Berita Nasional

Komunitas Pers: Maklumat Kapolri Tentang FPI Tidak Sejalan dengan Demokrasi dan Ancam Kebebasan Pers

Komunitas Pers menilai maklumat kapolri itu mengancam tugas jurnalis dan media dalam mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publi

Editor: Feryanto Hadi
Dok. Div Humas Polri
Kapolri Jenderal Idham Azis dalam perayaan Hari Bhayangkara ke-74 yang digelar secara virtual dengan jajaran Polda dan Polres di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (1/7/2020). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan Maklumat tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan dan atribut FPI.

Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Idham Azis, menerbitkan Maklumat Kepala Kepolisian Indonesia Nomor: Mak/1/I/2021 Tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) tertanggal 1 Januari 2020.

Dalam maklumat tersebut, Kapolri menekankan masyarakat agar tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten yang berkaitan dengan FPI.

"Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial," demikian salah satu poin Maklumat Kapolri tersebut.

Baca juga: Kapolri Keluarkan Maklumat Tentang FPI, Dandhy Laksono: Ngawur dan Inkonstitusional

Adapun penerbitan maklumat ini merujuk surat keputusan bersama (SKB) nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Dengan mengacu SKB itu, Kapolri mengingatkan masyarakat tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI.

Kapolri juga mengingatkan masyarakat agar segera melaporkan kepada aparat yang berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol, dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Baca juga: Front Persatuan Islam Dideklarasikan, Mahfud MD: Boleh, Asal Tidak Melanggar Hukum

Selain itu, Kapolri juga mengedepankan Satpol PP yang didukung penuh TNI-Polri untuk melakukan penertiban di lokasi yang terpasang spanduk atau banner, atribut, hingga pamflet FPI. "

Bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau diskresi kepolisian," tulis poin lain Maklumat Kapolri.

Maklumat tersebut mendapatkan kritik hingga pertentangan dari sejumlah pihak.

Termasuk dari Komunitas Pers yang menganggap maklumat tersebut mengancam tugas jurnalis dan media dalam melakukan pemberitaan.

Komunitas pers, di antaranya Forum Pemred dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai isi maklumat itu tak sejalan dengan semangat demokrasi dan menghormati kebebasan dalam memperoleh informasi.

Maklumat itu juga dinilai mengancam tugas jurnalis dan media dalam mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik, dalam hal ini terkait FPI

Baca juga: Fadli Zon: Selamat Atas Lahirnya Front Persatuan Islam

Terkait hal tersebut, komunitas pers pun meminta agar ketentuan dalam poin 2d tersebut dicabut.

Berikut pernyataan sikap resmi komunitas pers dalam menyikapi Maklumat Kapolri di Pasal 2d:
  • Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
  • Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, "(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi." Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran", yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers.
  • Mendesak Kapolri mencabut Pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.
  • Mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers.
    Jakarta, 1 Januari 2021
    Abdul Manan, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
    Atal S. Depari, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat
    Hendriana Yadi, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
    Hendra Eka, Sekjen Pewarta Foto Indonesia (PFI)
    Kemal E. Gani, Ketua Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred)
    Wenseslaus Manggut, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
    Jadi trending topik 

    Di sosial media Twitter, frasa Maklumat Kapolri bahkan menjadi trending topik.

    Sejumlah pihak menganggap keluarnya maklumat Kapolri tersebut berlebihan bahkan dinilai mengancam kebebasan pers

    Bahkan, Sutradara, aktivis dan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono menyebutnya sebagai tindakan nyawur hingga inkonstitusional.

    Baca juga: Front Persatuan Islam Dideklarasikan, Mahfud MD: Boleh, Asal Tidak Melanggar Hukum

    "Tak ada yang tertarik menyebarkan "konten FPI" selain sirkel mereka sendiri. Yang siap membantah bahkan lebih banyak. Tapi maklumat semacam ini ngawur, inkonstitusional, dan patut diabaikan," tulis Dandhy di akun Twitternya, Jumat (1/1/2021).

    Sejumlah tokoh juga turut menyoroti keluarnya maklumat tersebut.

    Dekan Fakultas Hukum Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Trisno Raharjo kepada sebuah media nasional menilai, pelarangan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang cukup, dan berlebih, mengingat pelarangan tersebut hanya bersandarkan kepada maklumat.

    “Biasanya sanksi pidana yg dihubungkan dengan pengumuman atau maklumat yang berisikan larangan hanya berlaku dalam kondisi perang. Saat ini kita tidak berada dalam kondisi tersebut, bila dihubungkan dengan kondisi saat ini yaitu darurat bencana, juga tidak relevan dan tidak berhubungan,” terangnya.

    Baca juga: Minta Pemerintah Tak Menghambat Front Persatuan Islam, HNW: Akomodasi Hak Berserikat Mereka

    Trisno menganggap, maklumat tersebut justru menunjukkan kepolisian bukan penerapan diskresi tetapi menjadi bentuk penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan oleh penegak hukum dalam hal ini kepolisian.

    “Pada akhirnya maklumat ini menjadikan pihak kepolisian sebagai alat kekuasaan bukan pengayom masyarakat,” tandasnya.

    Sementara, sejumlah warganet juga mempertanyakan adanya larangan itu.

    Baca juga: Fadli Zon: Selamat Atas Lahirnya Front Persatuan Islam

    Sebab, tidak sedikit konten tentang FPI yang disebarkan di media sosial adalah kegiatan sosial para anggota FPI dalam membantu bencana di sejumlah daerah.

    "Om @mohmahfudmd.ini gimana sih, kita sudah reformis dan demokratis, mengapa masih ada pernyataan2 begini? Konten FPI yg dibaca dn disebarkan Rakyat cuman Perjuangan FPI bantu Rakyat," tulis akun @conan_idn.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved