adalah untuk membunuh partai Demokrat.
"Hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi," ungkapnya.