Omnibus Law
Moeldoko Akui Pemerintah Sering Kewalahan Hadapi Hoaks
Meski begitu, kondisi tersebut, menurut Moeldoko, bukan menjadi alasan pemerintah untuk tidak berkomunikasi dengan baik.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Memperingati satu tahun pemerintahan Jokowi-Maruf Amin, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengakui pemerintah kadang-kadang kewalahan menghadapi disinformasi dan hoaks.
Meskipun, katanya, pemerintah sadar saat ini Indonesia masuk era disrupsi, di mana media sosial tumbuh luar biasa.
"Kita kadang kadang kewalahan menghadapi pertumbuhan disinformasi dan hoaks," kata Moeldoko di Kantor KSP, Jakarta, Rabu (21/10/2020).
Baca juga: Tepis Stigma Pekerja Kantoran Masa Bodoh, Ini Langkah IBUF untuk Respons UU Cipta Kerja
Meski begitu, kondisi tersebut, menurut Moeldoko, bukan menjadi alasan pemerintah untuk tidak berkomunikasi dengan baik.
Pemerintah, katanya, selalu berbenah diri dalam berkomunikasi.
"Kami selalu membenahi diri, selalu ingin memperbaiki diri," ujarnya.
Baca juga: Bareskrim Bakal Tetapkan Tersangka Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung pada Jumat 23 Oktober 2020
Moeldoko mengungkapkan, Presiden Jokowi menegur jajaran kabinet karena komunikasi publik yang buruk dalam menyampaikan Undang-undang Cipta Kerja.
"Khusus dalam konteks omnibus law, memang sebuah masukan dari berbagai pihak dan Presiden sangat sangat tahu."
"Kami semuanya ditegur sama Presiden, bahwa komunikasi kita sangat jelek," ucap Moeldoko.
Baca juga: Ini Peralatan yang Diminta Dibawa Pelajar untuk Demonstrasi Rusuh, dari Sarung Tangan Hingga Raket
Mantan Panglima TNI tersebut mengatakan, pihaknya akan berbenah diri untuk memperbaiki komunikasi publik.
Moeldoko menjelaskan, Undang-undang Cipta Kerja dibuat karena jumlah angkatan kerja yang tinggi dari tahun ke tahun.
Terdapat 2,9 juta angkatan kerja dan 3,5 juta orang kehilangan pekerjaannya.
Baca juga: DAFTAR 25 Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Papua Mendominasi, Jawa Nihil
Belum lagi menurut Moeldoko, jumlah pengangguran yang mencapai Rp 6,9 juta orang.
"Kondisi ini adalah kondisi real yang harus diselesaikan oleh pemerintah."
"Karena tujuan negara yang kedua adalah kesejahteraan umum, memajukan kesejahteraan umum adalah tugas yang ada dalam konstitusi," tuturnya.
Baca juga: 40 Warga Kabupaten Bogor Jadi Pasien Baru Covid-19 per 20 Oktober 2020, Muncul 5 Klaster Keluarga
Moeldoko mengatakan, salah satu bentuk kesejahteraan umum yang disiapkan Presiden adalah menyiapkan calon-calon pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan.
"Itu adalah sebuah realitas bahwa kartu pra kerja yang kemarin 33 juta, tiga hari berikutnya menjadi 34,2 juta, ini kondisi real," bebernya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya buka suara mengenai Undang-undang Cipta Kerja yang menuai gelombang protes dari buruh dan mahasiswa di sejumlah daerah.
Baca juga: Kondisi Membaik Usai Ditembak KKSB, Dosen UGM Bambang Purwoko Merasa Beruntung
Berikut ini isi lengkap konferensi pers Jokowi dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, secara virtual, Jumat (9/10/2020).
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bapak, Ibu, Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
Pagi tadi saya telah memimpin Rapat Terbatas secara virtual tentang Undang-undang Cipta Kerja bersama jajaran pemerintah dan para gubernur.
Dalam undang-undang tersebut terdapat sebelas klaster yang secara umum bertujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi.
Adapun klaster tersebut adalah urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketenagakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha.
Urusan dukungan riset dan inovasi, urusan administrasi pemerintahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM.
Urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.
Dalam rapat terbatas tersebut saya tegaskan mengapa kita membutuhkan Undang-undang Cipta Kerja.
Pertama, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda yang masuk ke pasar kerja.
Sehingga, kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak.
Apalagi di tengah pandemi (Covid-19), terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.
Dan sebanyak 87 persen dari total penduduk pekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, di mana 39 persen berpendidikan sekolah dasar.
Sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya.
Jadi Undang-undang Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran.
Kedua, dengan Undang-undang Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat, khususnya usaha mikro kecil, untuk membuka usaha baru.
Regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit dipangkas.
Perizinan usaha untuk usaha mikro kecil (UMK) tidak diperlukan lagi, hanya pendaftaran saja, sangat simpel.
Pembentukan PT atau perseroan terbatas juga dipermudah, tidak ada lagi pembatasan modal minimum.
Pembentukan koperasi juga dipermudah, jumlahnya hanya sembilan orang saja koperasi sudah bisa dibentuk.
Kita harapkan akan semakin banyak koperasi-koperasi di Tanah Air.
UMK (usaha mikro kecil) yang bergerak di sektor makanan dan minuman, sertifikasi halalnya dibiayai pemerintah, artinya gratis.
Izin kapal nelayan penangkap ikan misalnya, hanya ke unit kerja Kementerian KKP saja.
Kalau sebelumnya harus mengajukan ke Kementerian KKP, Kementerian Perhubungan, dan instansi-instansi yang lain, sekarang ini cukup dari unit di Kementerian KKP saja.
Ketiga, Undang-undang Cipta Kerja ini akan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Ini jelas karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan mengintegrasikan ke dalam sistem perizinan secara elektronik, maka pungutan liar (pungli) dapat dihilangkan.
Namun, saya melihat adanya unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini, dan hoaks di media sosial.
Saya ambil contoh, ada informasi yang menyebut tentang penghapusan UMP (Upah Minimum Provinsi), UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten), UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi).
Hal ini tidak benar, karena faktanya Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada.
Ada juga yang menyebutkan bahwa upah minimum dihitung per jam.
Ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang.
Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil.
Kemudian adanya kabar yang menyebutkan bahwa semua cuti: cuti sakit, cuti kawinan, suci khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya.
Saya tegaskan juga ini tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin.
Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.
Kemudian juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar, jaminan sosial tetap ada.
Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya amdal (analisis mengenai dampak lingkungan).
Itu juga tidak benar. Amdal tetap ada. Bagi industri besar harus studi amdal yang ketat, tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.
Ada juga berita mengenai Undang-undang Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan.
Ini juga tidak benar, karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di di Kawasan Ekonomi Khusus, di KEK, sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur di dalam Undang-undang Cipta Kerja ini.
Apalagi perizinan untuk pendidikan di pondok pesantren, itu tidak diatur sama sekali dalam Undang-undang Cipta Kerja ini, dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku.
Kemudian diberitakan bahwa keberadaan bank tanah.
Bank tanah ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan, serta reforma agraria.
Ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan, dan kita selama ini tidak memiliki bank tanah.
Saya tegaskan juga bawa Undang-undang Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada.
Perizinan berusaha dan pengawasannya tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan NSPK (norma, standar, prosedur, dan kriteria) yang ditetapkan pemerintah pusat.
Ini agar dapat tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh daerah.
Dan penetapan NSPK ini dapat nanti akan diatur dalam PP atau peraturan pemerintah.
Selain itu, kewenangan perizinan untuk nonperizinan berusaha tetap ada di pemda sehingga tidak ada perubahan.
Bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan berusaha di daerah diberikan batas waktu.
Ini yang penting di sini. Jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.
Saya perlu tegaskan pula, bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali peraturan pemerintah atau PP dan peraturan presiden atau perpres.
Jadi setelah ini akan muncul PP dan perpres yang akan kita selesaikan paling lambat tiga bulan setelah diundangkan.
Kita pemerintah membuka dan mengundang masukan-masukan dari masyarakat.
Dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan dari daerah-daerah.
Pemerintah berkeyakinan, melalui Undang-undang Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka.
Dan kalau masih ada, jika masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ini, silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui MK (Mahkamah Konstitusi).
Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu.
Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak, silakan diajukan uji materi ke MK.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. (Taufik Ismail)