Amnesty Internasional Minta AS Batalkan Visa, Gerindra Bilang Prabowo Berstatus Orang Bebas

Prabowo akan datang ke Washington DC, untuk menemui Menteri Pertahanan Mark Esper dan Ketua Kepala Gabungan Staf AS Mark Milley pada 15 Oktober 2020.

Tribunnews/JEPRIMA
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat tiba di gedung Kementrian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2019). Kedatangan Prabowo dalam rangka serah terima jabatan Menteri Pertahanan yang disambut upacara militer. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Amnesty Internasional menyurati Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo, untuk membatalkan pemberian visa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Prabowo akan datang ke Washington DC, untuk menemui Menteri Pertahanan Mark Esper dan Ketua Kepala Gabungan Staf AS Mark Milley pada 15 Oktober 2020.

Menanggapi hal itu, Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Andre Rosiade menilai wajar jika ada pro kontra terhadap pemberian visa terhadap Prabowo Subianto.

Baca juga: Epidemiolog UI Tuding Pemerintah Berupaya Tekan Testing Covid-19 demi Pilkada Serentak 2020

Namun, Andre menegaskan saat ini tidak ada kasus hukum yang melibatkan Prabowo Subianto.

"Pak Prabowo kan statusnya saat ini adalah orang yang bebas secara hukum," kata Andre saat dihubungi Tribunnews, Kamis (15/10/2020).

Anggota Komisi VI DPR Fraksi Gerindra itu mengatakan, pemberian visa karena Prabowo Subianto diundang oleh Menteri Pertahanan AS untuk membicarakan kerja sama antara Indonesia-AS.

Baca juga: Mau Dilimpahkan ke Kejaksaan, Irjen Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi Akhirnya Ditahan

Menurutnya, keberangkatan Prabowo Subianto juga sudah direstui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Jadi intinya kunjungan Pak Prabowo ini adalah tugas negara, untuk membahas kerja sama Indonesia dan Amerika."

"Di mana tentunya kunjungan Pak Prabowo ini akan bermanfaat bagi kepentingan bangsa Indonesia," ucap Andre.

Baca juga: ICW Duga Tiga Jaksa Penyidik Kasus Pinangki Melanggar Etik karena Tidak Lakukan Hal-hal Ini

Sebelumnya, Amnesty Internasional menyurati Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo untuk membatalkan pemberian visa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Diketahui, Prabowo akan datang ke Washington D.C. untuk menemui Menteri Pertahanan Mark Esper dan Ketua Kepala Gabungan Staf AS Mark Milley pada tanggal 15 Oktober.

"Undangan untuk Prabowo Subianto harus dibatalkan jika memberikan kekebalan terhadap kejahatan yang dituduhkan kepadanya," demikian kutipan isi surat tersebut, berdasarkan keterangan tertulis dari Amnesty Internasional, Rabu (14/10/2020).

Baca juga: 55 Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor Sembuh pada 14 Oktober 2020, Kecamatan Tenjo Jadi Zona Hijau

"Kami mendesak Anda untuk mengklarifikasi bahwa visa yang diberikan kepada Prabowo Subianto tidak memberikan kekebalan dalam bentuk apa pun.

"Dan memastikan jika dia datang ke Amerika Serikat, dia akan secepatnya diperiksa dengan benar."

"Dan jika buktinya mencukupi, membawanya ke pengadilan meminta pertanggungjawaban atas kejahatan di bawah hukum internasional."

Baca juga: MA Ungkap Keberadaan Kelompok Persatuan LGBT TNI-Polri, Mabes Polri Ogah Komentar

"Jika visa yang diberikan kepada Prabowo Subianto memberikan kekebalan selama di Amerika Serikat, visa tersebut harus dicabut."

"Untuk memastikan bahwa Amerika Serikat memenuhi kewajiban domestik dan internasional untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas penyiksaan akan dibawa ke depan hukum."

"Terima kasih atas perhatian Anda untuk masalah yang penting ini," lanjut petikan surat tersebut.

Baca juga: KSPI Tolak Ikut Bahas Aturan Turunan UU Cipta Kerja, Sebut Gelombang Aksi Buruh Bakal Membesar

Amnesty menegaskan, Prabowo Subianto adalah mantan jenderal Indonesia yang sudah dilarang memasuki wilayah AS sejak tahun 2000, karena tuduhan keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia.

Prabowo Subianto merupakan mantan menantu mendiang Presiden Soeharto, pemimpin berlatar belakang militer yang memerintah di Indonesia selama 31 tahun dari 1967 sampai 1998.

Prabowo Subianto bertugas sebagai komandan pasukan khusus di bawah Soeharto, dan diduga terlibat dalam kejahatan terhadap hak asasi manusia.

Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Mazhab UU Cipta Kerja dari Kapitalisme Cina, Mengaku Sudah Ingatkan Jokowi

Termasuk, penculikan aktivis pro demokrasi selama beberapa bulan menjelang berakhirnya pemerintahan Soeharto.

Penyelidikan independen resmi yang diberikan mandat untuk menyelidiki pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia di tahun 1998 menyimpulkan, Prabowo Subianto sebagai komandan pasukan khusus sadar akan pelanggaran tersebut.

Dan, bertanggung jawab secara penuh atas penculikan aktivis pro demokrasi di tahun 1997-1998.

Baca juga: MAKI Ungkap Ada Oknum Penegak Hukum Hapus Chat di Handphone Saksi R, Dekat dengan Jaksa Pinangki

Tuduhan terhadap Prabowo Subianto tidak pernah diadili di pengadilan.

Keputusan Pemerintah AS di tahun 2000 yang memasukkan Prabowo Subianto ke daftar hitam karena pelanggaran hak asasi manusia merepresentasikan komitmen yang sangat penting terhadap hak asasi manusia.

Kebijakan Pemerintah AS selama 20 tahun terakhir telah membawa harapan dan pertolongan bagi korban yang mengalami penyiksaan dan perlakuan buruk lain, di bawah satuan yang dipimpin Prabowo Subianto.

Baca juga: Setahun Lebih Kasus Senpi Ilegal Mengambang, Bareskrim Kembali Periksa Eks Danjen Kopassus Soenarko

Surat tersebut ditandatangani perwakilan lembaga Amnesty International USA, Amnesty International Indonesia, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS).

Juga, Public Interets Lawyer Network (Pil-Net), Asia Justice and Rights (AJAR), Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM), Imparsial, Public Virtue Institute, dan Setara Institute.

Serta, Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), dan LBH Pers. (Chaerul Umam)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved