Virus Corona

Tangani Pandemi Covid-19, Utang Luar Negeri Indonesia Membengkak Lagi Jadi Rp 5.845 Triliun

Erwin menjelaskan, perlambatan ULN tersebut terutama disebabkan perlambatan dari pertumbuhan ULN swasta.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV 2020 sebesar Rp 5.845 triliun. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV 2020 sebesar 417,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau sekitar Rp 5.845 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS).

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, jumlah itu terdiri dari ULN sektor publik atau pemerintah, Bank Sentral sebesar 209,2 miliar dolar AS, dan ULN sektor swasta termasuk BUMN sebesar 208,3 miliar dolar AS.

"Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia pada akhir kuartal IV 2020 tumbuh sebesar 3,5 persen year on year/yoy."

Baca juga: Respons Pernyataan Jusuf Kalla, Mahfud MD: Keluarga JK Juga Pernah Lapor ke Polisi

"Menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya sebesar 3,9 persen yoy," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (15/2/2021).

Erwin menjelaskan, perlambatan ULN tersebut terutama disebabkan perlambatan dari pertumbuhan ULN swasta.

Sementara, ULN pemerintah tumbuh meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi sebesar 206,4 miliar dolar AS, atau tumbuh 3,3 persen yoy, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal III 2020 sebesar 1,6 persen yoy.

Baca juga: Diminta Bareskrim, Besok Komnas HAM Serahkan Semua Barang Bukti Terkait Tewasnya 6 Anggota FPI

Perkembangan ini, lanjut Erwin, didukung oleh terjaganya kepercayaan investor, sehingga mendorong masuknya aliran modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

"Di samping itu, adanya penarikan sebagian komitmen pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)" papar Erwin.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, utang pemerintah semua negara, termasuk Indonesia, mengalami kenaikan.

Baca juga: 90,05 Persen Tenaga Kesehatan di Jatinegara Sudah Divaksin Covid-19 Dosis Kedua, di Cakung 89,6%

Hal itu terjadi karena adanya kebijakan fiskal countercyclical yang luar biasa diberikan oleh seluruh negara di dunia, tidak hanya G-20.

Bahkan untuk kategori negara maju anggota G-20, kenaikan rasio utangnya terhadap GDP meningkat.

Baca juga: Pangdam Jaya Usulkan FPI Dibubarkan, Sekjen PKS: Aneh, Offside

"Mereka (negara maju G-20) rata-rata utang selama ini sebelum krisis (pandemi Covid-19) sudah ada di tingkat yang cukup tinggi, yaitu sekira 100 persen dari GDP. "

"Sekarang melonjak di sekira 130 persen GDP," ujarnya dalam konferensi pers 'APBN KiTa Edisi November 2020' secara virtual, Senin (23/11/2020).

Sri Mulyani menjelaskan, rasio utang negara berkembang di G-20 juga mengalami peningkatan, meski tidak sedahsyat negara maju.

Baca juga: Dapat Izin dari Pemerintah Pusat, Pemprov DKI Tak Mau Langsung Gelar Belajar Tatap Muka di Sekolah

"Untuk G-20 emerging country rata-rata utang mereka adalah di sekira 50 persen dari GDP."

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved