Kasus Habib Rizieq
KontraS Duga Ada Praktik Extrajudicial Killing dalam Tewasnya 6 Pengawal Habib Rizieq
Kontras menilai, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan untuk tujuan melumpuhkan bukan membunuh
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras tindakan anggota kepolisian yang mengakibatkan kematian terhadap enam orang yang sedang mendampingi perjalanan Rizieq Shihab.
Koordinator Badan Pekerja KontraS Fatia Maulidiyanti mengungkapkan, peristiwa ini merupakan bentuk pelanggaran prinsip fair trial atau peradilan yang jujur dan adil terhadap masyarakat terkait penyelidikan dan penyidikan yang tidak dipenuhi oleh pihak kepolisian.
"Prinsip fair trial dalam peristiwa ini pun memuat tentang jaminan perlindungan hak asasi manusia, serta asas praduga tidak bersalah," ujar Fatia melalui siaran pers di Jakarta, Senin (7/12/2020).
Baca juga: Komnas HAM Terjunkan Tim Selidiki Dugaan Pelanggaran HAM, Fadli Zon Duga 6 Anggota FPI Dibantai
Pasalnya, kata dia, berdasarkan keterangan yang dihimpun, pihak kepolisian mengakui sedang melakukan pembuntutan yang berkaitan dengan proses penyelidikan.
Di satu sisi, pihak FPI menyatakan bahwa keluarga Rizieq Shihab sedang melakukan perjalanan untuk pengajian rutin keluarga.
"Di tengah perjalanan, dari kedua belah pihak menyampaikan keterangan yang berbeda atas tewasnya 6 orang tersebut. Kendati demikian, penembakan yang dilakukan terhadap 6 orang tidak dapat dibenarkan," ungkapnya.
Baca juga: Anggap Penembakan Enam Anggota FPI Kasus Luar Biasa, Mardani Desak Bentuk Tim Pencari Fakta
Fatia menamnahkan, dalam beberapa kasus hasil pemantauan KontraS, selama tiga bulan terakhir terdapat 29 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum yang mengakibatkan 34 orang tewas.
Penggunaan senjata api yang mengakibatkan tewasnya seseorang, pihaknya menemukan sejumlah pola, seperti (1) korban diduga melawan aparat, (2) korban hendak kabur dari kejaran polisi. Seringkali alasan tersebut digunakan tanpa mengusut sebuah peristiwa secara transparan dan akuntabel.
Baca juga: Respon Keras Komandan Densus 99 Banser saat HNW Doakan Banser yang Dikirim ke Papua Bisa Jaga NKRI
"Dalam konteks kematian 6 orang yang sedang mendampingi Rizieq Shihab, anggota kepolisian sewenang-wenang dalam penggunaan senjata api karena tidak diiringi dengan membuka akses seterang-terangnya dengan memonopoli informasi penyebab peristiwa tersebut," jelasnya.
Meskipun di internal Polri sudah berlaku Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, namun mandat aturan tersebut tidak diterapkan dengan baik.
Besarnya jumlah korban tewas dalam operasi Polri tersebut menunjukkan masih banyak anggota Polri yang tidak menerapkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009 tersebut maupun Pasal 48 Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengatur akuntabilitas dan prosedur penggunaan senjata api oleh anggota Polri.
Baca juga: CCTV di Tol Karawang Mati saat Kejadian Penembakan Laskar FPI, Begini Penjelasan Jasa Marga
Lebih jauh, imbuh Fatia, adanya kesewenang-wenangan terhadap penggunaan senjata oleh anggota Polri pada akhirnya telah mengabaikan hak warga masyarakat atas persamaan di hadapan hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia karena faktanya, penembakan dilakukan terhadap mereka yang belum tentu terbukti bersalah.
"Atas peristiwa kematian 6 orang tersebut, kami mengindikasikan adanya praktik extrajudicial killing atau unlawful killing dalam peristiwa tersebut," kata Fatia.
Pasalnya, secara kepemilikan senjata, kepolisian pun lebih siap. Penggunaan senjata api juga semestinya memerhatikan prinsip nesesitas, legalitas, dan proporsionalitas.
Baca juga: Mobil Ketua PA 212 Slamet Maarif Dirusak Orang Tak Dikenal Bersamaan Momen Penembakan 6 Anggota FPI
Terlebih lagi berdasarkan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Official, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan untuk tujuan melumpuhkan bukan membunuh.