Berita Nasional

Bantuan Kuota Internet Tahap I dari Kemendikbud Dinilai FSGI Terindikasi Mubazir

Bantuan Kuota Internet Tahap I dari Kemendikbud diungkapkan Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo Terindikasi Mubazir

Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Dwi Rizki
TRIBUN JATENG/BUDI SUSANTO
Mendikbud Nadiem Makarim saat memberi paparan dalam seminar virtual bertema sistem pendidikan di tengah pandemi Covid-19, yang dihadiri 6.000 lebih peserta, Minggu (30/8/2020) malam. Ia sempat ditanya siswa SD kapan bisa masuk sekolah lagi. 

WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI - Kemendikbud telah merilis bahwa per 29 September 2020 akan menyalurkan Bantuan Kuota Internet kepada 27.305.495 nomor ponsel siswa dan guru.

Padahal sesuai dengan data yang ada di vervalponsel.data.kemdikbud.go.id, ada 54.011.886 nomor ponsel siswa dan guru yang ditargetkan akan menerima Bantuan Kuota Internet.

"Dengan kondisi ini maka sekitar 49,5 persen anggaran yang sudah disiapkan yakni sekitar 3,6 Triliyun, berpotensi terbuang sia-sia," kata Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo dalam keterangan yang diterima Warta Kota, Jumat (23/10/2020).

Ia menjelaskan walaupun Kemendikbud menyebutkan bahwa jumlah tersebut akan meningkat seiring dengan pemutakhiran data, tetapi FSGI melihat berdasarkan monitoring yang dilakukan tidak menunjukkan perubahan yang berarti.

"Per 26 September 2020 ada sekitar 26.626.565 nomor ponsel siswa yang sudah unduh SPTJM tetapi per 3 Oktober 2020 angkanya berkurang menjadi 26.621.221 karena ada SPTJM yang ditolak.” katanya.

Baca juga: XXI Akan Segera Dibuka, Kadisparbud Kota Bekasi Tinjau Protokol Kesehatan Dalam Bioskop

Hal ini menurut Heru, semakin membuktikan bahwa apa yang pernah diprediksi FSGI, lewat rilis tanggal 26 September 2020, pemberian Bantuan Kuota Internet ini akan berpotensi terjadi Sisa Lebih Anggaran, menjadi kenyataan.

Sementara Wasekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung menambahkan hal itu juga menunjukkan bahwa perencanaan Bantuan Kuota Internet dilakukan dengan tidak cermat.

"Ketidakcermatan ini diduga berasal dari tidak akuratnya data implementasi PJJ di lapangan," kata dia.

Baca juga: Gerebek Eiffel Healthy Massage, Satpol PP Kota Tangsel Temukan Alat Hisap Sabu hingga Kontrasepsi

Karenanya Fahriza menduga bahwa potensi 'buang-buang uang negara' ini juga dapat ditimbulkan karena sebagian aplikasi rujukan yang ada pada Kuota Belajar bukanlah aplikasi populer yang digunakan selama PJJ.

"Untuk itu kami melakukan survei berkenaan dengan aplikasi yang ada pada kuota belajar maupun diluar kuota belajar dari sisi popularitas maupun penggunaannya,” kata Fahriza.

Survei dilakukan pada tanggal 2 sampai 3 Oktober 2020 dengan menggunakan 2 form yang digunakan untuk menjaring penggunaan aplikasi Agama Islam dan aplikasi Bahasa Inggris.

Pada Kuota Belajar aplikasi Agama Islam yang menjadi rujukan hanya aplikasi Aminin sementara aplikasi Bahasa Inggris yang difasilitasi adalah Bahaso, Birru, Cakap dan Duolingo.

Baca juga: Pesilat Cantik Penendang Tabung Gas itu Chintya Candranaya, Hotman Paris Tawari Jadi Body Guardnya

Pada form penggunaan aplikasi Agama Islam berhasil dijaring sebanyak 411 responden dengan jumlah guru yang terlibat sebanyak 116 orang dan siswa sebanyak 295.

Sementara pada form penggunaan aplikasi Bahasa Inggris menjaring 644 reponden yang terdiri dari 84 orang guru dan 560 orang siswa.

Berdasarkan hasil survei ditemukan bahwa aplikasi yang menjadi rujukan pada Kuota Belajar memiliki tingkat pengenalan yang rendah, rata-rata di bawah 30 persen.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved