Omnibus Law Cipta Kerja
Gubernur Ganjar Undang BEM Kampus Diskusi soal UU Cipta Kerja, Tidak Ada Satupun yang Datang
Ganjar akan segera membuka posko pengaduan dan konsultasi bagi buruh yang ingin menyampaikan aspirasinya terkait beleid Cipta Kerja.
Untuk itu, ia berharap pertemuan ini akan ditindaklanjuti dengan optimalisasi posko-posko pengaduan.
"Tujuan kami membuat posko kan untuk menampung semua aspirasi, tidak hanya buruh tapi juga ada kepentingan pengusaha, masyarakat dan pihak lainnya," imbuhnya.
Baca juga: Guru Pondok Pesantren di Tangsel yang Beri Hukuman kepada Santri Jadi Tersangka Penganiayaan
Ganjar tidak memaksa masyarakat khususnya buruh untuk setuju dengan Undang-Undang Cipta Kerja ini.
Pihaknya memberikan ruang kepada mereka untuk menolak, melakukan judicial review atau memberikan masukan ke pemerintah terkait rencana pembentukan PP dan Perpres.
"Tapi saya minta dengan sangat, tolong jangan berkerumun, jangan merusak taman. Ayo demonya yang baik, ayo peduli semuanya, apalagi saat pandemi seperti ini. Kami harapkan, semuanya memahami," imbuhnya.
Baca juga: Antisipasi Kericuhan saat FPI Cs Demo Tolak UU Omnibus Law di Istana Negara, TNI Siap Bantu Polisi
Aliansi Akademisi kecam tindakan Kemendikbud halangi mahasiswa demo UU Ciptaker
Pada kesempatan berbeda, beredarnya surat Imbauan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, Nomor: 1035/E/KM/2020, 9 Oktober 2020 yang menginstruksikan pihak kampus melarang mahasiswanya mengikuti aksi demonstrasi menentang Undang-undang Cipta Kerja mendapatkan kecaman dari banyak pihak.
Salah satunya dari kelompok yang menamakan diri Aliansi Akademisi Menolak Omnibus Law.
Dosen Universitas Negeri Jakarta, Abdil Mughis Mudhoffir, PhD, mewakili aliansi menyebut, imbauan kepada civitas akademika untuk tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja adalah bentuk pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan akademik yang dijamin oleh konstitusi serta bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik (2017).
Khususnya Prinsip 4 yang berbunyi Insan akademis harus bebas dari pembatasan dan pendisiplinan dalam rangka mengembangkan budaya akademik yang bertanggung jawab dan memiliki integritas keilmuan untuk kemanusiaan; dan Prinsip 5 yang berbunyi Otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.
• Pemerintah Dianggap Zalim, Alasan FPI dan Puluhan Ormas Akan Geruduk Istana Negara Tolak UU Ciptaker
• Riuh Bahasan soal Paranormal dan Dukun Masuk Kategori Tenaga Kesehatan Medis di UU Cipta Kerja
Menurutnya, secara institusional, perguruan tinggi memiliki otonomi dalam menjalankan fungsi tridarma perguruan tinggi dan karena itu seharusnya bebas dari segala bentuk intervensi politik.
"Dengan otonominya, tanggung jawab perguruan tinggi dalam memproduksi dan mendiseminasikan pengetahuan hanya kepada kebenaran, bukan pada penguasa," ujarnya melalui keterangan pers yang dilihat Wartakotalive.com, Minggu (12/10/2020).
Oleh karena itu, menurutnya, tidak seharusnya perguruan tinggi menggadaikan integritasnya sebagai lembaga pengetahuan dengan semata menjadi pelayan kepentingan politik penguasa.
Terlebih, terbitnya UU Cipta Kerja serta paket UU bermasalah lainnya adalah petunjuk yang sangat gamblang bagaimana pemerintah dan DPR yang beraliansi dengan pengusaha telah mengacaukan tatanan hukum dan ketatanegaraan yang merusak demokrasi di Indonesia.
• Arief Poyuono Ajak Pencari Kerja Turun ke Jalan Melawan Penolak UU Cipta Kerja
Respons terhadap kesewenangan penguasa melalui aksi demonstrasi adalah wujud komitmen terhadap kebenaran.