Kasus Jiwasraya

Korupsi Rp 16 Triliun di Jiwasraya, Joko Hartono Divonis Seumur Hidup, Abaikan Perbuatan Meringankan

Majelis hakim memvonis Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto dengan hukuman penjara seumur hidup.

KompasTV
Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto saat diperiksa di Kejagung. Ia divonis hakim dengan hukuman penjara seumur hidup karena perbuatan jahatnya, antara lain korupsi Rp 16 Triliun. 

Atas tindakannya itu, Joko dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Karangan Bunga untuk Robby Sumampow dari Para Jendral, Mantan Jendral Hingga Menteri Erick Thohir

Adapun vonis penjara seumur hidup terhadap Joko tersebut sama dengan hukuman yang dijatuhkan kepada tiga terdakwa lainnya pada persidangan hari ini.

Ketiganya terdiri dari mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, dan Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

Pakai Nama Samaran

 Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Ganarsih, mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung yang secara sistematis mampu membuka tabir kasus megakorupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan keuangan negara hingga Rp 16,8 triliun.

Apresiasi ini diberikan ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) mampu membuktikan modus-modus serta niat jahat (mens rea) yang dimiliki oleh para terdakwa pada saat melaksanakan aksinya.

“Sejauh ini Kejaksaan bagus. Nama samaran sudah terbukti dan ketahuan merujuk ke siapa. Penghancuran barang bukti pun itu adalah modus dalam tindak kejahatan, dan bisa disebutkan oleh hakim,” kata Yenti kepada wartawan, Kamis (1/10/2020).

Yenti Ganarsih
Yenti Ganarsih (Tribunnews.com)

Sebagaimana diketahui, di dalam persidangan kasus korupsi Jiwasraya mulai terungkap banyak bukti mulai dari adanya pemberian gratifikasi dari terdakwa di pihak pengusaha kepada 3 terdakwa lainnya yang berasal dari manajemen lama Jiwasraya.

Selain bukti-bukti adanya gratifikasi, Yenti bilang di dalam persidangan juga terungkap sejumlah modus dan niat jahat atau mens rea terdakwa di dalam kasus ini.

Baca juga: KSPI dan 32 Federasi Serikat Pekerja Siapkan Demo Lebih Besar Tolak UU Cipta Kerja

Dimana modus dan mens rea tersebut meliputi: penghancuran telepon genggam yang merekam isi pembicaraan di antara terdakwa, penggunaan nama samaran, hingga yang terakhir manipulasi laporan keuangan yang dilakukan manajemen lama Jiwasraya.

Berangkat dari hal tersebut, tegas Yenti, sudah semestinya dengan terungkapnya bukti-bukti dan mens rea di dalam persidangan para terdakwa mendapat ganjaran hukuman yang berat dari penegak hukum.

“Dakwaan seumur hidup dan 20 tahun penjara itu cukup maksimal, tapi harus dikedepankan perampasan dan pemiskinan, karena ini menyangkut uang nasabah. Semua harus kena, pejabat negara nomor satu, termasuk penyuap yang disuap harus kena perampasan oleh negara dari hasil kejahatan,” tegasnya.

Baca juga: Kecelakaan Motor Adu Banteng Terjadi di Jalan Raya Pabuaran, Pengendara Masih Selamat

Yenti menambahkan bahwa sudah seharusnya pula jajaran penegak hukum bisa memberi efek dengan memberikan putusan menyita seluruh aset dan memiskinkan terdakwa untuk mengganti kerugian negara.

“Yang paling membuat efek jera selain hukuman maksimal adalah, pemiskinan. Melakukan perampasan dari semua hasil kejahatan para terdakwa dan denda. Jika TPPU mereka habis dan tidak cukup, itu bisa di kejar ke denda mereka yang besar.”

Seperti yang diketahui, terdapat beberapa nama samaran yang digunakan terdakwa saat berkomunikasi, seperti ‘Pak Haji’ untuk panggilan Heru Hidayat, Hendrisman dengan sebut ‘Chief’, Hary menjadi ‘Rudy’, Joko Hartono ‘Panda’, dan Syahmirwan dengan panggilan ‘Mahmud’.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved