Omnibus Law Cipta Kerja

Pelaku Pembakaran Fasilitas Publik dan Pos Lantas saat Demo Tolak UU Omnibus Law Diburu Polisi

Pelaku perusakan dan pembakaran fasilitas publik dan pos polantas saat aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja diburu polisi.

Penulis: Budi Sam Law Malau |
Warta Kota/Desy Selviany
Demo menilak UU Cipta Kerja di sekitar Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat, berakhir ricuh, Kamis (8/10/2020). Ribuan batu berserakan di jalan seusai bentrokan polisi dan pendemo saat unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja. 

WARTAKOTALIVE.COM, KEBAYORAN BARU - Pelaku perusakan dan pembakaran fasilitas publik dan pos polantas saat aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja diburu polisi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, saat ini polisi sedang melakukan penyelidikan terhadap pelaku tersebut.

"Setelah kami lakukan pembersihan di sejumlah fasilitas yang dirusak, petugas juga melakukan penyelidikan atas para pelakunya," kata Yusri Yunus, Kamis (8/10/2020).

Penyelidikan, kata dia, selain meminta keterangan saksi mata dan petugas yang berjaga, juga memeriksa rekaman CCTV di sekitar fasilitas yang dirusak.

Yusri menjelaskan, pihaknya mencatat sedikitnya ada enam personel kepolisian terluka saat melakukan pengamanan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law.

Polisi Ciduk 105 Pelajar saat Aksi Unjuk Rasa di Bekasi

Transjakarta Hentikan Seluruh Operasional Akibat Unjuk Rasa UU Cipta Karya

Aksi unjuk rasa itu rusuh dan terjadi bentrokan antara massa dan polisi, di sekitar Harmoni dan Bundaran HI, Kamis (8/10/2020).

Menurut Yusri Yunus, keenam  anggota kepolisian itu mengalami luka ringan dan sedang.

"Semuanya sudah mendapatkan perawatan, baik di rumah sakit atau tempat lainnya. Dari 6 anggota kepolisian itu, salah satunya adalah anggota Polwan," ujar Yusri.

Saat ini, pihaknya masih mendalami dan menginventarisasi apakah masih ada personel atau anggota kepolisian lainnya yang terluka akibat insiden tersebut.

Hingga Kamis malam, kerusuhan dan bentrokan di sejumlah tempat di Jakarta yang sempat memanas berangsur mereda.

"Kami tetap melakukan pendekatan secara humanis dan persuasif untuk meredam kerusuhan dan membubarkan massa. Malam ini semuanya mulai kondusif," ujarnya.

Unjuk Rasa UU CIpta Kerja, Mahasiswa Di Jalan Chairil Anwar Dihujani Gas Air Mata

Dari 400 Pemuda Yang Diamankan Saat Unjuk Rasa UU Cipta Kerja, 12 Diantaranya Reaktif Rapid Tes

Seperti diketahui dalam aksi unjuk rasa massa buruh dan mahasiswa menolak Omnibus Law, Kamis (8/10/2020) siang, polisi melakukan penyekatan di sejumlah titik jalan.

Aksi massa itu diadang petugas agar tidak sampai ke Gedung DPR.

Namun sejumlah massa melakukan aksi pembakaran di beberapa titik di antaranya di Bundaran HI dan sekitar Harmoni, Jakarta Pusat.

Beberapa halte dan pos lantas dibakar massa. Sedangkan di Harmoni terjadi bentrokan antara aparat dan massa.

Minta Jokowi bertindak

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meminta Presiden Joko Widodo tidak tinggal diam.

Dia meminta Jokowi tidak membiarkan aparat Polri berbenturan dengan buruh, mahasiswa, dan masyarakat yang menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Sebab aksi demo menolak UU Cipta Kerja alias UU Omnibus Law sepanjang Kamis ini sudah menimbulkan kerusuhan di mana mana," kata Neta kepada Wartakotalive.com, Kamis (8/10/2020).

"Untuk itu Jokowi perlu segera membekukan UU Cipta Kerja, dengan cara segera menerbitkan Perpu," katanya lagi.

IPW mengingatkan Jokowi bahwa asal usul UU Cipta Kerja adalah usulan Sofyan Djalil yang mengadopsi dari sistem hukum Amerika Serikat (AS).

"Tak heran jika UU ini tidak sesuai dengan kondisi sosial maupun psikologis masyarakat Indonesia."

"Pola pikir dan sikap hidup masyarakat AS yang kapitalis dan individualisme tentu sangat berbeda dengan kondisi masyarakat Indonesia yang guyub dan kekeluargaan," ujarnya.

Unjuk Rasa UU Cipta Kerja Berakhir, Buruh Bujuk Wali Kota Kirim Surat Ke Presiden Terbitkan Perppu

Neta mengatakan, UU Cipta Kerja tidak sesuai Pancasila yang menjadi konsep hidup Bangsa Indonesia.

"Tak heran jika pasal-pasal yang muncul di UU Cipta Kerja itu cenderung tidak berpihak pada rakyat sebagai buruh dan sangat berpihak pada pengusaha dan industri," kata Neta.

Menurut Neta,  tak heran  Ketua BKPM Bahlil Lahadalia  bangga menyatakan seusai disahkannya UU Cipta Kerja  akan datang 153 perusahaan asing ke Indonesia.

"Apakah pemerintah cukup hanya berpihak kepada perusahaan asing tanpa memerhatikan dengan serius nasib rakyatnya sendiri, sebagai anak bangsa?"

"Bukankah kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan Soekarno Hatta adalah jembatan emas untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia?" ujar Neta.

Gelombang protes terhadap UU Cipta Kerja yang mengadopsi dari sistem hukum Amerika itu, menurut Neta, sudah saatnya Jokowi sebagai presiden segera membekukannya.

5 Pelajar Terluka Ikut Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja di Jalan Daan Mogot Tangerang

"Ada dua alasan penting, kenapa Jokowi harus membekukan UU Cipta Kerja alias UU Omnibus Law. Pertama, roh UU Omnibus Law ini adalah bersistem negara federal, padahal konsep Indonesia adalah negara kesatuan," katanya.

"Kedua, roh UU Omnibus Law adalah berazas kapitalis individualisme, sementara Indonesia berazas Pancasila yang syarat musyawarah, mufakat, dan kekeluargaan," ujarnya lagi.

Penolakan terhadap UU Omnibus Law alias UU Cipta Kerja yang terus meluas, kata Neta, IPW mengingatkan Polri agar senantiasa menahan diri.

"Sebab konsep Polri adalah kepolisian negara RI dan azas tugasnya adalah mengayomi, melayani, dan melindungi rakyat," katanya.

Konsep dan azas Polri ini, kata  Neta, harus dipegang teguh oleh segenap anggota kepolisian sebagai insan Tribratha.

"Artinya Polri adalah sahabat segenap rakyat dan bukan musuh rakyat," kata Neta.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved