Virus Corona

Pandemi Virus Corona Membuat Risiko Kekurangan Zat Besi Naik pada Anak

Pandemi virus corona berdampak besar bagi kehidupan manusia. Salah satunya pada konsumsi protein hewani yang menurun drastis.

Penulis: LilisSetyaningsih | Editor: Valentino Verry
Warta Kota/Dwi Rizki
Ilustrasi anak kurang gizi. Akibat pandemi virus corona yang berkepanjangan, membuat ekonomi masyarakat menurun. Akibatnya konsumsi makanan bergizi pun berkurang di masyarakat, terutama mereka yang berasal dari keluarga miskin. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pandemi virus corona berdampak besar bagi kehidupan manusia. Salah satunya pada konsumsi protein hewani yang menurun drastis.

Kalau dihubungkan antara konsumsi protein hewani dengan cerminan konsumsi zat besi, bisa dilihat bahwa ada keterkaitan hasil belajar dengan konsumsi makanan protein tinggi. 

Ketua Himpunan pendidik dan tenaga kependidikan anak usia dini Indonesia (Himpaudi) Pusat, Prof. Dr. Ir. Hj. Netti Herawati, M.Si mengatakan anak dengan konsumsi protein tinggi, dimensi perkembangannya lebih baik.

Faktanya, 20 persen anak ke sekokah tidak sarapan, 20 persen anak memiliki kebiasaan makan  kurang 3x sehari, dan banyak anak mengalami defisiensi zat besi. Pandemi berisiko memperparah hal ini. 

Berdasarkan survei daring oleh PP HIMPAUDI terhadap 25.935 responden, sebanyak 33,8 persen telah mengurangi pengeluaran untuk makanan dan minuman. 

Ini sejalan dengan survei daring oleh Hanna dan Olken (2020) yang menemukan, pandemi menurunkan ketahanan pangan keluarga; setidaknya 36 persen responden mengaku bahwa dirinya telah mengurangi porsi makan karena terkendala keuangan.

Fakta ini tentu saja berisiko terhadap penurunan asupan zat besi. Terlebih bahan makanan protein hewani relatif lebih mahal harganya. Sumber makanan mengandung zat besi diantaranya daging, ikan, unggas, telur, dan susu.

Selain itu, para pengajar PAUD juga mengalami penurunan gaji, yang bisa membuat mereka kurang fokus dan konsentrasi saat memberikan pelajaran jarak jauh (PJJ).

"Orangtua harus memastikan anak mendapat nutrisi sebelum mulai belajar, sehingga ia merasa nyaman. Anak yang kekurangan gizi tidak akan mau belajar. Gizi dan stimulasi harus diberikan secara beriringan. Guru menjadi agen penggerak pembelajaran untuk membangun pola makan anak, dan seharusnya diteruskan ke masa-masa berikutnya," katanya.

Zat besi adalah salah satu mikronutrien atau sering juga dikenal sebagai vitamin dan mineral yang sangat penting untuk mendukung kemampuan belajar anak. 

 Kekurangan zat besi khususnya pada anak memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang, misalnya gangguan pada perkembangan kognitif, motorik, sensorik serta perilaku dan emosi.

Terlebih saat anak memasuki usia sekolah, kekurangan zat besi akan berdampak pada kurangnya konsentrasi saat belajar, ketidakmampuan belajar, hingga perkembangan yang tertunda.

Anemia, khususnya akibat defisiensi zat besi, seperti lingkaran setan yang sulit diputus di Indonesia. Kekurangan zat besi sudah terjadi saat remaja, dewasa, menikah, hamil, lalu punya anak lagi. Anak ini kekurangan zat besi lagi terutama saat pubertas. Begitu seterusnya.

Padahal kekurangan zat besi tidak bisa dianggap remeh. Kekurangan zat besi khususnya pada anak memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang, misalnya gangguan pada perkembangan kognitif, motorik, sensorik serta perilaku dan emosi.

Terlebih saat anak memasuki usia sekolah, kekurangan zat besi akan berdampak pada kurangnya konsentrasi saat belajar, ketidakmampuan belajar, hingga perkembangan yang tertunda. 

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved