Berita Depok
Hubungan Sesama Jenis di Depok Masih Marak dan Jadi Penyebab Tingginya Kasus Orang dengan HIV/AIDS
Saat ini, hubungan sesama jenis di Kota Depok masih banyak hingga membuat kasus HIV/AIDS di Kota Depok meningkat.
Penulis: Dodi Hasanuddin | Editor: PanjiBaskhara
“Kita mengupayakan produsen di dalam negeri itu mampu memproduksi hal semacam itu. Termasuk obat yang jarang ini adalah langkah yang sedang diupaykan oleh Bapak Menkes Terawan melalui berbagai kemudahan invetasi dan regulasi,” pungkas Anung.
Cara Mudah Pasien HIV Hidup Puluhan Tahun Tanpa Biaya
Terdapat sebuah cara agar pasien HIV bisa hidup puluhan tahun, dan cara mudah pasien HIV hidup puluhan tahun tanpa biaya alias gratis.
Sekaligus ada juga sejumlah tahapan pasien HIV bisa hidup puluhan tahun, hingga beberapa syarat pasien HIV bisa hidup puluhan tahun.
Soal cara agar pasien HIV mudah hidup puluhan tahun tanpa biaya itu, diungkap oleh Pendamping ODHA dari Yayasan Pesona Jakarta (YPJ) Yanto.
Tak sedikit pasien terjangkit virus HIV/AIDS ingin hidup normal seperti orang lain pada umumnya, tetapi mereka para pasien HIV/AIDS bisa hidup puluhan tahun dalam keadaan sehat.
Syaratnya, mereka pasien HIV/AID tersebut, sangat diwajibkan untuk meminum obatnya selama seumur hidup dengan cara yang disiplin.
"Mereka nanti dapat obat yang bisa menekan resistensi virus, obat ditebus setiap bulan bisa di Puskesmas bisa di Rumah Sakit," kata Yanto pendamping ODHA wilayah Jakarta Barat, ditemui di kawasan Cempaka Mas, Rabu (27/11/2019).
Kata Yanto, obat tersebut juga bisa didapatkan dengan mudah dan gratis.
Obat itu bisa didapatkan setelah pasien menjalankan test deteksi HIV di rumah sakit atau puskesmas secara gratis.
Bagi pasien BPJS obat tersebut diambil gratis setiap bulannya berdasarkan resep dari dokter Puskesmas.
Sedangkan bagi pasien non BPJS, pasien hanya dikenakan biaya administrasi Puskesmas yang biasanya tidak lebih dari Rp15 ribu.
"Nantinya dokter yang menangani langsung meresepkan selama satu bulan, obat itu harus diminum setiap hari, satu hari satu butir," kata Yanto.
Obat yang dikenal bernama antiretroviral (ARV) itu harus diminum pasien HIV tanpa putus.
Kalau putus sehari saja kata Yanto maka virus dikhawatirkan akan resisten.
"Jadi bagaimana mental pasien saja, dia disiplin minum obat atau tidak, kalau sering bolong-bolong efek buruknya ketahuan 3 sampai 5 tahun kemudian," kata Yanto.
Namun kalau disiplin, maka pasien bisa hidup normal seperti masyarakat lainnya.
Hal itu lantaran imunnya akan tetap stabil karena efek obat tersebut.
"Makanya kuncinya disiplin, disiplin kontrol setiap bulan ke dokter dan disiplin meminum obat setiap hari," kata Yanto.
Kalau hal itu dijalankan kata Yanto, tidak menutup kemungkinan para pasien HIV bisa hidup puluhan tahun setelah terdeteksi terjangkit virus tersebut.
"Seperti manusia pada umumnya saja, bisa 30 tahun lebih hidup asalkan tidak terserang penyakit lain yang berbahaya seperti TBC," kata Yanto.
Selain itu kata Yanto, pasien juga harus mulai merubah gaya hidup seksualnya.
Seksual yang tidak aman dikhawatirkan akan memperparah virus yang terdapat di dalam tubuh pasien.
"Jadi jangan mentang-mentang minum obat, tapi gaya hidup jorok tidak berubah," kata Yanto.
Diberitakan Wartakotalive.com sebelumnya Test deteksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) ternyata semakin mudah dan terjangkau.
Di Jakarta Barat sendiri kini sudah ada 8 Puskesmas yang menyediakan test deteksi HIV dan pemberian obat gratis kepada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Hal itu diungkapkan pendamping ODHA Yanto dari Yayasan Pesona Jakarta (YPJ).
Kata Yanto, sejak dari tahun 2017, 8 puskesmas di Jakarta Barat sudah menyediakan test deteksi HIV.
Selain test deteksi HIV, kedelapan puskesmas itu juga sudah mendistribusikan obat untuk penekan virus HIV agar tetap stabil.
"Di Jakarta Barat ada 8 Puskesmas, Tambora, Grogol Petamburan, Kalideres, Cengkareng, Palmerah, Kembangan, Tamansari, Kebon Jeruk," kata Yanto pendamping ODHA di Jakarta Barat, Rabu (27/11/2019).
Yanto mengatakan test dan obat yang diberikan gratis seratus persen bagi pengguna BPJS.
"Ya sama saja kaya kamu mau kontrol ke Poli Gigi, tidak ada bedanya, tinggal ke kasir urus administrasi ketemu dokter dan test," kata Yanto.
Obat yang akan diberikan kata Yanto ada dua jenis.
Tahap pertama ialah cotrimicoleztator yang berfungsi untuk menahan bakteri menyebar.
Tahap kedua ialah antiretroviral (ARV) setelah obat cotrimicoleztator diberikan.
"Obat ARV itulah yang akan terus diberikan nantinya setiap bulan oleh dokter, obat itu harus diminum seumur hidup oleh ODHA," kata Yanto.
Seluruh obat itu kata Yanto gratis diberikan bagi pengguna BPJS.
Kemudahan juga diberikan bagi non pengguna BPJS.
Pasien HIV hanya membayar Rp15 ribu untuk administrasi Puskesmas.
Kemudahan itu kata Yanto diklaim telah menekan jumlah penyebaran HIV.
Sebab pasien bisa mengetahui lebih dini mengidap HIV sehingga bisa mencegah penyebaran lebih lanjut.
"Berpengaruh sekali, dulu test HIV itukan harus ke Rumah Sakit tertentu, sekarang orang tinggal ke Puskesmas, jadi mudahkan kelompok rentan untuk memeriksakan diri," kata Yanto.
Jakarta Barat Target Zero Kasus Penularan HIV
Jakarta Barat menargetkan 0 penularan HIV/AIDS di tahun 2030 mendatang.
Penyakit HIV/AIDS menyerang banyak kalangan termasuk di antaranya vokalis utama Queen, Freddie Mercury.
Oleh karenanya, dilakukan perluasan pelayanan tes HIV dan menambah Rumah Sakit yang mampu memberikan layanan tes HIV.
"Zero pertama adalah zero new HIV."
"Diharapkan tidak ada infeksi baru HIV di 2030 dilakukan dengan cara harus menemukan orang yang HIV positif," kata Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Khristy Wathini dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Kata Khristi, satu di antara upaya yang dilakukan adalah dengan menemukan lebih dini orang dengan HIV.
Di mana perluasan pelayanan test ditambah dari 25 rumah sakit menjadi 28 rumah sakit.
Selain itu, tes HIV juga sudah sampai ke beberapa klinik yang ditunjuk oleh pemerintah.
"Pelaksanaan OJT (On the Job Training) test HIV sampai ke klinik swasta," jelas Khristy.
Selain memperluas klinik dan rumah sakit untuk pengecekan HIV, pemerintah juga berupaya mencegah kematian akibat HIV/AIDS dengan sesegera mungkin memberikan obat bagi ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).
"Orang yang di diagnosis HIV harus segera diberikan obat ARV, puskesmas dijadikan layanan Mandiri ARV dan Desentralisasi ARV yang di kelola oleh Sudinkes," jelas Khristy.
Sehingga, kata Khristy, diharapkan kematian dengan HIV/AIDS di 2030 bisa nihil.
Terakhir, pemerintah juga mengupayakan zero diskriminasi terhadap ODHA.
Misalnya saja dengan penyuluhan-penyuluhan pada anak sekolah sampai perguruan tinggi tentang pencegahan HIV AIDS, sosialisasi program HIV ke RS Swasta dan penyuluhan dan screening terintegrasi antar program di sektor-sektor swasta.
Sementara itu, sebelumnya diberitakan, pasien kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di RSUD Kabupaten Bekasi mencapai 3.490 hingga pertengahan 2019 ini.
Data ini meningkat dari tahun 2018 lalu, yang mencapai 5.423 selama beberapa tahun.
Direktur RSUD Kabupaten Bekasi, Sumarti mengatakan, kondisi itu tentunya dinilai cukup memrihatinkan.
Pasalnya, jumlahnya terus meningkat dari tahun 2018 lalu.
"Prihatinnya beberapa di antaranya diketahui ada yang masih anak-anak," ujar Sumarni kepada awak media, Senin (12/8/2019).
Sumarni menuturkan, RSUD Kabupaten Bekasi membuka pelayanan khusus rawat jalan HIV, yakni Klinik Pelangi.
Klinik ini khusus melayani pasien rawat jalan HIV.
"Satu hari kita bisa layani sekitar 500 orang. Mulai dari orang dewasa sampai anak-anak,” katanya.
Selain kasus HIV, kata Sumarni, kasus Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif dan Tuberculosis (TB) juga memilik angka yang cukup tinggi.
Sumarni menyebut, berdasarkan data RSUD Kabupaten Bekasi 2018 lalu, pasien rawat jalan gagal jantung kongestif menduduki peringkat pertama dengan jumlah 8.486. Sedangkan TB sebanyak 5.689.
Untuk semester pertama 2019, kasus gagal jantung kongestif sebanyak 1.826 pasien dan TB sebanyak 1.805 pasien.
Untuk kasus HIV dan TB saat ini bisa sepenuhnya dilayani di RSUD Kabupaten Bekasi.
Sedangkan untuk operasi jantung, rumah sakit milik daerah ini merujuk ke rumah sakit lain jika memerlukan tindakan operasi.
“Kita sudah ada kajian."
"Kita ingin mengembangkan rumah sakit untuk pelayanan operasi jantung, pasang ring jantung."
"Saya sudah belajar ke RS Harapan Kita."
"Rencananya, pada tahun 2020, kita training SDM dan [ada 2021, kita akan beli alat-alatnya,” ucap dia.
Adapun faktor penyebab banyak timbulnya penyakit HIV dan gagal jantung, Sumarti menjelaskan penyebabnya secara umum karena gaya hidup dan pola makan yang salah.
“Tiga kasus penyakit itu faktornya karena gaya dan pola hidup."
"Seperti sekarang, serba ingin instan."
"Sering makan cepat saji, kemudian, stres juga jadi pemicu," jelas dia.
Sumarti mengatakan penyakit gagal jantung ini tidak lagi dikategorikan sebagai penyakit ‘orang kaya’.
Semua orang bisa terkena gagal jantung, jika pola dan gaya hidup tidak dijaga.
"Makan cepat saji juga kan banyak sekali ditemukan dimana-mana, masyatakat kelas bawa juga ikut komsumsi"
"Jadi dulu kita sering dengar gagal jatung penyakit orang kaya. Tapi kalau sekarang enggak begitu lagi," jelas dia.
Sementara untuk penyakit TB, Sumarti menambahkan adanya peningkatan lantaran resiko penularan penyakit tersebut cukup tinggi.
Masih banyaknya pasien TB yang enggan berobat secara rutin membuat penyebaran atau penularan penyakit itu sangat cepat.
“Penyakit ini ketika terjadi kontak maka risiko penularannya tinggi. Jadi memang harus diwaspadai dan diperhatikan betul."
"Untuk pasien TB di Kabupaten Bekasi banyak juga yang rujukan dari daerah lain," katanya.
(Wartakotalive.com/DODI/JOS/M24)